Sore itu langit terlihat lebih gelap dari seharusnya, awan hitamnya semakin berat. Gerimis kian menyerbu. Di seberang danau, aku bisa melihat rumah megah Seokjin terkungkung halimun tipis yang mengiringi mendung.
Taehyung berdiri dari duduknya. Dia yang tak ingin pasrah diguyur hujan, lekas menarikku agar turut berdiri bersamanya.
"Ikut aku," ajaknya. Sebelum aku sempat menyela, dia sudah menarikku ke arah rimbunan pohon.
"Kita mau ke mana?" tanyaku sedikit panik.
"Berteduh," jawabnya singkat.
Kami berlari memasuki hutan di pulau kecil ini. Setiap mengambil langkah, tajamnya ranting-ranting kecil yang patah dan lembabnya daun-daun yang gugur menutupi tanah membuatku meringis. Tidak sakit, tapi cukup mengganggu. Kulihat Taehyung seperti tak terusik sedikit pun. Dia seperti mengenal hutan ini cukup baik. Seperti memiliki peta otomatis di otaknya. Dia tahu kapan menyuruhku melompat karena genangan air, atau kapan menyuruhku merunduk karena sulur-sulur pohon yang menjuntai. Aku masih bisa mendengar riuhnya jutaan rintik hujan menghunjam permukaan danau. Jadi sepertinya, kami masih tak jauh dari bibir tepian. Kami mungkin hanya menyusuri bagian hutan paling luar yang lebih dekat dengan danau.
Setelah berapa lama berlari, Taehyung akhirnya berseru, "Kau lihat rumah perahu itu, Hello Kitty? Itu tempatnya!"
Tuhan, dia pasti sedang bercanda. Karena di depan mataku kini hanya ada sebuah bangunan kecil yang sedikit menjorok dari tepi danau. Lebih mirip kabin terbengkalai ketimbang rumah perahu.
"Taehyung, kau yakin?" Aku berujar ragu, namun Taehyung tetap melangkah pasti. Dia terus berjalan hingga tiba di bagian belakang rumah yang dekat dengan hutan, lalu membuka pintu bangunan kayu tua itu.
"Ayo!" ajaknya, seperti aku yang berdiri ragu dengan wajah tegang ini tidak berarti apa-apa baginya.
Sialnya, gerimis yang tadi tak begitu menggangguku, kini turun makin lebat walau masih dalam intensitas yang kecil. Aku tak punya pilihan lagi. Taehyung tersenyum lebar ketika melihatku berlari meyusulnya dan masuk lebih dulu selagi dia menahan pintu.
"Silakan. Buat dirimu senyaman di rumah sendiri," sebut Taehyung begitu kami sudah benar-benar masuk ke dalam.
Bau lembab kayu cemara adalah hal yang pertama menyambutku ketika memasuki rumah perahu tua ini. Bagian dalamnya tidak lebih baik dari luarnya. Sama-sama tua, sama-sama terlihat sudah terlalu lama diabaikan. Luasnya tak seberapa, mungkin hanya sebesar kamar mandiku di rumah megah Seokjin. Tapi isinya terlalu kacau dan amburadul. Ada masing-masing satu jendela kecil di sisi kiri dan kanan dinding kayunya, tapi karena cuaca mendung dan jamur yang membuat jendela itu kabur, suasana di dalam tetap terasa suram.
Semua barang-barang di sini seakan dilempar dari portal waktu, seperti berasal dari lima puluh tahun lalu. Sepasang dayung usang tergantung membentuk huruf 'X' di langit-langit, jala ikan bertangkai yang mengering dionggok begitu saja di salah satu sudutnya. Dinding-dindingnya dipenuhi pajangan yang tak kalah rongsok: pelampung berlumut, lampu minyak kuno seperti yang digunakan orang-orang di era Victorian, jam dinding berkarat, poster-poster lama yang menguning dan berlubang dimakan rayap, gelas-gelas kaleng yang tertutup debu tebal, dan banyak lagi. Hampir tidak ada benda yang masih memiliki fungsi bisa kutemukan di sini. Satu-satunya yang terlihat kontras adalah speedboat mengilap berwarna putih gading--terlihat prima dan siap digunakan kapan saja--yang berada di tengah-tengah ruangan, membagi lantai kayu bangunan ini menjadi dua zona sehingga aku dapat melihat riak air danau dari sela-selanya. Jadi bisa kusimpulkan, rumah perahu ini seperti garasi mobil bagi pemilik perahu, tempat di mana mereka memarkirkan kendaraan air itu.
"Luar biasa, kan?"
Suara Taehyung mengalihkan atensiku. Dia--dengan cengiran lebarnya yang kadang bisa membuat kesabaranku hilang--sudah berdiri di satu sudut ruangan. Ada peti kayu besar di samping lututnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Stars Go Blue | KSJ x KJS x KTH
Fanfiction🔞🚩 TW: YANG PUNYA TRAUMA KEKERASAN SEKSUAL KETIKA KECIL (CHILD ABUSE) MOHON YAKINKAN DIRI SEKALI LAGI UNTUK MEMBACA CERITA INI. Setiap luka punya ceritanya sendiri. Sejak kejadian terkutuk di musim panas tiga belas tahun yang lalu merenggut kenai...