Chapter 25

17 2 0
                                    

Tangan Rama mengepal kuat, rahangnya mengeras, perasaan marah menyeruak dalam hatinya melihat pemandangan yang ditangkap matanya. Memperhatikan Riani dari kejauhan sudah menjadi kebiasaannya sejak ia tahu Riani ada di tempat yang sama dengannya. Melindunginya diam-diam, menunggu waktu untuk berani membersamai langkahnya di jalan itu. Tetapi, yang ia lihat sekarang, bukan dirinya yang berjalan di sisi Riani. Bukan ia yang membuat Riani tertawa bahagia. 

Kenyataan yang ia dapati, bahwa dirinya akan selamanya terperangkap di ujung jalan tanpa punya sedikit pun kesempatan membuat dadanya sesak. Akalnya tidak bekerja dengan benar. Rama melangkahkan kakinya ke arah Riani yang sedang berjalan bersama Raka.

Sebuah tangan menahan Rama. 

"Ria nggak bakal suka ini, Ram." Ucap seorang perempuan yang tidak lain adalah Fasyah.

"Aku juga nggak suka Syah lihat Ria sama laki-laki lain."

"Siapa yang kamu bilang laki-laki lain, Ram?"

"Kamu yang akan jadi laki-laki lain di hidup Riani sekarang!" Fasyah meninggikan suaranya.

"Aku katamu?" Mata Rama terlihat marah dan tidak terima dengan ucapan Fasyah.

Sedangkan Fasyah terdiam, tatapan marah Rama selalu membuatnya takut. Ia mengepalkan tangannya kuat, mencoba membuat dirinya berani.

"Sampai kapan, Ram?"

"Nggak ada yang minta kamu nunggu, Syah, kalau kamu mau pergi, silakan. Kenyataannya aku cuma cinta sama Riani."

Rama berlalu pergi begitu saja. Meninggalkan Fasyah yang diam tak berkutik, yang perlahan pipinya dibasahi oleh air mata.

Saat ini, Rama duduk tepat dibelakang kursi bus yang diduduki Riani dan Raka. Mendengar sayup-sayup obrolan keduanya. Rama menyandarkan kepalanya pada jendela bus.

"Keluarga, Riani bercerita tentang keluarganya, cerita yang aku sendiri tak berani menyentuhnya, dan pada Raka ia mudah menceritakannya. Sudah sejauh itu Raka memiliki Riani."

Bus lenggang, tapi kepala Rama sangat berisik dengan pikiran-pikirannya.

"Rama." Mata Rama terbuka saat mendengar namanya disebut.

"Rama, kamu mau cerita tentang Rama lagi, Ri?" Suara itu dari Raka.

Tak ada jawaban dari Riani.

"Kenapa kamu diam Ri?" Hati Rama terasa sakit. Sebenci itukah Riani dengannya.

"Aku belum minta maaf dengan cara yang bener, maafin aku ya Ri, udah pukul Rama."

"Mas kenapa bahas Rama sih?"

"Karena aku pengen kamu bener-bener berdamai sama masa lalu mu, bukan cuma selesai."

Riani menyandarkan kepalanya di bahu Raka.
"Itu lagi." Riani tersenyum. Sudah berapa kali ia mendengar kata-kata itu.

"Mas Raka nggak berencana yang enggak-enggak kan?"

"Rencana ap—"

"Aku ngantuk, Mas. Aku mau tidur. Aku mau Mas Raka bangunin. Dan itu berlaku untuk selamanya."

Raka tak berucap sepatah katapun lagi dan membiarkan Riani tertidur. Pandangannya menerawang bebas keluar jendela. Begitupun juga dengan seseorang dibelakangnya.

***

Sudah hampir 2 bulan segalanya berjalan normal kembali. Raka yang bekerja setiap pagi dan pulang di sore hari. Begitupun dengan Riani. Bedanya, Raka lebih sibuk karena posisinya sangat dibutuhkan di perusahaan hingga membuatnya sering lembur. Bersamaan dengan itu, Raka juga melanjutkan studinya.

White TulipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang