Chapter 24

991 43 2
                                    

Hai Kei . . .
Aku harap kau sedang kelimpungan mencariku karena tak menemuimu hari ini.

Nggak usah tegang gitu dong . . Ini hanya surat biasa kok bukan surat pemberhentian kerja. Jadi, bahasanya juga tidak akan formal.

Sudahlah basa-basinya, langsung ke inti permasalahan saja.

Kau menuntut penjelasan?
Aku akan menjelaskannya.

Sebelumnya aku minta maaf karena tidak memberitahumu soal kepergianku.
Ada pekerjaan yang harus kukerjakan dan tidak bisa ditunda lagi.

Hmm . . .

Aku masih memegang janjimu. Kau hanya akan pergi dari rumah sakit jika bersamaku 'kan?

Kuharap kau akan menepati janjimu.

Aku sudah mengutus seorang dokter yang akan berusaha menyembuhkanmu. Menghilangkan semua rasa takut yang selalu kau alami.

Kau percaya padaku Kei?

Aku harap begitu.

Dav akan menjelaskan lebih lanjut tentang pengobatanmu. Aku harap kau bisa mengerti. Ini semua demi kebaikanmu.

Aku akan segera kembali setelah masalahku selesai.

See you . . .

Reinand FW

***

Entah ini yang ke berapa kalinya aku membaca surat dari Rei yang selalu berakhir dengan perasaan frustasi. Bukan tentang suratnya tapi maksud dibalik surat itu.

Semalam Dav sudah menjelaskan semuanya padaku. Dan dengan entengnya dia mengatakan dokter yang dimaksud Rei adalah seorang psikiater ternama di negeri ini.

Tuhan . . . Demi apapun aku tidak gila.
Kenapa Rei mengutus seorang psikiater untukku?

Awalnya aku menolak mentah-mentah ide gila Rei itu. Memangnya dia pikir dia siapa? Bisa mengaturku sesukanya. Memperlakukanku seperti orang gila sampai membutuhkan bimbingan seorang psikiater.

Tapi dengan kepiawaian seorang Dav dalam membujukku. Akhirnya aku menyutujuinya, padahal tak banyak yang Dav lakukan untuk membujukku. Dia hanya menggunakan kalimat ampuh yang membuatku tak mampu menolak.

"Kau memang tidak gila, tapi kau membutuhkan seorang psikiater untuk bisa membantumu menghilangkan ketakutan yang selalu kau alami dan juga kebiasaanmu yang selalu bergantung pada hewan peliharaanmu itu."

Aku kesal dengan kalimat ampuhnya itu. Karena sekuat apapun aku menolak, memang begitulah faktanya.
Aku justru heran, kenapa Rei bisa sejauh itu berpikir tentang apa yang kualami?

  *  *  *

"Hufftt . . . "

Aku menghela nafas lega. Setelah sekian lama memendam semua kepedihan ini sendiri, akhirnya aku bisa membaginya meskipun itu dengan Dokter Gilang seorang psikiater pilihan Rei. Sedikit bebanku terasa sudah terangkat meski belum sepenuhnya pergi.

Kini aku tengah menjalani sesi pengobatan bersama Dokter Gilang. Hanya sebatas konsultasi tentang seberapa jauhnya trauma yang kualami.

Dokter yang mungkin seusia Mr. Welch itu manggut-manggut setelah mendengar ceritaku. "Dari cerita anda barusan saya dapat menyimpulkan anda menderit Post Traumatic  Stress Disorder (PTSD) atau gangguan stress pasca trauma."

Aku hanya mendengarkan penjelasannya tanpa merespon.

"Ciri-cirinya seperti Peningkatan kesadaran, misalnya  kesulitan tidur dan Iritabilitas atau ledakan kemarahan yang tak terkontrol. Usaha untuk menghindari pikiran, perasaan atau percakapan yang berhubungan dengan kekerasan yang dialami. Perasaan terlepas atau terasing dari orang lain. Perasaan tentang masa depan yang menjadi pendek. Atau rentang efek yang terbatas. Misalnya, tidak mampu memiliki perasaan cinta." Jelas Dokter Gilang.

You're My PetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang