TW! Bab ini akan menggambarkan peristiwa grooming, sex abuse, child abuse. Jika tidak nyaman dan berpotensi memicu ketidakstabilan emosi, tidak disarankan untuk membacanya.
.
.
Rasanya seperti aku berdiri di tengah-tengah sabana dengan langit berwarna violet dan bulan yang muncul dari empat penjuru. Di sekeliling kakiku, hanya ada perdu keemasan yang bergelombang tersapu angin, juga gumpalan-gumpalan ranting berduri yang menggelinding melewatinya, saling mengejar dan menyusul. Rambutku berkibar, riap-riapnya membawa desau badai dan bau tanah basah. Aku memandang jauh ke batas horison yang ditumbuhi satu pohon akasia, menunggu, tapi badai itu tak kunjung datang. Meski begitu, desaunya terus mengerubungi telingaku, merasuki tubuhku, mengalir di nadiku, dan berdesir ke seluruh saraf-sarafku, memberiku sebuah ketenangan yang aneh. Ketenangan yang kubutuhkan. Aku terlelap, lalu terbangun saat tangan itu menyentuh ubun-ubunku.
Aku mengeluarkan ponsel dari balik bantal, mematikan fitur pemutar lagu di sana yang memainkan white noise selama tiga menit dengan mode berulang. Metode ini kudapatkan dari Bitna. Dia bilang, white noise atau suara berisik yang teratur seperti suara acak saluran televisi tanpa sinyal bisa membuatnya terlelap lebih cepat, seperti bunyi desir darah di rahim ibu, habitat teraman pertama bagi manusia, maka itulah yang kulakukan. Tak sampai lima menit aku mendengarkannya dan tak lama setelah Taehyung meninggalkanku, aku benar-benar jatuh tertidur. Belaian Seokjinlah yang kemudian membangunkanku.
"Seonsaengnim."
"Maaf, aku membangunkanmu."
Aku bangkit dari tidurku untuk duduk, dan selagi melakukannya, aku terus menatap mata hitam Seokjin yang duduk di sisi ranjang, seolah-olah dengan demikian, aku bisa mengeruk jawaban atas ketidakhadirannya selama tiga hari ini. Tak sedikit pun wajahku melunak. Seokjin pasti bisa dengan jelas membaca amarahku yang belum surut.
Kami terdiam selama beberapa detik, tapi keheningan yang kurasakan seolah-olah melampaui waktu, terlalu lama dan menyiksa, sampai-sampai Seokjin hanya sanggup memandang dua tanganku yang saling menggenggam di atas selimut. Apa yang kau lihat di sana, Seokjin? Apa yang kau ingat dari dua tanganku ini? Apa gerakannya yang mendorong pintu ruang kerjamu ketika kau dan Haeri melakukan hal paling kotor, paling tak bermoral, di balik meja kerjamu?
"Aku bisa ..."
Suara berat Seokjin membuat pikiranku kembali penuh dan fokus padanya. "Kau bisa apa?" tanyaku.
"Aku ..." Seokjin menarik napas dalam sambil menangkup mulut dengan satu tangannya. Mungkin dia merasa tak berhak bersuara di saat dia tahu aku masih begitu terluka. Namun setelah menimbang beberapa saat, dia melanjutkan, "Mengenai kejadian waktu itu, aku bisa menjelaskannya padamu."
Hah! Klise sekali.
Aku melipat tanganku di depan dada. "Kalau begitu, jelaskan," balasku. Kubuat nada suaraku sedingin mungkin.
Seokjin masih menutup mulutnya dengan tangan, sementara lirikan matanya tak beralih dariku. Duduknya sedikit terbungkuk sebab dia menumpu kedua sikunya pada paha. Dia kembali membuat keheningan yang mencekik. Keheningan yang dapat menelan siapa pun seperti pasir hisap. Tiba-tiba, kusadari ada yang aneh pada dua matanya. Sesuatu yang tidak pernah kulihat sebelumnya dan tidak pernah kubayangkan. Sesuatu yang rasanya tidak mungkin menjadi bagian dari diri Seokjin, yang sangat bertentangan dengan sisi maskulinitasnya. Dia meneteskan air mata.
"Entah dari mana aku harus memulainya, tapi aku harus menjelaskannya padamu," sebutnya. Dia mengalihkan wajahnya dariku. Mulutnya kini terbuka dan bebas. Dipandangnya langit malam di luar jendela kamarku yang jauh dan kelam. Air matanya turun di pipi sesenyap keheningan yang masih melingkupi kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Stars Go Blue | KSJ x KJS x KTH
Fanfiction🔞🚩 TW: YANG PUNYA TRAUMA KEKERASAN SEKSUAL KETIKA KECIL (CHILD ABUSE) MOHON YAKINKAN DIRI SEKALI LAGI UNTUK MEMBACA CERITA INI. Setiap luka punya ceritanya sendiri. Sejak kejadian terkutuk di musim panas tiga belas tahun yang lalu merenggut kenai...