Jomlo = Masalah Besar! [4]

833 122 3
                                    

Sosok bertubuh tinggi dengan kemeja biru laut itu tampak tersenyum kala melihat kepergian beberapa anak yang baru aja menyambangi tokonya. Disusul kekehan pelan, Aden bergerak kembali ke ruangannya. Melirik jam di lengan sebentar, sudah masuk waktu makan siang. Kemana Wildan dan Djiwa yang biasanya menemani waktu makannya yang sepi ini?

Aden terkekeh dengan kata-katanya sendiri.

Baru aja merebahkan tubuh diatas sofa, ponselnya tahu-tahu bergetar. Satu pesan masuk dari nomor nggak dikenal?

+62821117789279

Kamu nggak akan pernah pantas jadi ketua RT, Den.

Aden membaca pesan singkat tersebut dengan alis yang menyatu. Mengernyit bingung dengan maksud kata-kata yang dikiri. Menekan ikon nomor, Aden menemukan nama si pengirim.

Saka.

Ancaman macam apa ini? Mau pantas atau nggak, kenyataannya jelas banyak orang lebih percaya padanya. Jika Saka mempermasalahkan perkara jabatan yang harusnya diturunkan sang ayah padanya, dia salah besar. Tanggung jawab profesional sekelas jabatan perangkat desa bukanlah sebuah warisan. Apalagi diturunkan oleh orang yang sejak lama nggak pernah memberi kebaikan bagi warga sekitar.

Aden sebetulnya nggak begitu peduli soal ancaman ini, tapi dia khawatir jika jabatan itu jatuh pada Saka, kasus yang sama akan kembali menimpa warga sekitar. Aden hanya ingin yang terbaik bagi desa, terutama warga di RT tempatnya tinggal. Para warga yang baik dan sudah menganggapnya keluarga, sangat berharga untuk Aden. Perkara candaan soal belum menikah nggak begitu Aden masalahkan. Cuma, kalau apa yang hari itu Saka katakan benar, Aden emang mesti berhati-hati walau nggak perlu terlalu takut.

Belum sempat meraih gelas di depannya, satu notifikasi pesan kembali muncul.

Saka lagi?

+62821117789279

Lusa akan ada sosialisasi awal tentang program keluarga dari pihak kelurahan. Siap-siap menghadapi ancaman lepas dari jabatan, karena aku yang sudah diberi dimandat tanggung jawab sama Pak Lurah untuk mengurus seluruh berjalannya program, bukan kamu!

Belum menikah, artinya masih kecil, Den! Jajan aja sana! Nggak perlu jadi ketua RT!

Kepalanya menggeleng pelan. Semakin nggak mengerti dengan apa yang barusan Saka kirim. Biasanya, semua hal tentang program dari kelurahan akan dimandatkan pada ketua RT, pun Aden selalu tahu informasinya. Tapi kali ini, kenapa justru Saka yang tahu lebih dulu?

-

"... sorry ganggu lo, Fik."

"Nggak apa-apa, Den. Gue bisa bantu apa?"

"Biasa Fik, soal program kelurahan-"

"Astaga Den! Iya! Gue baru ingat! Sorry banget, gue lupa bilang sama lo." Fikra terlihat panik ketika mengingat sesuatu.

"Kenapa?!"

Laki-laki di depan Aden itu mengangguk. "Gini, Den. Rabu lalu, ada rapat program dari pemerintah yang udah masuk di kelurahan, dan rencananya akan dijalankan sama masing-masing ketua RT. Ini program keluarga yang ada kaitannya sama keluarga berencana. Program nasional lah hitungannya, dan sudah resmi dimasukkan ke program desa juga. Aduh sorry ya, Den, gue lupa kabari lo duluan. Soalnya kemarin, Pak Poco dan Saka bikin geger di kelurahan. Akibatnya, kita sebagai staff sampai pusing."

Aden menatap Fikra serius. Setelah mendapat pesan dari Saka tadi siang, sore harinya Aden memutuskan untuk menghubungi Fikra. Laki-laki itu merupakan sahabatnya semasa kuliah walau berbeda jurusan. Fikra berasal dari kota yang sama, tapi berbeda desa. Laki-laki itu lolos penerimaan CPNS dan masuk ke kelurahan di daerahnya. Menjadi sosok yang banyak membantu Aden soal mengurus warga.

Saatnya Menikah! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang