Reksa bersumpah dengan segenap jiwa raganya bahwa sekarang ini dia sangat ingin sekali membekap mulut Cakra yang mengomel tidak berhenti dari satu jam lalu. Cakra mondar mandir di dalam ruang unit gawat darurat, menatap Reksa kasihan namun juga kesal dalam satu waktu. Pemuda yang kini hanya mengenakan training merah dan kaus seadanya itu semakin mendelik ketika netranya mendapati ada kehadiran Arsen dalam radius sepuluh meter, pria merepotkan lainnya sudah datang, begitu kira-kira arti dari lenguhan napas panjang Cakra.
"Makannya punya badan tuh dirawat," keluh Cakra, tangannya melempar kunci mobil Reksa yang tadi sempat mereka pakai untuk sampai disini.
Arsen langsung duduk tanpa salam, membuka bungkusan permen karet dan memasukkannya ke dalam mulut. "Buset, mama lo pasti kalah bawel sama Cakra ya, Sa?"
Reksa mengangguk dramatis. "Malesin banget gue udah dengar omong kosongnya selama satu jam penuh," keluh Reksa.
"Sialan, dasar nggak tahu diri. Yang bawa lo pas tadi tumbang siapa hah?" tanya Cakra, melotot galak pada Reksa.
Jelas pemuda Cakrawala itu tersinggung, sore tadi dia dapat telepon darurat dari Nada, sang wakil ketua himpunan, katanya Reksa tumbang dan hampir pingsan. Cakra yang baru saja keluar dari kamar mandi spontan bergerak cepat untuk meraih kunci motor dan pergi ke kampus yang jaraknya hanya dua menit dari kosannya. Ketika Cakra membuka pintu sekre, Reksa sudah terduduk lemas dengan mata sayu dan wajah yang terlihat sangat lesu, karena tidak banyak mahasiswa yang masih berada di lingkungan kampus, alhasil Cakra hanya meminta bantuan kepada mereka untuk menaikkan Reksa ke dalam mobil, setelah itu serahkan semuanya pada Cakra.
Dan berakhirlah mereka disini, dengan selang infus yang melekat pada lengan kiri Reksa, kemeja putihnya digulung rapi setengah sikut, hal yang semakin membuat Cakra kesal karena mereka terlihat seperti tuan muda dan anak tukang kebun. Lagipula mana bisa kaus melar Cakra disandingkan dengan kemeja mahal Areksa, sorot menilai dari orang-orang asing yang membuatnya kesal.
"Umurnya sisa berapa hari lagi?"
Reksa menoleh sewot, tangan pemuda Sadajiwa itu ramah menoyor kepala Arsen. "Gue cuma kurang imun aja, badan gue lagi nggak fit. Jangan ngomong macam-macam, lo."
"Padahal tadi pas di sekre dia udah kaya mumi, lo lihat aja kantong matanya, ngalahin kantong kangguru." Cakra menghina sang sahabat tanpa beban.
"Lagian jadwal lo itu terlalu diforsir, lepasin aja himpunan toh udah ada yang urus, udah bukan tanggung jawab lo."
Benar. Sebetulnya sudah dilakukan rotasi jabatan namun baru di dalam organisasi, pihak kampus belum benar-benar mengumumkan siapa ketua dan wakil ketua yang baru. Hanya saja karena belum ada pernyataan resmi Reksa selalu berpikir bahwa ini adalah tanggung jawabnya, setidaknya biarkan dia mengabdi sampai festival ulang tahun kampus selesai maka dia akan melepas jabatannya sebagai ketua himpunan dan merelakan beberapa tahun berharganya bersama himpunan ketika dia masih mencari begitu banyak pengalaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLOOMING
Teen FictionBloom (noun): A Beautiful Process of Becoming. Sederhana saja, Areksa Gatra Sadajiwa jatuh cinta pada target incaran sahabatnya sendiri. Namira Gea Raespati, si primadona tersembunyi kampus yang ternyata punya banyak kejutan. This book are about joy...