Bab 37

3.3K 113 1
                                    

Selamat membaca....

🪲🦋

Suasana perpustakaan yang biasanya sepi kini nampak ramai dengan anak-anak yang mengurus masalah peminjaman buku. Beberapa percekcokan kecil juga terjadi pada siswa yang merasa sudah mengembalikan buku, namun terdata belum mengembalikan.

Sementara Zefa yang menghabiskan separuh harinya di perpustakaan benar-benar merasa terganggu dengan orang-orang yang berlalu-lalang di sekitarnya. Padahal ia sudah mencari tempat yang biasanya cukup strategis dan memiliki kemungkinan tidak dikunjungi karena hanya ada buku-buku pelajaran di sana.

"Ish, berisik banget sih!" sungut Zefa kesal. Ia mengangkat jaket yang ia gunakan untuk menutupi kepalanya.

"Kapan sih pulangnya?" tanya Zefa lagi.

Niken yang sedari tadi tengah membaca novel mendongak sekilas. Memperhatikan wajah sahabatnya yang nampak memprihatinkan dengan kelopak matanya yang membengkak karena menangis.

"Masih belum mau cerita?" tanya Niken entah untuk yang ke berapa kalinya.

Zefa mendengus, hendak menutup kepalanya lagi dengan jaket, namun Niken malah menariknya.

"Jawab gue dulu. Capek gue nungguin dari tadi," Niken menyimpan jaket Zefa di belakang, "lo kenapa bisa begini? Nggak mungkin perkara nonton drakor bisa bikin mood lo seaneh ini. Yang marah-marah lah, mendadak murung, diem gak jelas. Lo juga baru selesai PMS, nggak usah pake alasan yang nggak masuk akal,"

Zefa mengerjapkan mata mendengar ucapan Niken yang cukup panjang itu. Sejak kapan sahabatnya ini memperhatikan dirinya sampai sedetail itu?

"Jawab elah. Mau gue timpuk buku?"

Zefa menggeleng cepat. Bisa amnesia dirinya jika ditimpuk dengan buku yang kira-kira memiliki 400 lembar itu. Entah buku apa yang Niken baca sampai setebal itu.

"Jangan di sini Ken. Ntar ada yang denger," ujar Zefa yang membuat Niken langsung mengedarkan pandangan. Memang benar sejak masuk tadi perpustakaan sudah cukup ramai, bahkan sekarang malah lebih ramai lagi.

"Terus mau di mana? Di kelas?"

Zefa menggelengkan kepalanya pelan. Di kelas? Yang ada dirinya akan diecengin habis-habisan kalau sampai kabar putusnya dan Sean diketahui Lena dan teman-temannya.

"Di kantin aja deh, seenggaknya suaranya bakal agak keredam,"

Niken mengangguk miris. Sepertinya memang ada sesuatu, namun ia tidak bisa menebak apa pun karena kemarin Zefa terlampau bahagia karena diajak kencan oleh Sean. Lalu tiba-tiba saja hari ini gadis itu berubah seperti ini. Bukankah pantas jika dirinya curiga?

"Di pojokan sana?" tanya Niken menunjuk meja kantin yang berada di ujung.

Zefa menggeleng, di samping tempat itu biasanya dipakai abang dan teman-temannya berkumpul. Dan di antara teman-teman abangnya, pasti ada Sean yang akan menjadi sumber pembicaraannya kali ini.

"Keknya di sini nggak aman juga deh. Gue chat aja gimana?" Akhirnya Zefa memilih opsi lain yang mungkin lebih aman.

"Gue gedik juga kepala lo,"

.
.
.

Zefa menenggelamkan wajahnya di bawah bantal, ia masih teringat ucapan Niken ketika di rumah cewek itu tadi.

"Kalau dari cerita lo. Gue pikir Kak Sean nggak mungkin deh ngelakuin itu sama sahabatnya. Secara dia aja masih ke kafe, dan lo juga masih sempet ngikutin dia ke hotel itu. Dalam kurun waktu nggak ada sepuluh menit, mereka udah bersiap ngelakuin itu, gitu?"

Beetle Knight and PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang