Epilog

23 1 0
                                    

Bocah laki-laki berumur 2 tahun sedang bermain seorang diri di ruangan yang terlihat seperti ruang tamu. Di atas karpet yang hangat, dikelilingi banyak mainan, ia menumpuk balok berwarna-warni satu persatu. Berulang kali ia menoleh ke arah tangga, selama itu pula wajahnya berubah masam. Seolah tak menikmati permainannya sama sekali. 

Sedangkan Riani, sedang sibuk mengganti baju bayi yang baru berusia 2 minggu. Bayi laki-laki mungil itu sedang memandangi sang ibu dengan manik cokelatnya yang indah. Sangat mirip dengan Riani. Setelah memberikan mainan pegangan, Riani keluar dari kamar berdiri di dekat pintu.

"Rama" Teriaknya masih dengan suara yang lembut.

Anak laki-laki yang sebelumnya berwajah muram itu langsung tersenyum, "Iya Mama."

"Kamu masih main di ruang tamu kan, Nak?"

"Iya Ma. Ama dicini."

Riani merasa lega. Ia hendak berjalan untuk melihat putra sulungnya, tapi terdengar suara rengekkan dari bayi kecil yang ia tidurkan di tengah tempat tidur.

"Rama tetap disitu ya, Sayang, Papa bentar lagi pulang kok, Mama ngurusin adik dulu, ya." Riani buru-buru kembali ke kamar dan menggendong bayinya.

Senyum yang merekah menenangkan itu kembali menghilang. Ia tak lagi berminat dengan semua mainan-mainannya. Dimatanya, semua terlihat tidak menyenangkan tanpa Riani bersamanya.

"Assalamu'alaikum. Papa pulang." Ucap seseorang yang baru saja membuka pintu.

"Papa!" Rama langsung berdiri menyambut kepulangan Raka.

"Masyaallah anak Papa." Raka membuka lebar-lebar tangannya, menunggu Rama berlari dan memeluknya.

"Ayaikum yam yam, Papa."

"Main apa nih? Asik banget Papa lihat. Semuanya dimainin sama Rama, ya."

Sembari meletakkan tasnya di sofa dan melonggarkan dasinya. Raka membawa Rama dalam gendongannya.

Rama berubah sedih dan menyandarkan kepalanya pada pundak Raka.

"Loh, kok Papa nanya nddak dijawab, hem?"

"Ama nddak cuka main endiyi. Mu Mama."

Raka tersenyum tipis menanggapi keluhan putranya. Selama ini Rama begitu dekat dengan Riani, dan ketika perhatian Riani mulai terbagi dengan putra keduanya, pasti Rama langsung merasakannya.

"Iya, Mama lagi ngurusin adik sebentar, Rama sama Papa dulu ya. Mau mandi sama Papa?"

"Um, um." Rama manggut-manggut dengan senyum yang kembali merekah.

Raka membawa Rama masuk ke kamarnya dan menurunkannya di depan lemari.

"Rama pilih baju dulu ya, Papa mau lihat Mama sebentar aja."

"Um, ciap Papa."

"Pinter." Raka mengusap lembut puncak kepala putra sulungnya dan beranjak pergi.

Raka melihat Riani sedang menimang-nimang bayi di gendongannya sembari duduk di tepi tempat tidur dan memejamkan matanya yang terlihat lelah.

Tok. Tok.

"Assalamu'alaikum, Ri, aku pulang."

Riani langsung membuka matanya.

"Wa'alaikumussalam, Mas, aku nggak sadar Mas pulang." Buru-buru ia beranjak dari duduknya.

"Udah, udah, duduk aja."

Raka memegang bahu Riani, dan memintanya untuk tetap duduk.

"Ryuu, dari tadi tidur?" Tanya Raka sembari membubuhkan ciuman di kening Riani.

White TulipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang