Chapter 11

2.9K 175 12
                                    


"Nyawa Sarah terancam."

"Maksud lo?" Aldi bertanya dengan kerutan didahinya yang menandakan kebingungan.

"Oke, bakal gue jelasin pelan-pelan...," aku menghembuskan nafas sejenak, dan menarik nafas lagi untuk mulai bicara, "Jadi, gue lupa kapan tepatnya, tapi seinget gue 'teror' ini dimulai setelah Sarah kecelakaan.

Teror yang bawa-bawa nama Sarah, dan mengancam keselamatannya. Emang sampe sekarang 'tubuh' Sarah masih aman dirumah sakit, karena ibunya yang selalu nungguin dia disana. Tapi, gue gak tau kalo orang ini juga nekat. Gue pernah kedapetan beberapa kali liat orang mencurigakan yang mondar-mandir di kamar rawat Sarah.

Tadinya gue mau nyelesaiin sendiri, tapi karena belakangan ini ancamannya gak main-main, gue...," kembali, kuhela nafas sejenak untuk melanjutkan kata-kataku. Kulirik mereka yang ternyata benar-benar serius mendengarkanku.

"Gue butuh bantuan kalian." Aku menutup penjelasanku, kudongakkan kepala melihat reaksi mereka. Dan hanya keheningan yang kudapati saat ini.

"Lo ada bukti ancamannya?" tanya Aldo yang kemudian memecah keheningan tadi. Aku mengangguk mantap dan merogoh saku celana, menarik secarik kertas yang tadi kutemukan tertempel didepan loker dan mngeluarkannya.

"Ini yang paling baru, gue nemu di depan loker sepulang sekolah tadi. Sisanya ada di kamar, gue simpen sebagai bukti," kuletakkan kertas merah tadi diatas meja membuka lipatannya agar erlihat jelas apa yang tertulis disana.

Mereka berkerumun dan saling melongokan kepala, membaca surat itu bergantian. "Gue takutnya dia gak main-main. Belum lagi tubuh Sarah masih lemah. Rawan banget kalo dicelakain," sambungku.

Kutangkupkan tangan dan menumpunya diatas paha, menghadap mereka bergantian, lalu sebuah sentuhan dingin terasa dikulitku, kualihkan pandangan pada tanganku dan mendapati tangan dingin Sarah disana, seolah menguatkan. Kusuginggkan senyum menenangkan pada Sarah, yang dibalas senyum hangat darinya.

Keheningan kembali melanda, mereka bertiga terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu. Terlihat dari wajah serius mereka dan sedikit kerutan didahi yang terkadang muncul.

"Dave," ujar Sarah lirih, yang awalnya terasa hanya seperti hembusan angina dingin.

"Ya?"

"Hm.. Aku sebenernya gak mau ngomong ini, tapi kayaknya kalo gak aku kasih tau sekarang, bakal berlarut-larut." tutur Sarah lagi yang tangannya bergerak seolah mengeratkan genggaman tangan kami.

"Iya gapapa, bilang aja." aku membalas genggaman tangannya.

"Aku pikir kamu juga dalam bahaya." Kata-katanya itu sontak membuat kami semua mendongak serempak melihat kearahnya.

"Maksudnya?" aku menyerukan kebingungan.

"Jadi, waktu itu, jam olahraga. Kita kan mau ke lapangan. Pas kita baru keluar gedung, tiba-tiba ada pot bunga yang entah dari mana jatuh, dan hampir mengenaimu. Aku... aku gak tau siapa pelakunya, aku gak sempet dongak buat liat. Dipikiranku waktu itu segera menghalau pot itu biar gak kena kamu, maaf, coba kalo aku lebih cekatan, pasti aku sempet liat pelakunya," ujar Sarah yang membuatku kaget. Tidak hanya aku sebenarnya, kami semua terkesiap kaget mendengarnya.

"Jadi dia mengincar David juga?" tanya Leo yang sejak tadi hanya diam. Kutolehkan kepala melihat Leo, dan kudapati wajah serius tanpa gurat canda sama sekali. Oh... wow Leo dalam mode serius kalau begini.

"Ya," jawaban singkat Sarah mampu mengundang gebrakan di meja karena hantaman tangan Leo.

"Brengsek!!" geraman Leo terdengar setelah suara gebrakan meja tadi.

My Girlfriend is a GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang