Chapter 23

910 45 8
                                    

Kenop pintu berputar dan pintupun terbuka menampilkan sosok wanita berpakaian serba putih.

Aku mendesah kecewa mendapati perawat yang berjalan ke arahku. Padahal aku berharap orang yang tadi ada di balik pintu itu adalah Rei. Sudah seharian ini dia tidak mengunjungiku. Bahkan saat aku bangun tadi, dia sudah tidak ada di sofa tempatnya biasa tidur.

Si perawat bergegas keluar setelah menyuntikkan obat ke selang infus yang menempel di lenganku.

Aku bergerak gelisah di ranjangku. Pikiranku tak lepas dari Rei.
Dimana dia sekarang?
Kenapa dia tak datang kemari?
Apa dia sudah tak perduli lagi padaku?

Pertanyaan terakhir yang kupikirkan langsung ditolak hatiku. Tidak. Dia harus tetap perduli padaku. Terdengar egois memang. Tapi aku membutuhkannya.

Kucabut selang infus yang menempel di tanganku. Sedikit perih memang. Namun aku tak perduli. Aku harus segera mencari Rei. Atau setidaknya aku harus tahu alasan dia tak datang hari ini.

Oh Tuhan . . . Kei, ini bahkan baru kali pertama Rei tidak datang. Kenapa kamu harus sepenasaran ini?
Cobalah berpikir positif tentangnya.

Aku tak menggubris apa yang dikatakan batinku, tetap pada tujuan utamaku. Keberadaan Rei. Langkahku sedikit diseret karena kondisiku yang masih lemah. Aku memeriksa sekeliling. Sepi. Tak ada seorangpun yang terlihat. Kulihat pintu ruangan tempatku tinggal selama tiga hari ini.

Ruang Isolasi?
Kenapa Rei memasukkanku ke ruang isolasi?
Aku tidak mengidap penyakit menular yang berbahaya bukan?

Aku mendecak kesal. Awas saja kalau orang itu sudah kutemukan. Aku harus menuntut penjelasan. Kenapa dia memperlakukanku seperti orang berpenyakitan?

Kembali aku memeriksa sekeliling. Terasa familiar. Apa aku pernah datang ke tempat ini? Tapi kapan?

Aku memperhatikan koridor yang menghubungkan tempat ini dengan bangunan lain. Tempat ini benar-benar terisolasi dari bangunan lainnya. Hanya dua ruangan yang ada di tempat ini. Ruangan tempatku tinggal dan satu lagi ruangan yang pintunya sedikit terbuka yang menarik perhatianku.

Perlahan kulangkahkan kakiku ke arah pintu tersebut. Kucermati pintu yang kini ada di depanku. Dan saat itulah aku sadar. Aku pernah mendatangi tempat ini. Emmm . . Lebih tepatnya Rei pernah mendatangi tempat ini dan aku menguntitnya.

Memalukan memang. Tapi aku punya alasan kuat melakukannya. Sudahlah aku tak ingin membahasnya. Itu aib bagiku. Jangan sampai Rei mengetahuinya.

Dengan sedikit rasa ragu, aku mendorong pintu secara perlahan sampai terbuka. Sebuah ruangan yang begitu luas berbanding terbalik dengan ruanganku yang hanya seukuran ruang tamu rumahku.

Mataku memeriksa sekeliling ruangan. Ranjang king size berada di tengah-tengah ruangan. Beberapa lukisan indah tertempel di dinding. Dan juga tiga sofa yang mengelilingi sebuah meja. Ada dua pintu yang terdapat di pojok ruangan. Jika salah satu pintu tersebut adalah toilet, lalu satu lagi pintu apa?

Ah entahlah, aku sedang tak ingin memikirkan tentang pintu itu. Aku masih ingin menikmati keindahan ruangan ini yang tidak terlihat seperti sebuah ruang VVIP rumah sakit melainkan seperti kamar VVIP sebuah hotel.

Siapa pula yang mau menginap di ruangan ini?
Semewah apapun ruangan ini, orang sakit tetap tidak akan bisa menikmatinya, bukan?

Tiba-tiba mataku menangkap seorang perawat yang tengah menyuapi sesosok pria yang duduk di kursi roda, membelakangiku. Mungkin sedang menatap pemandangan di luar yang terhalang kaca besar di depannya.

Si perawat melirik ke belakang. Membulatkan matanya ketika menyadari keberadaanku.

"Siapa kau? Sedang apa kau disana?" Berondongnya membuatku salah tingkah.

You're My PetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang