12. Malam itu, Pada Hari Ketiga

1.2K 218 223
                                    

Halooo apa kabar niihh.. Semoga sehat selalu yaa.. Tuh kan aku langsung up begitu nyampe 75, mweheheheh... Makasih yaaa... Next masih sama yaa.. Masih 75.. 💋

.

.

Rasanya aku belum pernah begitu memuja raksi seseorang seperti ini.

Pagi ini, lagi-lagi aku mendapati satu sisi di samping tempat tidurku kosong. Seokjin sudah pergi, tapi wanginya bertahan.

Wangi itu tertinggal di atas bantal, di antara kerutan kusut sprei dan selimut kami tadi malam, lalu tanpa henti menguar tipis di sekelilingku.

Aroma parfumnya begitu memabukkan, seperti melodi yang selalu terngiang tanpa sebab yang jelas. Dan sepertinya aromanya itu sudah meninggalkan jejak yang terlalu dalam di memoriku.

Aku menarik selimut pada sisinya, lalu membawanya ke depan wajah dan menghirup kain katun tipis yang melapisinya dalam-dalam.

Mmmm. Wangi Seokjin. Mengapa rasanya begitu damai?

Aku hanya ingin kau membiasakan dirimu pada kehadiranku mulai saat ini.

Astaga. Bisikan Seokjin yang seolah menggaung lagi sontak membuatku tersadar, kelakuanku ini mirip orang mesum yang sedang menguntit mangsanya. Aku lekas menyingkirkan selimut dari wajahku dan bangkit dari ranjang. Terburu-buru, kusambar ponsel dari atas nakas, lalu bergegas ke kamar mandi.

Kuliah pertamaku akan dimulai dalam dua jam, sementara perjalanan ke kampus dengan taksi daring memakan waktu satu jam lebih. Itu artinya, aku hanya punya waktu satu jam kurang untuk mandi, memilih baju, sarapan dan memesan taksi. Aku benar-benar harus melakukan semuanya secepat kilat.

Nada notifikasi pesan singkat berbunyi, dan aku terpaksa membukanya dengan gerakan yang lumayan akrobatik karena tak ingin menghentikan tanganku yang lainnya yang sedang menyikat gigi. Selang beberapa detik membaca, isi pesan singkat itu sukses membuat mataku membola hingga akhirnya sikat gigi yang kugenggam terlepas.

Aku menganga. Busa pasta gigi yang menetes mengotori tepian wastafel dan bajuku tak membuatku terusik. Membaca sederet angka yang baru saja masuk ke tabunganku melalui pesan m-banking jauh lebih menyita perhatianku.

Lima puluh juta won?

Seumur hidup, belum pernah aku menyaksikan angka sebanyak ini di buku tabunganku. Membayangkannya saja aku tak berani. Tapi kini Seokjin mengirimiku sebanyak ini? Tanganku sampai menggigil.

Saat aku sudah akan meletak ponselku lagi, satu pesan singkat lainnya masuk. Ternyata dari Seokjin. Kali ini isinya membuatku ingin menangis dan menutupi dadaku sendiri karena merasa malu, seperti baru saja melakukan hal tak senonoh.

Choi Seonsaengnim

Terima kasih sudah membiarkanku tidur lagi di ranjangmu tadi malam. Pakai uang itu untuk membeli segala kebutuhanmu. Pergunakan dengan bijak.

Aku berpaling lagi pada bayanganku di cermin dengan mulut penuh busa pasta. Bibirku tertekuk ke bawah seperti bulan sabit yang terbalik karena merengek. Jelek sekali. Semua gara-gara pesan singkat dari Seokjin. Aku merasa seperti sugar baby yang baru saja menerima transferan dari om-om.

***

"Omo omo, ini benar Lee Jimin? Omoo, imut sekali."

Bitna dari tadi asyik menggulir laman instagram sebuah agensi ternama yang sedang memperkenalkan Jimin sebagai debutant baru mereka. Dia jadi berisik karena baru sekarang paham bahwa Lee Jimin memang semenarik itu. Sayang saja bukan tipeku.

When The Stars Go Blue | KSJ x KJS x KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang