26. Love.. Its means?

412 29 0
                                    

Hi, masih ada yang nungguin lapak ini kah?

But, anyway kita udah hampir nyampe ending. So, ramein dong vote komennya.

Kalau udah end kalian mau di buatin special part POV nya Jeff ga? 



Aku tidak tahu mana yang benar, karena aku cukup yakin rasanya sama saja. Bibir Jeff dibibirku terasa seperti segalanya. Rasanya seperti hidup, mati, dan terlahir kembali sekaligus. Lidahnya di dalam mulutku, bergerak liar dan penuh gejolak, menyesakkan napas dan membakar jiwa.

Dia menciumku dengan posesif, seakan-akan sedang menyatakan kepemilikan atas diriku sekaligus membakar habis rasa amarahku, berganti dengan hal lain yang lebih memabukkan.

Satu tangan Jeff bergerak turun dari dinding, merentang di sepanjang kulit pipiku sebelum akhirnya bertengger di belakang leherku. Dia membawaku berjalan beberapa langkah hingga ranjang di belakangku menggantikan dinding kokoh yang sebelumnya kujadikan tumpuan.

Aku telentang dibawahnya. Suara yang berat dan bergemuruh naik dari dadanya saat ia menggigit bibir bawahku. Aku terkesiap lagi saat gigitan kecil itu seolah meledak menembusku. Jeff menngambil kesempatan, memperdalam ciuman itu. Aku menikmati rasanya, menyerah pada logika ku. Aku tidak bisa menahan diri karena dia ada dimana-mana. Di segala hal, di seluruh tubuhku. Aku terbakar.

Sekarang tangan itu pindah ke pinggangku. Jeff mengembangkan jemari, ujung jemarinya menghujam pinggangku. Lalu tangan panjang itu bergeser lagi, merayap turun ke kakiku. Dia mengangkat kakiku dan mengaitkan di pinggangnya, lalu dia menekan begitu mesra hingga aku mengerang di bibirnya. Kami terus membelai satu sama lain. Ya Tuhan. Ini luar biasa.

Jeff menarik diri, memberi ruang untuk bernafas sementara bibir panasnya turun ke bawah telingaku. Tangannya yang kasar menyusup kebalik blouse ku dan aku melengkungkan punggung ke arahnya, memberinya akses.

"Astaga, Jeff..." Suaraku terdengar parau saat menyebut namanya. Tanpa berhenti, dia menggeram di ceruk leherku sebagai jawaban. Sebenarnya itu tidak lebih baik karena efek suaranya membuat perutku melintir hebat..

Aku ingin dia berhenti tapi aku tidak ingin dia berhenti.

Aku menutup mata saat bibir Jeff kembali ke bibirku. Tapi kali ini ciuman Jeff lebih menuntut dan kasar. Aku kewalahan. Napasku memburu dan aku membuka mata.

Tepat saat itu juga aku menyadari kami tidak berada di kamar Jeff atau kamarku. Sebagian akal sehatku mulai merayap kembali. Mom baru meninggal dan kami tidak seharusnya melakukan ini. Di kamarnya. Tidak, Ini salah.

Jeff berhasil menemukan pengait bra ku dan akan membukanya ketika aku mendorongnya mundur.

"Jeff!" dia bergeming. Aku berusaha melepas diri tapi dia tidak mendengarku. Jadi, ku gigit bibir bawahnya. Cukup keras hingga dia akhirnya mengerang kesakitan dan menjauh.

"Jeff, we need to talk!"

Aku bisa mendengar sekilas dia mengumpat sebelum akhirnya netra birunya beradu tatap dengan milikku. Ada perubahan emosi pada matanya saat pandangannya terkunci kepadaku.

Kami berpandang-pandangan, bernapas berat. Ada jeda panjang sebelum dia mengakhiri keheningan. "Caitlleen.."

Jeff memejamkan mata, menekan dahi ke ranjang di sebelah kepalaku. Dia masih berada di atasku dengan bibir membisu, mencoba memasukkan kembali udara ke paru-paru kami. Setelah beberapa kali menghela napas panjang, dia berbisik di telingaku.

"Aku minta maaf. Aku menyakitimu."

Aku mendorong Jeff menjauh dan kali ini tanpa perlawanan dia membiarkanku. Sambil merapikan blouse ku yang berantakan karena ulahnya aku bergerak kepinggir ranjang, memunggunginnya.

Living With The RockersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang