Chapter 35

17 2 0
                                    

"Vico?" Ucap wanita yang sudah cukup berumur itu. 

Senyum lebar di wajahnya itu menghilang sesaat setelah ia menyadari bahwa seorang laki-laki yang ia hampiri itu tidak mengenalinya.

"Oh, bukan Vico ya. Maaf, saya salah orang rupanya. Permisi." 

Dengan raut wajah kecewa nenek itu meninggalkan tempat dan berjalan pulang.

"Tunggu." 

Nenek itu menghentikan langkah dan berbalik.

"Apa anda orang yang juga mau membeli tanah itu? Maaf, tapi tanah itu tidak dijual, Nak. Dan untuk ke sekian kali saya memberitahu setiap orang yang datang untuk membeli tanah itu. Saya tidak tahu dimana pemiliknya sekarang."

"S-saya tidak datang untuk membeli tanah, Nek."

Nenek itu kembali mendekat.

"Apa kamu putra Reksa? Adiknya Vico? Iya, Nak? Kamu putranya Kamelia dan Reksa?"

Laki-laki itu terdiam sejenak.

"Bukan, Nek."

Raut kecewa kembali menyelimuti wajah wanita tua itu.

"Tapi, saya Raka, putra Aji Yudhatama." 

***

Raka. Laki-laki itu sedang menikmati senja di tepi pantai. Terduduk sendiri, tanpa seorang pun yang menyadari kehadirannya di tengah langit yang mulai berubah gelap. Kepalanya masih penuh dengan fakta baru yang ia dapatkan. Ya, Raka tidak pernah pergi tanpa alasan. Orang mungkin bisa menyebutnya melarikan diri, tapi pelarian Raka bukan tanpa sebab. 

Begitu pun kali ini. Pertemuannya dengan seorang nenek itu sedikit banyak membuka pikirannya. Bahwa keluarganya dan keluarganya Riani memang terhubung. 

Langit sepenuhnya menjadi gelap. Bulan mulai menggantikan peran matahari. Dengan cahaya yang diperolehnya dari sang matahari, bulan membaginya. Agar malam tak melulu tentang gelap.

Seperti itulah yang terlintas dalam pikiran Raka saat menyaksikan benda langit itu sendirian. Apa yang sejenak terlintas itu menyadarkannya. Raka beranjak dari duduknya. Menghembuskan napasnya dalam-dalam sekali lagi. Bibirnya mengulas senyum yang sudah lama menghilang dari wajahnya. 

"Pulang?"

"Pulang."

***

"Mas, kita harus bawa Riani ke rumah sakit sekarang juga, Mas." 

Jam menunjukkan pukul 2 pagi dan sepasang suami istri itu masih berdebat di tengah ruang keluarga yang lenggang. Bukan perdebatan yang saling membalas kata dengan kata. Hanya Ivana yang terus berbicara. Sedangkan, Vico hanya diam. 

"Mas, aku nggak mau ya, yang kejadian sama Ibu, kejadian lagi sama Riani. Ibu sakit dan nggak mau dibawa ke rumah sakit, kamu menurutinya Mas, dan semuanya terlambat. Sekarang—"

"Ivana" Vico menghentikan ucapan istrinya itu dengan tegas. 

"Terserah kalau kamu marah aku bawa-bawa almarhum Ibu, aku udah cukup kehilangan Ibu, aku nggak mau kehilangan Riani. Apa sih yang bikin kamu nggak mau bawa Riani ke rumah sakit? Cuma karena dia nggak mau? Atau kamu berpikir Raka bakal balik? Nggak biasanya kamu nggak realistis gini, Mas."

Vico kembali terdiam. 

"Faktanya udah 3 hari Raka nggak balik ke sini, keluarganya aja nggak tau dia dimana, kenapa kamu masih berharap ke hal-hal yang yang nggak pasti. Sekarang hal yang pasti itu kondisi Riani, Mas. Dia harus dirawat di rumah saki. Kamu aja nggak cukup!" 

White TulipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang