Bab 3

6.4K 179 2
                                    

Sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging bagi Zefa langsung membuka ponsel setelah bangun tidur. Kebiasaan yang cukup buruk sih, padahal biasanya orang-orang melakukan peregangan pagi, belajar, atau langsung ke dapur setelah bangun tidur, tapi Zefa terlalu malas untuk melakukan semua itu.

Zefa menatap pesannya yang sudah dibalas oleh Naufal, tapi balasannya itu benar-benar membuatnya naik darah.

Naufal Ketua
Sp?

What the...?! Apa maksud dari balasan itu? Ia menunggu balasannya hampir seharian, dan jawabannya hanya dua huruf? Pria itu tidak gila kan? Padahal ia sudah mengatakan namanya juga di sana.

Zefa mengelus dadanya sabar, "Sabar Fa, masih pagi,"

Zefa yakin jika hanya chat pasti ia harus menunggu lama, dan ia yakin pesannya tidak akan tersampaikan. Jadi akhirnya Zefa langsung mendial tombol panggil, mumpung notif-nya menunjukkan bahwa nomor itu tengah online.

Cukup lama Zefa menunggu, tapi akhirnya terdengar suara dari seberang.

"Ha--?"

Belum selesai pemilik nomor itu berkata, Zefa sudah memotongnya begitu saja.

"Naufal! Lo apa-apaan sih? Gimana tugasnya? Gue sama Linda ngumpulinnya lusa, nggak bisa hari ini. Linda neneknya tiba-tiba mati, terus gue juga ada acara dadakan. Kalau lusa boleh nggak, pas disekolah?" jelas Zefa panjang lebar hanya dengan satu tarikan napas.

Tidak ada suara, Zefa pikir Naufal sudah mematikan sambungan teleponnya, "Naufal! Lo dengerin gue nggak sih?! Kalau sampai gue sama Linda nggak dapet nilai, Lo yang gue salahin!"

"Siapa?"

"Sumpah Fal! Nggak lucu tau nggak?! Lo tau kan Bu Ajeng galaknya gimana? Jangan main-main deh. Apa Lo send nomer Bu Ajeng aja, biar gue yang chat orangnya. Nanti kalau Bu Ajeng nunggu malah nambah masalah ke gue sama Linda, Naufal!" gerutu Zefa kesal.

Tut, panggilan terputus.

Mulut Zefa menganga tidak percaya. Berani sekali cowok itu mematikan sambungan teleponnya sepihak seperti ini? Ia tidak menyangka ketua kelasnya dapat sekejam ini kepadanya. Zefa memutuskan menyepam nomor Naufal kesal, mungkin sudah sampai 1000 pesan, lalu ia memblokir nomor itu.

Zefa berdecak kesal, "Gue nggak bisa jalan-jalan dong, ARGHH!!"

.
.
.

Di sinilah Zefa sekarang. Di area salah satu SMA Swasta terfavorit, SMA Penta. Dan yang lebih mengenaskannya adalah Zefa pergi ke sekolah di hari Sabtu, hari libur untuknya yang belum mengikuti ekskul di sekolahan. Ada banyak murid di sana sekarang, khusus yang mengikuti ekskul saja, sedangkan yang tidak mengikuti diperbolehkan libur, aturan terfavorit memang. Tapi sayang seribu sayang, mengikuti ekstra memang tidak wajib, tapi mengikuti jam tambahan ketrampilan adalah hal wajib yang harus diikuti oleh murid SMA Penta.

Lagipula bukan karena Zefa tidak mengikuti ekstra ataupun ketrampilan, tapi karena belum ada pemberitahuan ikut ekstra di kelasnya. Jadi ya, ikuti alurnya saja.

Hanya Zefa yang memakai baju biasa di sana, karena mereka-mereka yang mengikuti ekskul menggunakan seragam dari ekskul-nya masing-masing. Zefa cukup malu kala melewati anak-anak Pramuka yang tengah latihan di halaman, karena mereka yang sepertinya dari regu cowok menatapnya dengan tatapan yang tentunya berhasil membuat Zefa ingin terbang saat itu juga.

Sungguh, Zefa beruntung bisa sekolah di SMA Penta. Selain dari sekolahnya yang maju dan terkenal, SMA Penta juga dipenuhi dengan para kakak kelas tampan yang selalu berhasil membuat Zefa semangat datang ke sekolah setiap harinya. Sebenarnya cowok-cowok seangkatannya juga banyak yang tampan, tapi entah mengapa Zefa lebih berminat pada kakak kelas daripada anak-anak seangkatannya apalagi adik kelas. Tapi tidak tahu juga nanti.

Beetle Knight and PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang