Chapter 9

17 2 0
                                    

"Saudara Raka Mahribbi Yudhatama bin Aji Yudhatama. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan adik saya yang bernama Riani Ramadhini Reksa binti Agustya Reksa dengan maskawinnya berupa seperangkat alat sholat dan emas 24 gram dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Riani Ramadhini Reksa binti Agustya Reksa dengan maskawinnya yang tersebut, tunai."

Semua saksi berucap sah. Ana, Widya, dan Kayla tidak sanggup menahan air matanya melihat sahabat baik mereka tanpa diduga telah menjadi seorang istri.

Tak lain dengan Rian, Ken, dan Devano. Ken yang selalu heboh nampak berbeda kali ini, ia begitu khidmat mengikuti prosesi pernikahan sahabat baiknya dari awal hingga akhir.

Tiba waktunya Raka menyematkan cincin pernikahannya ditangan Riani. Riani tersenyum dan mengangkat tangannya yang dihiasi dengan henna cantik itu perlahan. Berganti Riani menyematkan cincin pada jari manis Raka.

Riani mencium tangan Raka. Ia merasa tangannya begitu kecil di genggaman tangan kekar Raka. Raka balas mendaratkan ciuman di kening Riani.

Pernikahan dengan konsep pesta kebun yang bernuansa elegan minimalis digelar di outdoor villa perusahaan Gani di Bandung. Dekorasi sederhana dengan warna dominan putih menyatu dengan pepohonan sekitar yang hijau.

Raka menepati perkataannya. Ia sudah kembali berjalan dan menggandeng pengantinnya. Riani yang berbalut gaun putih kehijauan itu terlihat begitu cantik disandingkan dengan Raka dengan pakaian senada.

"Ibu bilang aku cantik dengan warna hijau." Ucap Riani pada Raka saat datang untuk fitting gaun pengantinnya.

"Kamu cantik dengan warna apapun, tapi kalau Ibu bilang seperti itu, pasti kamu cantik banget sama warna hijau."

Pesta pernikahan hanya dihadiri orang-orang tertentu dari kedua belah pihak. Keduanya memang memutuskan untuk tidak mengadakan pesta besar-besaran dan lebih mengutamakan kekhidmatan dan privasi.

Ketiga sahabat Riani dan ketiga sahabat Raka itu berkumpul di satu meja. Setelah menemui tamu undangan penting keluarga. Raka dan Riani duduk bersama mereka.

"Ria, apa-apaan kamu ini, orang yang gak pernah bahas cowok, malah jadi yang paling pertama nikah diantara kita." Ana berujar.

Riani tak tahu harus menjawab apa. Ia pun tak pernah menyangka hal ini. Semuanya terjadi begitu saja. Tak pernah terbayangkan olehnya.

"Gimana? Setelah ngomong kayak orang nggak punya semangat hidup 'gue udah selesai' 'gue udah nggak ada harapan'. Sekarang, udah dapet." Ucap Rian menirukan gaya bicara Raka yang kala itu sudah menyerah untuk mendapatkan Riani.

Raka menatap datar Rian. Ia sebenarnya malu, karena Rian membeberkan begitu saja keadaan dirinya kala itu di depan Riani dan sahabat-sahabatnya.

"Iya gitu? Kak Raka gitu? Waaaahhh." Ana tidak kalah antusias. Jarang-jarang ia melihat ice prince sekolah leleh juga kalau sudah jatuh cinta.

"IYAA—" Raka langsung menjejalkan kue kering yang ada di meja ke mulut Rian. Semua orang tertawa. Raka sangat berusaha agar dirinya tidak terlihat salah tingkah dan melunturkan image-nya selama ini.

Riani dan Raka sudah kembali ke dalam ruangan. Membiarkan para tamu menikmati pesta kecil yang diadakan keluarganya. Raka tak bersama Riani. Riani meminta izin untuk memenuhi Vico, tapi nampaknya terlalu lama. Dan Raka tidak tahu harus apa sendirian. Ia berjalan menyusuri villa beruntung jika bertemu dengan Riani dan Vico.

Raka melihat keduanya, ia hendak berjalan mendekat, tapi langkahnya terhenti.

"Mas, kenapa masih nangis aja?" Suara Riani parau.
"Kalau kamu masih nangis aja dan nanya terus ke Mas, Mas gak bisa berhenti nangis."

White TulipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang