15. (Not) Saved by the Bell 🔞

1.2K 193 154
                                    

Warning: slight mature content!

Saved by the bell.

Aku tahu asal-usul ungkapan populer yang satu ini.

Di abad ke 17, golongan gereja di Inggris pernah mendapati sebuah kasus mengerikan. Seorang gadis penderita TBC terkubur hidup-hidup akibat dokter melakukan kesalahan ketika menentukan kematiannya. Saat itu, kemajuan ilmiah, terutama di bidang kesehatan, belum terlalu sempurna. Kematian hanya bisa diprediksi melalui rabaan pada nadi, yang jika itu dilakukan sekarang, tentu jadi tidak teralu akurat. Nadi bisa saja lemah, tak terdeteksi, namun bukan berarti seseorang tersebut meninggal. Sayangnya, teknologi yang masih baru dan sangat terbatas membuat orang dulu tidak bisa memastikannya dengan tepat.

Bagiku, terbangun di dalam peti, jauh di bawah tanah, adalah hal yang benar-benar menakutkan. Terkubur, tapi tak mati. Malang sekali nasib gadis ini.

Dan kesalahan seperti kasus di atas menjadi sesuatu yang paling diantisipasi oleh golongan gereja saat itu. Kasus ini kemudian menjadi dasar kebijakan pertama dari pemakaian lonceng di atas makam-makam baru. Lonceng digantung pada nisan, dihubungkan dengan tali yang mengikat tangan jenazah, lalu baru dilepas setelah beberapa hari kemudian, setelah penjaga makam yakin, tak ada lonceng yang berbunyi. Tak ada tangan-tangan putus asa yang menariknya dari dalam tanah. Dari sinilah istilah saved by the bell berasal.

Meski banyak orang modern yang percaya istilah ini berasal dari pertandingan tinju, ketika ronde dianggap selesai dan bel berbunyi, tapi aku lebih percaya pada teori pertama. Bel menyelamatkanku dari kematian yang salah. Seharusnya.

Tadi malam, sebelum Seokjin mengajakku pada permainannya yang baru, dia lebih dulu memintaku untuk menentukan safe word. Safe word adalah kata kunci bagi submisif jika tak sanggup melanjutkan permainan. Safe word akan menjadi penyelamat pada situasi yang tak diinginkan. Dan kata yang kupilih adalah, 'bel'.

Tapi nyatanya, aku tidak benar-benar diselamatkan oleh bel. Nafasku keburu habis sebelum aku sempat menyerukannya. Kupikir, aku bisa menahannya lebih lama, dengan bodohnya kubiarkan Seokjin tetap menekan kuat alat kekang pada leherku, berharap segera setelahnya, aku mendapatkan kepuasan bercinta yang sama lagi dari sebelumnya, bahkan lebih. Sayangnya, Seokjin keburu gelap mata, dan nafasku keburu habis. Aku tidak ingat apa pun lagi selain segalanya yang mendadak menjadi hitam.


***

"Dia newbie sekali," cemooh Haeri.

Di kamar ini, sudah sejak tadi malam Jinah tak kunjung bangun hingga kini jarum pendek jam dinding bertengger di angka delapan dan matahari menyongsong tinggi. Di sampingnya, Seokjin duduk pada kursi yang entah di ambilnya dari mana. Kursi itu terlihat tidak sesuai dan terlalu dipaksakan bagi ukuran tubuhnya yang tinggi dan tegap. Dua sikunya bertumpu pada sisi ranjang, tangannya menyungkup di depan mulut, dan matanya tak lepas memandangi Jinah yang pulas walau Haeri selalu melempar umpan melalui ucapan sengit agar perhatiannya terputus.

"Padahal hanya bondage pemula," Haeri masih terus berisik. Tatapan yang diberinya pada Jinah begitu meremehkan. Haeri seakan tak ingin kehilangan kesempatannya untuk mengerdilkan Jinah meski adik iparnya itu sedang terlelap sekali pun. Atau memang dia tak akan bisa melakukannya jika Jinah terbangun. Yang pasti, Haeri merasa puas.

"Kena getahnya, kan, kau sekarang?" Haeri berpaling pada Seokjin, kembali menyulut api melalui kalimatnya yang tajam.

"Keluar dari kamar istriku."

"Tidak mau. Di luar membosankan."

"Haeri. Kubilang, keluar dari kamar istriku. Aku menuruti kemauan ayah agar menampungmu sementara di rumahku, bukan berarti aku membiarkanmu bersikap semaunya. Sekarang, keluar dari kamar istriku."

When The Stars Go Blue | KSJ x KJS x KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang