Bab 2

6.4K 178 6
                                    

Rasanya Zefa tidak ingin melakukan apapun hari ini. Kepalanya pening kala mengingat ucapan Lena tadi. Zefa tidak berhenti menatap foto Sean yang berada di layar kunci ponselnya.

"Ck, malu-maluin banget sumpah. Kenapa gue pake acara bilang kayak gitu ke Kak Sean segala coba! Bodoh banget Lo Zefa!" Zefa memukul kepalanya kesal.

Zefa benar-benar ingin membakar Lena sekarang juga. Bagaimana bisa orang yang merupakan sahabatnya sejak SMP itu bisa melakukan hal se-cringe ini padanya. Dulu dirinya hanya meminta nomor Sean karena Lena cukup terkenal dikalangan anak laki-laki, sebenarnya dirinya juga sih, tapi Zefa tidak seberani Lena. Tapi ia juga tidak pernah memaksa Lena sampai harus berpura-pura menjadi Sean.

Kalau nggak dapet ya udah kali, dirinya juga tidak akan mencak-mencak.

Dan bukan itu saja, bahkan kemarin ia mengira jika Sean mengajaknya pacaran. Seneng nggak? Seneng nggak? Ya senenglah, siapa sih yang nggak seneng ditembak sama gebetan setampan dan se-perfect Sean?

Dan itulah alasan Zefa sampai berani mengatakan hal itu pada Sean, karena ia sudah menganggap Sean adalah miliknya, walaupun agak aneh juga sih. Tapi sekarang bukan jadi aneh lagi, tapi lebih ke menakutkan. Pasti sekarang Sean sudah menganggap yang tidak-tidak tentang dirinya.

Zefa melempar bantal di pangkuannya asal. Sungguh! Ini kejadian paling memalukan yang pernah ia alami seumur hidupnya.

"Lena sialan! Ngapain pake acara bohong segala sih!!" teriak Zefa frustasi.

"NJING KELUAR LO!" teriak seseorang dari luar kamar Zefa.

Zefa menggeram kesal mendengar suara dan panggilan familiar itu. Mood-nya sedang buruk untuk meladeninya. Zefa melempar tubuhnya ke atas tempat tidur, lalu menutup telinganya dengan bantal.

"FANJING! KELUAR WOII!!"

"ZEFANYA!!"

Zefa kembali melempar bantalnya kesal. Zefa berjalan cepat untuk membuka pintu kamarnya kasar.

"Kenapa sih?!"

Cowok dengan usia beberapa tahun lebih tua itu berkacak pinggang, "Dipanggil noh! Makanya kalau punya teling--"

Zefa langsung berjalan melewati cowok itu, tak mengindahkan gerutuannya yang kenyataannya merupakan kakak kandungnya sendiri. Zefa berjalan malas menuruni tangga, mendekati orang tuanya yang duduk di depan tv.

"Kenapa Ma Pa?" tanya Zefa malas.

"Ih, kamu di mana sih? Abang sampai teriak-teriak gitu?" tanya Ratna, ibu Zefa.

Zefa berjalan malas, lalu duduk di samping wanita itu "Mau tidur,"

Ratna mengusap kepala Zefa lembut, "Anak Mama kenapa sih? Kok lesu gini?"

"Bukan gara-gara cowok kan Zefa?" tanya tebak Rama yang langsung tepat sasaran.

Zefa berusaha mengatur raut wajahnya, tapi telat karena Rama telah melihatnya. Namun pria yang berusia kisaran 40-an itu hanya diam dan fokus menonton tv.

"WOI FANJING,"

"Abang! Jangan manggil Zefa kayak gitu dong," omel Ratna pada anak tertuanya itu.

Raka dengan kaki sedikit pincang ikut duduk di antara mereka, "Ya salah sendiri dipanggil nggak nyahut," jawab Raka membela diri.

"Lo kenapa sih?" tanya Raka ketika melihat wajah Zefa yang terlihat gelisan.

"Gedek aku liat muka Abang," jawab Zefa asal.

Raka menyentuh dadanya sambil berekspresi berlebihan, "Anjim banget everybody!"

.
.
.

Bel istirahat baru saja berbunyi. Zefa dan Linda pergi ke kantin seperti biasanya. Zefa cukup bersyukur hari ini karena Lena tidak masuk, katanya sih sakit. Tapi entah kenapa Zefa malah berpikir kalau Lena takut menemuinya, berlebihan memang, tapi itulah Zefa yang selalu berpikir terlalu jauh sampai tidak masuk akal, atau istilahnya; halu.

Beetle Knight and PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang