Soal Tiga Puluh Tahun dan Syarat Menikah? [2]

1.1K 138 11
                                    

"Siapa tahu Saka lebih baik dari Pak Poco? Mungkin aja Saka juga punya program yang nggak kalah maju dari Aden dan lebih jelas dibandingkan bapaknya."

"Kata siapa, Dek? Bapak sendiri salah satu orang yang menentang pencalonan Saka untuk jadi ketua RT, walau akhirnya dia lolos sampai tahap pemilihan yang kemudian dimenangkan Aden. Sejak dua tahun belakangan, Saka itu terkenal sebagai rentenir asal kamu tahu. Dia sering memanfaatkan warga yang kehabisan modal menggarap sawah, dengan menawarkan pinjaman berbunga. Kacau, kan?" terang bapak membuat Kinan mengangguk sekilas. Iya juga sih, kedengarannya nggak baik kalau urusannya begini.

Tapi ... Kenapa harus Aden juga, sih?

Kinan masih nggak bisa menerima kenyataan ini, karena itu artinya ia akan lebih banyak lagi ketemu Aden selama tiga bulan kedepan.

"Trus kenapa harus Aden?"

"Awalnya Pak Jumadi, tapi beliau meninggal dua minggu sebelum pemilihan calon," Kinan tampak kaget, mengucap dengan pelan. "Akhirnya banyak yang minta Aden menggantikan, kebetulan juga kan Pak Jumadi masih ada hubungan kerabat dengan Aden. Ini nggak nepotisme ya Dek, karena Aden sebelumnya nggak pernah menginginkan jabatan ketua RT. Apalagi dia belum menikah, sementara lawannya, Saka, sudah menikah. Walau emang nggak jadi syarat, tapi umumnya kan yang jadi ketua RT itu sudah menikah, jadi ada yang mengisi posisi ibu RT. Karena itu juga, Aden awalnya ragu, tapi kemudian setuju dan kepilih. Baru setengah tahun Aden pegang posisi ini, dan karena kamu yang nggak pulang tiga tahun terakhir, akhirnya ketinggalan berita." ledek bapak membuat Kinan terkekeh sumbang. Benar, selama itu ia nggak kembali ke kampung karena alasan sibuk, walau selalu menelpon bapak dengan video call.

"Maaf ya Pak, Kinan nggak pulang-pulang tiga tahun belakangan. Kinan sedang kejar promosi untuk naik jabatan. Jadinya begini, deh ..."

Bapak mengangguk. "Iya, nggak apa nggak pulang, tapi ingat Dek, kamu itu wanita. Kerja sampai larut bukan jadi keharusan buat kamu. Bapak bukannya mau melarang, tapi fitrah kamu kan di rumah. Lagipula bapak masih punya pensiun sebagai bekas karyawan pemda, jadi kamu nggak perlu repot pakai alasan untuk menghidup bapak kayak kata-kata kamu biasanya ..." sindir bapak yang dibalas kekehan Kinan. 

Benar, Kinan selalu memakai alasan tersebut, padahal ia nggak lupa jika bapak pun memiliki pensiun. 

"Umurmu berapa sekarang sih, Dek? Dua puluh delapan ada? Apa masih dua puluh lima?" tanya bapak kelihatan lupa dengan usianya.

Menarik napas pelan, Kinan menatap bapak yang memunggunginya di depan meja tepat disamping kompor.

"Tiga puluh, Pak."

"Tiga puluh?! Walah, kok bapak lupa, ya? Ternyata anak semata wayang bapak sudah setua ini. Kamu mau sendiri terus, Dek? Bukannya kamu sudah ada calon ya? Yang waktu itu kamu cerita ke bapak? Kapan dikenalkan?" tegur bapak seraya bergerak dengan kursi roda elektriknya menuju kulkas. Mengeluarkan air mineral di dalam botol bekas sirup. Membawanya kedepan Kinan yang duduk dengan diam setelah perkataan barusan.

Pekara jodoh lagi, pikirnya ruwet.

"Kami sudah putus, Pak. Ternyata dia laki-laki beristri, dia bohong sama Kinan." katanya mengakhiri kata dengan lirih. Bapak yang kembali mendekat lantas mengusap punggungnya pelan.

"Suami orang? Bisa-bisanya dia masih berani mendekati kamu, Dek. Itulah risikonya di usia seperti kamu sekarang. Bapak bukannya menyumpah atau menjelekkan kamu, ya, tapi bapak paham betul rasanya menjadi perempuan diusia seperti ini. Ingat Bude Din, kan? Sampai akhir hayatnya dia melajang karena sibuk bantu adik-adik dan ibunya dengan tetap bekerja sampai keasikan dan lupa menikah. Saat sudah sadar, Budemu itu malah sudah kelewat tua dan tahu-tahu kena kanker. Bapak kaget banget, dari situ bapak belajar. Memang benar, usia bukan penentu kapan seharusnya seseorang berjodoh, tapi ketika bisa dipercepat, nggak ada yang tahu juga takdir apa yang akhirnya harus diterima saat udah terlanjur menahannya lebih lama? Bukan lagi jodoh, Budemu malah menemukan takdir sakit dan kematian. Semoga saja dia dapat bidadara di akhirat nanti, tapi kalau bisa kamu dapat suami saja di dunia ya, Dek? Bapak masih mau lihat kamu menikah sebelum meninggal, Dek."

Saatnya Menikah! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang