Saka Makin Bertingkah! [9]

755 108 2
                                    

Kinan tengah duduk di ranjang kamarnya sambil beberapa kali mengulang kegiatan menutup mukanya dengan bantal. Kelihatan banget kalau perempuan itu tengah meurutuki satu kejadian siang tadi yang begitu membekas dalam benaknya. Apalagi kalau bukan soal sosok Adendra Ratib yang datang tanpa tedeng-aling, berniat untuk melamarnya secara dadakan.

Oh god! Aden ini gila atau gimana sih?

Nggak tahu lah, Kinan merasa jika apa yang Aden lakukan itu nggak sopan. Jelas nggak sopan, bicara sebelumnya pun sebatas profesionalitas kerja Aden sebagai ketua RT yang sangat mengayomi dan menjaga hubungan baik dengan warganya yang sakit-saat itu bapak-yang nggak Kinan artikan lain. Mungkin berbeda dengan dirinya, jangan-jangan Aden malah menganggap hal itu sebagai awal memulai kedekatan?

Ya, Kinan tahu, dia juga simpati dengan seluruh penjelasan Aden soal kondisi laki-laki itu dan jabatannya yang berada dijurang kegagalan akibat ancaman sepihak dari Pak Poco dan Saka. Tapi nggak harus dengan melamar Kinan, kan? Aden mungkin bisa menikahi Rina yang notabennya lebih paham soal warga sini dan kasus-kasus yang ada dibandingkan dirinya?

Ish, Kinan nggak habis pikir sejak tadi!

Selain itu, sejujurnya Kinan takut karena bapak mengetahui soal lamaran Aden juga. Bisa-bisanya bapak nguping dari balik kamar!

Dia nggak merasa memiliki perasaan pada Aden-walau simpati dengan kondisinya sekarang-dan Kinan takut jika dirinya nggak sesuai ekspektasi Aden. Belum lagi jika menikah tanpa cinta, apakah Kinan jamin akhirnya dia tetap bisa menerima Aden dan menumbuhkan hal itu? Nggak ada yang tahu! Pernikahan bukan perkara yang main-main bagi Kinan, dia hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Apalagi jika niat Aden salah satunya untuk membalas perbuatan buruk orang lain dengan memperburuk keadaannya sendiri.

Argh! Kinan galau!

Suara ketukan pintu membuat Kinan sejenak mengalihkan pikirannya merutuki Aden lantas melirik kearah sana. Siapa lagi kalau bukan bapak pelakunya.

"Ada apa, Pak?"

"Bapak mau bicara sebentar, Dek. Bisa?" tanya bapak menampakkan senyum tiga jarinya.

Kinan mengangguk pelan, mengatakan jika ia akan menyusul bapak nanti. Perempuan itu kembali menutup pintu kamar, mempersiapkan diri dengan apapun yang ingin bapak bicarakan padanya nanti.

Menarik napas pelan, Kinan kemudian melangkah menuju kamar bapak yang berada lima meter dari kamarnya. Memasuki ruangan itu, mendudukkan dirinya diatas ranjang bapak.

"Sudah isyaan, Dek?" tanya bapak.

Kinan menggeleng. "Aku sedang halangan, Pak."

"Oh, yo wis," bapak kembali tersenyum. "Bapak mau bicara sama kamu soal tadi siang-"

"Sebentar Pak," Kinan menahan bapak untuk bicara. "Maaf, bukannya Kinan nggak pengin dengar apa yang mau bapak bicarakan, tapi sebelum itu, Kinan mau menyampaikan jawaban Kinan dulu tentang lamaran Aden. Kinan kayaknya nggak bisa terima, Pak, Aden nggak pernah ada dalam bayangan Kinan. Aku juga nggak pengin menikah sama Aden-"

"Kenapa, Dek? Apa yang kamu nggak suka dari Aden?" tanya bapak serius.

Kinan sebenarnya nggak ingin menjelekkan tentang personal seseorang. Namun, dia nggak ingin menikahi Aden karena ... ya dia nggak mau! Aden bukan sosok yang sejak awal memang ia bayangkan, kepincut sedikitpun nggak. Apalagi Kinan agak kepikiran soal Gata dan penjelasan Jannah tempo hari. Dia nggak benar-benar mau kembali pada Gata juga, sih, tapi bukannya melampiaskan keengganan itu pada Aden. Dua-duanya bukanlah pilihan Kinan.

"Aku nggak bisa, Pak. Aku nggak merasa jika Aden orang yang tepat buat aku. Masing-masing pasti punya kekurangan, bukan berarti kekurangan Aden lebih banyak dari aku, tapi ... Aden baik, dia bertanggung jawab terhadap tugasnya, walau aku nggak bisa bilang jika Aden pasti akan sama untuk urusan keluarganya sendiri jika sudah menikah nanti. Pokoknya aku nggak bisa, Pak. Maafkan Kinan ya ..."

Saatnya Menikah! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang