"... thanks, Den."
"Sama-sama-"
"Aden, selamat atas pernikahan kamu. Akhirnya menikah juga, ya? Padahal saya kira kamu nggak akan menikah sampai selesai jabatan-oh! atau bahkan belum sampai selesai? Pokoknya selamat, semoga habis ini kamu mampu mengemban tugas lebih baik, walau kenyataan telat nikah, dan kayaknya banyak yang nggak bisa kamu kendalikan sesuai jabatan lagi ya, Den?"
Kalimat satir itu membuat Aden yang semula hendak meletakkan air minum kemasan keatas meja disampingnya, berganti menjadi perasaan marah yang berusaha keras ia tahan. Pak Poco dan Saka kini berdiri di depannya. Tentu, Aden mengundang mereka. Bukan masalah besar untuk mengundang keduanya datang, bahkan ini niat sebenarnya agar mereka tahu bahwa soal menikah, Aden jelas mampu melakukannya. Apalagi perkara belum menikah menjadi hal yang memprakarsai sikap-sikap culas mereka untuk membuatnya terlihat buruk dan 'nggak cukup mampu' sebagai ketua RT.
"Ini bukan soal menikah, apalagi telat menikah, tapi siapa yang benar-benar punya tanggung jawab kok, Pak. Terima kasih doanya, saya doakan juga semoga Pak Poco dan Saka bisa menjadi orang yang lebih baik dari sekarang, terima kasih untuk bagian bapak dan Saka yang sukarela membantu saya sebagai warga yang peduli rukun tetangganya. Habis ini saya lanjutkan sendiri ya, Pak." sindir Aden balas menjawab dengan mantap. Kinan yang berdiri menyambut Saka tepat disamping Aden, melirik suaminya khawatir. Seharusnya ini bukan saat yang tepat untuk mereka saling melempar sindiran, bukan juga waktu yang seharusnya Pak Poco gunakan untuk memulai genderang perang dengan Aden.
"A-ah, terima kasih sudah datang Pak Poco, Saka. Boleh silahkan menikmati sajian ya, nambah juga nggak apa-apa kok, Pak." kelakar Kinan, coba mencairkan suasan tegang yang mendadak menyelimuti mereka berempat. Pak Poco kelihatan memaksakan senyumnya seraya berjabat tangan dengan Aden. Kini giliran Saka yang menjabat tangan laki-laki itu. Nggak lupa, selipan satir lain juga ia lontarkan untuk mengakhiri acara 'ramah-tamah' yang berubah menjadi 'memulai perang awal.' Sambil menjabat tangan Aden, Saka memajukan kepalanya, membisikkan sesuatu ketelinga Aden.
"Menikah atau nggak, sebenarnya kamu nggak begitu mampu kok, Den. Jadi, nggak perlu terlalu percaya diri untuk keberhasilan jabatan kamu selanjutnya, aku akan tetap menjadi bagian penting rukun tetangga ini, bahkan mungkin menggeser kamu segera. Oh ya, kalau gitu selamat. Kami permisi." Katanya mengakhiri kata sambil menepuk bahu Aden dengan senyum miring yang membuatnya berusaha keras menahan amasrah.
Sepeninggal Saka dan Pak Poco, Kinan merasa jika Aden yang diam sebenarnya nggak benar-benar tenang. Laki-laki itu mulai memijit pelipisnya pelan, memberi relaksasi pada ketegangan yang baru aja terjadi.
"Den, aku tahu, kamu nggak perlu pikirkan-"
"Nggak apa-apa, Nan. Aku sudah memperkirakan hal ini. Bukan karena kebetulan mereka diundang dan bisa bicara seenaknya ke aku, tapi karena mereka merasa terancam dan dipikir ini saat yang tepat untuk memulai perang sebenarnya. Kamu ingat, kan?" ujar Aden seraya menampakkan senyum yang Kinan yakin sangat dipaksakan. Aden mungkin nggak ingin membuatnya khawatir, pun lupa dengan perkara utama mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Kinan nggak lagi menyela, perempuan itu memilih diam sambil berusaha memperbaiki suasana hatinya ketika tamu lain mulai berdatangan.
Pernikahan mereka sebenarnya direncanakan untuk acara syukuran yang hanya mengundang segelintir orang. Namun, diluar dugaan, permintaan untuk diundang ke acara pernikahannya setelah berita ini menyebar luas, membuat Aden mau nggak mau bernegosiasi pada Kinan dan memilih pernikahan sebagaimana mestinya, layaknya pernikahan yang biasa dilaksanakan. Mengundang hampir seluruh warga desa yang Aden kenal, dan mengadakannya cukup besar di masjid dekat kantor kelurahan. Persiapan selama tiga minggu memang terhitung kilat, belum lagi untuk pengurusan berkas dan hal kecil lainnya. Kinan mengaku nggak ingin acara besar awalnya karena masalah repot, apalagi dia juga punya tugas penting dan utama untuk mengurus bapak. Alhasil, Aden mengambil opsi wedding organizer sebagai solusi mengadakan pernikahan mereka yang tertata dan nggak repot walau merogoh kocek yang dalam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Saatnya Menikah! [Completed]
Romance[Chapter 23-End dan Extra Part akan terbit di KaryaKarsa @TaeIlss ya!] 'Saatnya' The Series #2 Selama bertahun-tahun bekerja dan hidup di kota besar, Kinan nggak pernah membayangkan untuk kembali ke kampung dan menetap. Namun, kabar yang hari itu ia...