5. Comfort Zone

1.5K 51 0
                                    

One more concert and go back to the street

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


One more concert and go back to the street

Semenjak aku merasakan gejala mual dan pusing, aku masih merasakannya sampai saat ini. Sekeras mungkin aku berusaha untuk menyembunyikan gejala sakit ku ini dari para priaku, tapi rasanya itu sulit sekali mengingat kami selalu berada di tempat yang sama, bus wisata. 

Setiap menjelang pagi aku tidak pernah absen untuk ke kamar mandi, memutahkan seluruh isi perutku yang mual. Baru kali ini aku sedikit bersyukur karena para priaku tidur terlalu nyenyak. Setidaknya mereka tidak akan tahu aku selalu melakukan kebiasaan ini selama tiga minggu.

Setelah muntah-muntah setiap pagi, aku biasanya bisa melalui sisa hari tanpa memuntahkan isi perutku lagi. Walaupun rasa mual masih mendominasi perutku dan aku mulai kehilangan berat badan karena selalu mual jika mencoba untuk makan. Dan hal itu mulai disadari oleh mereka, bahkan saat Rad dalam kondisi mabuknya. Mereka mulai mencurigai kondisiku dan aku tahu tidak lama lagi mereka akan membujukku untuk pergi ke dokter.

Sesungguhnya aku lebih khawatir apa yang salah dengan diriku dari pada pergi ke dokter sekarang. Aku ingin menundanya selama mungkin jika itu bisa, setidaknya setelah melewati liburan musim panas.

Berbicara tentang liburan musim panas, aku telah menemukan rumah yang cocok untuk kami lewat situs daring. Rumah itu satu-satunya yang berada di pinggiran pantai. Ini sempurna. Aku bisa menjamin takkan ada seorang pun dalam satu mil dapat mengganggu kami. Dan jika para lelaki merasa bosan, mereka hanya perlu mengemudi empat puluh lima menit untuk menemukan sebuah club atau bar

Seperti yang mereka katakan, seusai aku memberitahu rincian rumah yang aku pilih, mereka langsung setuju tanpa pikir panjang. Seolah mereka memang memasrahkanku untuk mengatur segalanya. Semua berjalan begitu cepat. Tanpa berlama-lama lagi aku segera mengurus pembayaran untuk harga sewa rumah kami. Di hitung dari sekarang, hanya ada beberapa hari lagi yang tersisa hingga tour bulan ini selesai. Satu pemberhentian, dua kali konser lagi dan kami akan memulai rencana liburan ini. Aku sangat bersemangat karena kami memang tidak pernah liburan musim panas. Sepertinya aku harus membuat jadwal kegiatan apa saja yang aku lakukan selam liburan. Itu pasti akan mengasyikkan.

"Cait, aku rasa kau harus pergi ke dokter."

Kepalaku tersentak saat mendengar suara Jeff. Entah sejak kapan dia dan Liam telah duduk di bangku bis belakangku.

Aku berdehem. "Itu tidak perlu." tolakku. Aku sudah terbiasa dan aku pikir aku bisa mengatasi kebiasaan muntah ku ini untuk kedepannya. Lagian aku juga tidak merepotkan mereka.

"Kenapa kau sangat keras kepala, Caitleen?" Liam menggerutu.

Aku ingin beranjak namun Jeff duduk tepat di belakangku, jadi aku tidak punya waktu untuk pindah ketika dia meraih dan menarikku di atas pangkuannya. "Liam benar, Caitleen. Lihat, tubuhmu semakin kurus sekarang. Kau tidak makan. Dan aku mendengarmu di kamar mandi pagi ini. Kau juga tidur sepanjang hari dan suasana hatimu sering berubah-ubah. Aku yakin ada yang salah denganmu. Demi tuhan jangan mengelak lagi Caitleen."

Aku menggeleng. "Aku tidak ingin pergi ke dokter, Jeff."

"Kami akan pergi denganmu, Cait. Kau tidak perlu khawatir. Ini semua demi kebaikanmu." ucap Liam sembari memutar-mutar stick drum di jarinya dengan ahli. 

Aku menatapnya dengan intens. Dia benar-benar mengkhawatirkanku. Aku dapat melihat dari cara dia menatapku bahwa dia sedikit takut juga. Aku tidak bisa melihatnya seperti itu. Jadi aku mengalah. "Okey." aku berbisik. "Aku akan menemui dokter ketika kita sampai di rumah pantai."

Mereka lega mendengar keputusanku. "Apapun itu, kita akan melewatinya bersama-sama." aku menyadari bahwa Liam berfikir bahwa ada sesuatu yang buruk denganku. Segera, aku turun dari pangkuan Jeff dan naik ke pangkuan sang drummer. Tanganya mengepal di sekitar tubuhku dan aku membiarkannya memelukku. Tidak ada yang berbicara sepatah katapun sampai kami melewati malam yang panjang. 

*****

Aku terbangun dengan tubuh hangat menyelimutiku. Ini sudah biasa bagiku untuk tidur di tempat tidur yang sama dengan salah satu dari mereka. Aku menggeliat pelan, diam sejenak untuk mengumpulkan nyawaku yang masih belum menguasai kesadaranku. 

Aku bisa merasakan terpaan nafas hangat dari ceruk leherku. Dari caranya bernapas aku tahu itu Liam. Setelah menguap sekali lagi, aku segera bergerak hingga aku duduk. Liam bahkan tidak bangun karena pergerakanku. Tangannya yang tadi memelukku jatuh kembali ke sofa di sampingnya saat aku berdiri, mencoba untuk merenggangkan beberapa kekakuan otot-otot di tubuhku yang lelah.

Aku melirik Liam sekali lagi. Tanpa sadar senyum ku terbit, hatiku sedikit meleleh. Dia seperti para priaku lainnya. Mencintaiku lebih dari apapun di dunia ini dan aku mencintainya sama banyaknya. Tersenyum, aku mengambil selimut dari kursi di seberang dinding dan menutupkannya pada tubuh besar Liam sebelum membungkuk untuk menciumnya singkat di alisnya.

Bis masih tetap bergerak dan aku tahu harusnya aku masih tidur karena nantinya tidak akan ada waktu untuk tidur ketika kami sampai di Galvestone. 

Tidak seperti pagi biasanya, perutku kali ini mau bekerja sama denganku sehingga aku tidak harus memutahkan cairan hijau itu lagi di kamar mandi. Jadi, aku bergerak masuk melewati ruang tempat tidur, dimana ada dua set tempat tidur yang saling berlawanan di tepi setiap dinding.

Matthew bergumam dalam tidurnya, Gibson favourite nya di cengkeram dalam pelukannya seperti anak kecil dengan boneka hewannya. Lalu mataku bergerak ke arah lain, di tempat tidur bawah, aku menemukan adiknya sudah tidur terlelap. Aku mendekat, memastikan bahwa Rad tidak sedang memegang botol minuman keras yang terbuka tutupnya sebelum akhirnya aku mengurungi punggung telanjangnya dengan selimut.

Dari pada yang lain, aku lebih mengkhawatirkan Rad. Tidak seorang pun yang pernah membicarakan tentang alasannya membutuhkan minuman keras untuk melupakan masa lalunya. Kami semua tahu setan apa yang ada dalam dirinya. Dan kami semua membiarkan itu sampai dia telah siap karena jujur tidak ada yang bisa kami lakukan selain mengawasinya. Dua kali kami membujuknya untuk ke rehabilitasi dan itu berakhir dengan tidak baik.

Beralih ke tempat lain, aku menemukkan Jeff tertidur di tempat aku biasa tidur di bagian depan bis. Dia berbaring tengkurap dengan memeluk erat bantal dan selimut kesukaanku di pinggangnya. Aku mengerjap pelan. Kenapa dia tidur disini? Seingatku dia selalu benci bagian depan bis karena jendela-jendelanya tidak menggunakan kaca gelap dan cahaya matahari yang masuk selalu menyilaukan matanya. 

"Jeff.." panggilku pelan. Aku mendorong pundaknya, membuatnya berputar sehingga aku bisa naik di sampingnya. Dia bahkan tidak protes saat aku meringkuk dekat dengan dada telanjang dan berbantalkan kepalaku di dadanya.

"Hmm.." Jeff berdehem saat aku menghirup aroma tubuhnya yang unik sembari memejamkan mata. Harum tubuhnya selalu membuatku nyaman dan betah berlama-lama di dekatnya.

Sedetik kemudian, aku bisa merasakan bibir lembut yang hangat menyapu dahiku dan tangannya yang kuat melingkar di sekitarku, menarikku lebih dekat lagi kedadanya. "Kau tidak tahu betapa bahagianya aku karenamu saat ini." gumamnya saat aku sudah setengah tertidur, aman dalam pelukan pria yang memiliki tubuh dan jiwaku.

To be continue...















Living With The RockersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang