Maaaaaaf updtenya telat.. Inilah penyebabnya.
Aku terpaksa nunggu pesenan keyboard dateng karena tau-tau keypad di laptop rusaak.. duh makkk... mana huruf "A" pula yang jebol onde mandeeeee..
Ditambah lagi aku dan baby ganti-gantian sakit. Susah banget cari waktu buat nulis. Selain keburu cape, juga ga fit, bikin ga bisa duduk lamaa-lama di depan laptop. Untuk semuanya, sehat-sehat yaa.. jangan kecapean biar ga gampang sakit <3
Seperti biasa, minta 80 votes deh ya, kemarin ternyata votenya bisa jauh lebih banyak dari target, loh, daebak!! telimakaciii sudah mampirrr <3
.
.
Ada pilu yang pelan-pelan meluruh dari hati ketika Taehyung menutup pintu di belakangnya pelan. Obrolan singkat yang baru saja terjadi di antaranya dan Seokjin pagi ini seakan menggaris bawahi tentang sesuatu yang memang sebaiknya dikuburnya dalam-dalam. Bibirnya yang tadi masih menyisakan segaris senyum, kini dua sudutnya perlahan turun.
Bisa-bisanya dia menyukai wanita yang sama. Taehyung menggeleng tak habis pikir. Mencemooh diri sendiri seperti ini terasa lebih benar daripada berpura-pura menganggap perasaan sukanya terhadap Jinah bukan sesuatu yang besar.
Taehyung dapat mendengar jam antik besar di lantai bawah berdentang tujuh kali selagi ia menyusuri lorong lantai dua. Akhir pekan yang sunyi membuat bunyinya menggema terlalu nyaring. Satu sudut di hatinya mendadak pilu. Status lajangnya tak pernah terasa sepahit ini.
Taehyung lantas melangkah ke dalam kamar dan berhenti ketika lututnya menyentuh ujung tempat tidur. Dua tangannya bertopang di pinggang. Pandangannya jatuh pada bidang luas dan empuk di hadapannya itu, lalu mencoba menerka sesuatu dengan perbandingan yang samar.
Ini ranjangnya. Bukan ranjang Seokjin. Apa gadis itu baik-baik saja semalam? Taehyung tak ingin Seokjin mengulangi kesalahan yang sama. Jika ini gadis lain, dia tak peduli. Tapi ini Yoo Jinah. Dia tak sanggup untuk berpura-pura tak peduli.
***
Sesungguhnya, dari sejak Taehyung menagih janjiku untuk menemaninya casting hingga akhirnya kami duduk di deretan sofa ruang tunggu sebuah rumah produksi, kepalaku bercabang memikirkan dua hal.
Pertama, kepulangan Seokjin malam itu. Apa yang dilakukannya selama tiga hari belakangan ini hingga pulang dengan penampilan kacau dan sepucuk pistol? Aku tidak bisa menyimpulkan sesuatu yang baik mengenai ini. Dan lagi, ada apa di bukit seberang danau? Jaraknya begitu dekat, tapi tidak sedikit pun aku mengira akan mendapati Seokjin pulang membelah perairan yang hitam dan luas itu dari sana setelah menghilang beberapa hari.
Kedua, astaga, kalau memikirkan ini, sesuatu yang tadinya padam di dalam diriku seperti berkobar lagi. Aku jadi rindu pada Seokjin. Rindu pada sentuhan-sentuhannya. Rindu merasakan satu malam yang liar lagi bersamanya. Tapi, apakah yang kami lakukan itu sesuatu yang wajar?
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Stars Go Blue | KSJ x KJS x KTH
Fanfiction🔞🚩 TW: YANG PUNYA TRAUMA KEKERASAN SEKSUAL KETIKA KECIL (CHILD ABUSE) MOHON YAKINKAN DIRI SEKALI LAGI UNTUK MEMBACA CERITA INI. Setiap luka punya ceritanya sendiri. Sejak kejadian terkutuk di musim panas tiga belas tahun yang lalu merenggut kenai...