Hasil kerja keras Reksa selama beberapa bulan ke belakang akhirnya terbalas. Skripsinya sudah selesai, Reksa hanya perlu fokus untuk tahap selanjutnya yaitu persiapan ujian skripsi juga sidang. Kekhawatiran lelaki itu sedikit berkurang sekarang. Kemarin malam, Reksa, Arif, dan Gita merayakan kabar baik itu. Keluarga kecilnya melakukan dinner bersama di salah satu restoran mewah, berkumpul sambil mengucap banyak rasa syukur.
Gita adalah orang yang paling bahagia melebihi Reksa sendiri. Wanita itu terus saja menatap Reksa penuh sayang sambil mengusap lembut puncak kepala sang anak. Ia masih menangis, melihat langsung perjuangan Reksa beberapa tahun ke belakang dengan Arif yang tak berhenti menepuk pundak Reksa penuh bangga.
Menjadi yang pertama, Reksa tidak merayakannya bersama Cakra, Dirga, dan Arsen. Ia menghargai bahwa teman-temannya juga masih berjuang, rasanya tidak menyenangkan jika dirinya sendiri yang berpesta. Untuk itu Reksa menolak walau para sahabatnya itu berkata mereka santai. Reksa memilih menunda perayaan sampai mereka semua berhasil dan lulus bersama.
"Yang bener dong mukulnya, Mas Gatra!"
Reksa menatap sang Ayah lelah. "Papa yang nggak nerima kok Gatra," jawab Reksa tak mau kalah.
"Angin."
"Ya, terserah. Papa udah salahin angin belasan kali hari ini."
Mendengar keluhan sang anak yang terus mengalir, Arif jadi merajuk. "Ngalah sekali sama papanya, Mas!"
Reksa selalu rutin bermain badminton di waktu luangnya, namun sore ini sang ayah tiba-tiba saja ingin bergabung padahal Arif baru pulang dari kantor. Mungkin ayahnya masih merasakan euforia keberhasilan Reksa, mendadak ia jadi selalu mendekati Reksa dan tiba-tiba berkata 'Papa bangga banget sama Mas Gatra'.
"Istirahat dulu, Mas?"
"Oke deh."
Keduanya berjalan menuju kursi samping lapangan. Gor indoor perumahan tempat Reksa tinggal memang selalu sepi, terlebih hari ini bukan weekend. Jika ada yang memakai pun pasti pagi, sangat jarang penghuni komplek menggunakan Gor di sore hari. Untuk itu Reksa lah yang memilih jam ini, agar lebih fokus bermain walau kadang ia kesulitan untuk mencari lawan bermain.
Arif menoleh pada Reksa setelah meneguk habis sebotol air mineral. "Kue yang kemarin enak."
Reksa yang sibuk menyeka keringatnya dengan handuk jadi memandangi ayahnya penuh tanya. Mata Reksa memicing, dapat mendeteksi senyum aneh yang ayahnya tampilkan. "Apa?"
"Bikinan siapa tuh? Mama kemarin bilang loh, cuma Papa pengen dengar langsung dari kamu."
"Dengar apa, Pa??"
KAMU SEDANG MEMBACA
BLOOMING
Teen FictionBloom (noun): A Beautiful Process of Becoming. Sederhana saja, Areksa Gatra Sadajiwa jatuh cinta pada target incaran sahabatnya sendiri. Namira Gea Raespati, si primadona tersembunyi kampus yang ternyata punya banyak kejutan. This book are about joy...