27. The Fucking Douchebag

377 17 0
                                    

Aku upload kalau sempet ya, soalnya banyak banget ide cerita yang pengen ku up..

Mampir dong di ceritaku yang lain.. :)

Jangan lupa vote dan komennya ya kalau kalian masih nunggu cerita ini...

*****


Aku terbangun dengan mata mengerjap. Sinar matahari yang sudah terpapar terang melewati celah ventilasi kamar memberitahuku bahwa pagi mulai beranjak siang. Menguap, aku membaringkan tubuh dari posisi telungkup, menghalau AC kamar yang tadinya menerpa bahu telanjangku.

Kulirik sisi sebelah ranjang dan kosong menyapaku. Sepertinya Jeff sudah bangun lebih dulu. Pandanganku menyapu jam di atas nakas. Pukul 11 siang. Yah, aku tidak kaget, kemarin aku baru bisa tidur setelah pukul 3 pagi. 

Aku tersenyum mengingat percintaan kami semalam. Semenjak tiga hari yang lalu, dimana kami bertengkar hebat sebelum akhirnya kami berbaikan, aku merasa menjadi lebih dekat dengan Jeff, terlebih secara emosional. Walau kadang aku sering memergokinya melamun di setiap kesempatan, setidaknya aku lega dia tidak lagi menyiksa diri dan mendorong pergi semua orang di sisihnya. Jeff sudah tak lagi minum setiap malam dan mengurung diri. Aku bangga dia mau berusaha keras menerima semuanya. Aku tahu itu semua sulit karena aku pun juga melakukannya. Semua melakukannya. Kami hanya butuh waktu untuk memproses kejadian ini.

Mengusir kesedihan yang tiba-tiba menyapaku, aku bangkit dari ranjang. Sambil meregangkan otot-otot leherku, kuraih kaus hitam Jeff yang tergeletak di lantai dan meloloskannya lewat kepalaku. Dengan sleepy short dan rambut bunny asal-asalanku, aku beranjak keluar kamar.

Air. Aku butuh air. Tenggorokanku rasanya benar-benar kering. Aku hendak menuju dapur, tapi belum terhitung 2 langkah berjalan, suara hiruk pikuk menghentikkan langkahku.

Alisku mengernyit dan tanpa sadar kakiku berpindah haluan. Suara acak dan ramai -sangat ramai terdengar begitu jelas begitu aku mencapai ambang ruang tamu.

"... menelponnya? What the fuck Liam!" teriak Jeff, suara bass nya samar-samar teredam keramaian yang ku yakin sumber nya dari depan gerbang. What the hell is going on!?

Mataku melirik bergantian 5 orang di depanku. Jeff dengan celana pendek dan bertelanjang dada sedang menyalak pada Liam yang berkacak pinggang dengan wajah tertuduh. Rad duduk bersandar di kursi panjang dengan sebotol Jack Daniel di tangan kanannya, tampak tak peduli. Sedang Matthew sendiri berdiri tak jauh dari Merrysa yang sedang mengintip ke arah luar dari celah gorden navy yang tertutup rapat.

Mereka belum menyadari kehadiranku sampai aku berdehem cukup keras. Semua kepala langsung tersentak kearahku.

"Cait, kau sudah bangun." ekspresi Jeff berubah lembut ke arahku.

"What is going on!?" aku melangkah lebih dekat, Jeff meraih tanganku.

"Ada banyak wartawan di luar." sahut Merrysa, mendahului Jeff.

Jeff menghela napas. Aku berjalan ke arah jendela dengan wajah bingung. Begitu melihat secara langsung puluhan wartawan dan gadis-gadis bergelayutan di pagar depan, rahangku terbuka sepenuhnya.

"What the.."

Bagaimana bisa mereka menemukan rumah ini. Astaga, ini benar-benar kacau. Dari awal kami sudah merencanakan untuk merahasiakan apapun jika menyangkut hal pribadi. Termasuk saat kami datang diam-diam kembali California, tepatnya 5 hari yang lalu.

Sejak pertama kali nama Demon Wings melambung, Jeff sudah bersumpah akan merahasiakan identitas Clara. Bukannya Jeff tak mau mengakui. Alasan nya lebih kompleks dari itu. Clara hidup sendiri dan Jeff tak mau ambil resiko dengan membahayakan keselamatan Clara jika sampai semua tahu siapa Clara baginya.

Living With The RockersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang