Pasutri Baru: Menuju Kehidupan Di Depan! [16]

788 98 7
                                    

❗Part ini tipis-tipis dulu ya, sebagai pembuka sekaligus penutup section pasutri baru sebelum ketemu konflik dan intrik-intrik lain!❗

❤Terima kasih yang sudah menunggu dan setia membaca!❤

🤍🤍🤍

Kinan's

"... maaf kalau Jannah ikut campur ya, Mbak. Jujur, Jannah cuma nggak mau sampai Mbak Kinan nggak nyaman misalkan Mas Gata dekat-dekat lagi. Anyway, congrats untuk pernikahannya ya, Mbak. InsyaAllah kadonya menyusul, ya."

"Makasih ya, Jan. Nggak apa-apa, kok. Cuma ya ... saya juga nggak ngerti gimana nanggepinnya? Dia bilang masih sulit menghilangkan rasa yang dulu. Lagi-lagi, Mas Gata menegaskan kalau dia nggak pernah cinta mantan istrinya, alih-alih saya."

Masih menatap wajah Jannah yang sedang mengenakan masker di depan layar laptopku lewat sambungan video call, aku mulai kembali mengeluh setelah mendengarnya mengucapkan selamat akibat info dadakan yang nggak sengaja aku berikan padanya bermenit lalu. Tingkat antusias yang ditunjukkan Jannah sangat tinggi, belum lagi dia kepo soal siapa sosok laki-laki yang akhirnya meruntuhkan pertahananku untuk menjomlo setelah lepas dari Mas Gata.

Anyway, masih soal Mas Gata sih. Jadi dari tadi aku dan Jannah memang membicarakan soalnya. Ya, soal pesannya beberapa jam lalu. Lebih tepatnya tadi pagi. Pesan teks yang masuk membuatku kaget bukan main. Setelah nggak menjawabnya sama sekali dari terakhir kali menghubungiku malam itu, Mas Gata ternyata mengirim lebih banyak pesan. Kebetulan nomornya terpaksa kumasukkan kedalam arsip pesan sehingga nggak muncul notitifikasi sama sekali. See? Ada lebih dari dua puluh bubble chat yang bertengger di room chatnya.

Diantara seluruh perkataanya, aku berhenti bernapas sedetik kala kata-kata soal cinta muncul.

Sial ... Aku bahkan nggak mengharapkan dia menghubungiku, apalagi membuka ingatan soal itu lagi.

Nggak hanya itu, dia juga membubuhkan alasan yang masih sama dan tetap segar dalam ingatanku soal dirinya yang nggak pernah mencintai sosok istrinya, si mantan model sekaligus psikolog, alih-alih diriku.

Bahkan, akibat pesan itu juga, seharian ini aku sulit fokus menyambut keluarga besar bapak yang mampir sebelum pulang setelah acara pernikahan kami kemarin.

Hanya Aden yang banyak terlibat, sementara aku lebih banyak termangu dalam beberapa saat, bahkan ketika suamiku itu memanggil setelah lebih dari lima menit aku nggak kembali ke ruang tamu untuk membawa gelas yang dia minta.

Kacau, semuanya jadi kacau hanya karena Mas Gata dan pesan-pesannya yang lebih terkesan seperti meneror, alih-alih menyapa 'teman lama.'

Aku nggak tahan, memutuskan untuk menghubungi Jannah selaku orang yang selama beberapa waktu ini menghadapinya dan keinginan untuk keep in touch denganku lagi.

"Jannah bingung Mbak. Nggak expect sama sekali kalau Mas Gata bakal sampai segitunya. Sorry banget kalau Jannah jadi salah satu orang yang mengembalikan ingatan Mbak soal Mas Gata. Habis gimana ya, Mbak? Jannah nggak bisa nolak dia sama sekali."

"Nggak sih Jan, nggak masalah. Saya nggak permasalahkan kamu kasih nomor saya karena dia maksa, kan? It's okay, saya cuma cerita ke kamu soal kekhawatiran ini. Anyway, keep it secret untuk sementara waktu, ya? Saya nggak mau siapapun di Jakarta tahu soal status baru saya sekarang ini." kataku agak khawatir kalau Jannah sampai keceplosan soal statusku sekarang. Soal Mas Gata, aku hanya ingin cerita dengannya karena kebetulan Jannah udah tahu terlalu jauh.

Jannah mengacungkan jempolnya kedepan layar, memberi keyakinan padaku untuk tetap percaya padanya. "Oke Mbak, semua aman sama Jannah. Tapi benar ya, Mbak? Nanti kirimin foto nikahan kalian. Jannah pengin lihat siapa cowok beruntung itu." ujar Jannah menggodaku. Aku mendelik kaget dengan kata-katanya.

Saatnya Menikah! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang