Chapter 28

934 44 23
                                    


Saat melihat Qyu terbaring kaku tak bernyawa, aku merasa berada di titik terendah dalam hidupku.

Disaat hatiku mulai tergerak untuk menuntaskan masalahku di masa lalu, justru masa depanku pergi begitu saja. Qyu adalah masa depanku dan sekarang aku tak memiliki masa depan. Hidupku stuck sampai disini.

Sepertinya takdir memang sedang mempermainkanku.

Aku benci takdirku.

Lalu siapa yang harus kusalahkan atas kematian Qyu?
Apa ibu pemilik rumah yang sudah mendapat amanat menjaga Qyu?

Tidak. Bahkan tugas ibu itu hanyalah memastikan Qyu tetap aman, makan dan minum. Karena Qyu mati saat dia berjuang melahirkan anaknya dan saat Qyu berjuang aku tak ada disisinya. Jadi, mungkin akulah orang yang paling tepat untuk disalahkan.

Ketika Rei menunjukkanku seekor anak kucing, rasa bersalah itu kembali muncul. Aku tidak ingin melihat anak kucing itu. Aku ingin anak kucing itu menjauh dariku.

Bukan. Bukan karena aku membencinya karena jadi penyebab kematian Qyu.
Demi tuhan aku tidak membenci anak kucing itu, aku hanya belum siap menerima anak kucing itu.

Aku mungkin egois. Saat ini aku membutuhkan orang yang bisa mengerti keadaanku. Dan orang itu hanya Rei.

Dengan penuh pengertian Rei menemani hari-hari tersulitku. Dia menitipkanku di apartemen Angela. Mereka berdua berusaha membantuku bangkit.

Rei dengan caranya sendiri selalu berusaha menghiburku. Angela dengan kemampuannya sebagai seorang psikolog membantuku keluar dari lingkaran keterpurukan ini.

  ***

Kupandangi tumpukan tanah yang ditaburi bunga di depanku. Di bawah tumpukan tanah ini Qyu tertidur untuk selamanya.

Sudah hampir satu jam aku berada disini, di kuburan Qyu. Rei menguburkan Qyu di halaman belakang rumah orang tuanya dengan alasan aku bisa saja meninggalkan rumahku yang sekarang kapan saja dan itu memang benar. Aku berniat untuk pindah dari rumah yang menyimpan sejuta kenanganku dengan Qyu.

Aku harus berterimakasih pada Rei. Dengan usahanya yang tak kenal lelah akhirnya aku bersedia menemui Qyu di tempat peristirahatan terakhirnya. Bahkan dia memberikan Qyu tempat peristirahatan yang nyaman layaknya tempat peristirahatan manusia. Hal yang justru luput dari pikiranku yang terlalu shock karena kematiannya.

Kuusap batu nisan bertuliskan Qyu. Rasa perih kembali menjalar di hatiku saat mengingat pertemuan terakhir kami. Qyu yang terbaring di tempatnya menyaksikanku pergi bersama Rei.

Aku datang Qyu.
Apa kau tidur dengan tenang disana?
Aku harap kau bahagia disana.

Begitu banyak yang ingin kukatakan pada Qyu, tapi semuanya seolah tertahan di tenggorokanku.

Kusembunyikan wajahku di kedua lutut. Aku ingin menangis tapi tak ada setetespun air yang keluar dari mataku.

Rei mengusap tengkukku lembut. Aku mendongak ke arahnya yang tengah berjongkok di sampingku. Tak ada kata yang terucap dari bibirnya, dia hanya tersenyum.

Kini fokusku kembali pada pusara Qyu. "Maaf Qyu." Hanya dua kata itu yang mampu kuucapkan, tapi mampu mewakili semua perasaanku padanya saat ini.

Rei membantuku berdiri dan memapahku berjalan menuju rumah kedua orang tuanya. Ia menawariku untuk istirahat dulu di rumah orang tuanya itu, tapi aku menolak dan lebih memilih kembali ke mobil.

***

Beban itu masih ada, tapi tak lagi membelenggu. Aku harus segera melepaskan semua beban ini. Aku yakin akan bisa memulai hidup baru dengan bantuan Rei.

You're My PetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang