2. Ayah Bilang, Dia Sedang Menyelamatkanku

1.1K 193 75
                                    

Dengan sisa tenaga yang keburu habis akibat mengerjakan tugas komunikasi bisnis sebanyak dua puluh halaman di perpustakaan, aku merekahkan payung lipat yang sudah menjadi senjata andalanku sehari-hari di musim penghujan ini. Jika pada film detektif yang kutonton tokoh utamanya menyimpan senjata andalannya di balik jaket, maka aku pun demikian. Aku menyimpan senjata andalanku ini di balik kompartemen tas yang sudah hampir jebol dan isinya mulai menyatu dengan benda-benda dari bagian tasku yang lainnya. Senjata andalanku ini berguna untuk memerangi serangan dari dua arah. Satu dari atas---dari hujan yang tumpah---satu lagi dari genangan air di jalan yang yang biasanya dicipratkan oleh manusia egois tak tahu diri.

Logikanya, aku tidak akan mungkin bisa menangkal serangan dari dua arah sekaligus, kecuali payungku dua, dan itu akan membuatku seperti orang gila yang luput dari penangkapan petugas dinas sosial. Aku juga tidak mau mengenakan jas hujan. Dengan keuanganku yang pas-pasan, jas hujan yang bisa kuusahakan hanya kantung plastik khusus sampah berukuran besar. Iya, kondisi keuanganku memang setragis itu. Maka itu aku hanya bisa berdoa semoga serangan tak datang dari dua arah. Sayangnya, hari itu aku sedang sial.

Mulanya yang kudengar hanya suara deruman mesin mobil berkecepatan tinggi, melaju dari arah belakangku. Ketika suara itu mendekat, lantas ... BYURRRR! Tanpa kemurahan hati sedikit pun pengendaranya melindas genangan air percis di sebelahku hingga cipratannya mengenaiku. Satu sisi tubuhku basah. Rambutku, jaket denimku, celana panjang yang seharusnya masih bisa kupakai untuk dua kali lagi, sepatu ketsku, benar-benar tak ada bedanya dengan permukaan trotoar di bawah pijakanku alias basah kuyup! Sialan. Belum lagi hawa hari ini benar-benar dingin.

"Anak lacur sialan," makiku geram masih dengan suara pelan. Aku hanya memandangi mobil yang sudah jauh di depan itu dengan tatapan tajam penuh amarah, lalu berusaha menarik nafas dalam-dalam meski rasanya berat. Tekanan darahku pasti melambung tinggi. Orang-orang seperti si tengik pengendara mobi tadi memang biasanya menjadi penyebab utama penyakit hipertensi pada manusia emosian sepertiku. Untung saja pengemudi sialan itu tidak berhenti, dia jadi tidak perlu merasakan serangan barbarku hari ini.

Aku lanjut berjalan. Bunyi langkahku jadi menjijikkan. Ya bayangkan saja, kaus kaki basah dan sepatu yang sebagian besar isinya adalah kelembaban genangan air yang berhasil menyelinap masuk, hanya suara rayuan buaya darat saja yang berhasil mengalahkan betapa menjijikkannya bunyi langkahku ini.

Belum sampai aku mengayun lima langkah, tahu-tahu mobil yang kupastikan sebagai tersangka utama kesialanku hari ini mundur dengan kecepatan yang juga tinggi. Mengendarai dengan cara seperti itu, pengemudinya pasti manusia setengah waras.

"Halo, Yoo Jinah," sapa si pengemudi ketika roda-roda berdecit berhenti tepat di sebelahku dan kaca jendelanya meluncur turun perlahan.

Lim Taehyung, rupanya. Pria ini entah bagaimana punya efek yang hampir sama denga Choi Seonsaengnim, bisa membuat seluruh mahasiswi di kampus kami menggila, bahkan gosipnya pernah ada dosen wanita bersuami yang terang-terangan menggodanya. Lihatlah wajahnya. Tampan tapi kurang ajar. Cengirannya yang seakan menyatakan bahwa dunia ini baik-baik saja tanpa kelaparan dan peperangan membuatku ingin sekali meremat mulutnya.

"Punya sesuatu yang ingin kau katakan? Permintaan maaf, mungkin?" tanyaku sinis dengan memikul payung di satu bahu sementara tanganku yang lain bertopang pada pinggang.

"Tentu. Kalau saja kau gadis lain, aku tidak akan melakukannya karena jadwalku hari ini padat sekali. Aku punya undangan casting di dua rumah produksi, dan pemotretan untuk majalah fashion di tempat lainnya. Jadi aku akan melakukannya dengan cepat. Yoo Jinah, maafkan aku. Ijinkan aku menebusnya dengan mengajakmu kencan malam minggu ini, bagaimana?" Taehyung mengacungkan ibu jari dan mengedip satu matanya penuh percaya diri padaku.

Permintaan maaf macam apa ini? Tapi karena hal ini, aku jadi tahu apa red flag Taehyung. Narcissistic Personality Disorder. Bitna harus tahu. Masa bodoh kalau ini hanya kesimpulan prematur hasil observasi asal-asalan dariku yang tidak punya kapasitas sebagai ahli ilmu kejiwaan, tapi Taehyung memang betul-betul sialan. Orang sepertinya butuh tandingan, perlu menemui lawannya. Tunggu dulu, aku akan melakukan sesuatu agar Taehyung tahu dia sudah menemukan lawan yang sebanding.

When The Stars Go Blue | KSJ x KJS x KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang