Chapter 41

11 2 0
                                    

Wajah Rama berlumur darah. Ia hampir tidak merasakan tubuh bagian kirinya. Matanya terbuka samar. Tepat di depan matanya tergelatak Fasyah yang terlempar hingga keluar dari mobil. Petugas medis yang datang segera menangani Fasyah dengan cepat.

"Kalian akan selamat, Fasyah, bertahanlah." Ucap Rama dalam hatinya. Sudut bibirnya melengkung tipis. Matanya sudah kalut ingin memejam. Namun, urung. Seketika mendengar teriakan itu, ia seperti dipaksa untuk tetap sadar.

"RIANI!" Teriak Raka menggema sepanjang jalan.

"Lepas!"

"Istriku ada di dalam mobil!" Teriak Raka agar orang-orang membiarkannya mendekat ke arah mobil.

Tak memedulikan rasa sakitnya. Rama membuka matanya lebar-lebar.

"Riani-"

Melihat dari spion mobil depan Riani masih berada di dalam, tepat di belakangnya, dengan keadaan sudah tidak sadarkan diri.

Mobil itu terbalik. Yang membuat Rama tetap dalam posisinya ialah ia terikat sitbelt. Ia menarik kakinya yang terjepit dengan paksa.

"AAAAA!" Teriaknya. Tangannya memukul-mukul bagian mobil yang penyok dan menjepitnya ke dalam.

"Cepat lepas!" Rama menarik kakinya dengan kasar. Tidak peduli dengan rasa sakit yang menyayat. Kakinya akhirnya bisa lepas. Rama melepas sitbelt-nya dan mulai berpindah ke belakang.

"Tidak, tidak, Riani-" Rama frustasi melihat kondisi Riani yang juga terjepit sepertinya.

Wajah Riani penuh darah. Tangan Rama gemetar menyentuh pipi Riani. Darah. Hanya darah.

"Riani, kamu mendengarku?" Rama mengecek napas dan denyut nadi Riani. Riani masih hidup.

"Riani, kamu mendengarku? Jawab aku Ria!" 

Rama terus bersuara agar Riani menjawabnya. Tangannya yang hanya berfungsi sebelah kanan saja itu berusaha menyingkirkan bagian mobil yang menjepit kaki Riani.

"Ria, bangun, ini aku Rama, jangan tidur, Ria!"

Tak memedulikan dirinya yang juga terluka parah. Rama terus berusaha mengeluarkan kaki Riani. Riani juga terlilit sitbelt, sehingga posisinya masih terbalik mengikuti mobil. Berbeda dengan Rama sekarang.

"Ya Allah, tolong-" Isak Rama. Ia menangis melihat ia tak bisa melakukan apa pun. Ia mencoba untuk tetap tenang.

"Ugh" Riani mengeluarkan suara.

"Ria" Rama segera menunduk melihat wajah Riani.

"Ram-a"

"Syukurlah, kamu sadar, jangan takut, aku berusaha mengeluarkanmu, Ri." Rama terus memukul-mukul badan kursi depan untuk melepaskan kaki Riani. 

"Riani, Ri, dengerin aku, ini mungkin akan saki, tapi aku tahu kamu kuat, tahan ya, pegangan padaku." Sama seperti Rama, bagian kiri tubuh Riani seperti lumpuh. Hanya tangan kanannya yang bisa meraih tubuh Rama. Rama tersenyum, Riani bisa mendengarnya dengan baik. 

Dengan segala kekuatan yang tersisa, Rama mendorong badan mobil yang mengapit kaki Riani.

"Tarik kakimu, Ri."

Riani menggeleng, "Aku tidak merasakan kakiku Ram." Keluh Riani. 

Riani mulai sadar sepenuhnya, begitu pun Rasa sakit pada tubuhnya, tapi tidak dengan kakinya.

Perlahan Ramalah yang menarik kaki Riani. Tangan Riani meremas pakaian Rama. Riani mulai merasakan sakit yang menjalar ke seluruh tubuhnya saat Rama mencoba mengeluarkan kakinya.

White TulipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang