Mas Gata dan Kisah Pedih yang Sama [6]

806 114 2
                                    

Perempuan berdaster kecoklatan dengan outer polos berwarna hijau itu masih nggak bisa memejamkan matanya dengan tenang semalaman. Setelah keluar dari ruangan penangan darurat, bapak dibawa untuk observasi lanjutan di ruang inap. Beberapa alat terpasang di tubuh bapak, membuat Kinan miris melihatnya. Sudah setengah tujuh pagi, tapi bapak masih belum sadarkan diri. Berdasarkan keterangan dokter, bapak mengalami gegar otak ringan akibat benturan dengan benda keras sesuai tebakan Kinan. Bapak menabrak siku meja saat terjatuh dari kursi rodanya. Beruntung cepat dilakukan penanganan, sehingga kini tinggal menunggu respon tubuh bapak untuk sadar. Dalam kesendirian ini, Kinan hanya bisa berdoa untuk kebaikan bapak. Berharap bapak masih bisa berumur panjang agar ia nggak benar-benar sendiri di dunia ini. Semalam, setelah bapak keluar dari ruangan penanganan, sebelum masuk kedalam ruang inap, Aden pamit untuk pulang dan berjanji datang esok hari. Sebenarnya Aden menawarkan agar Mbak Mun datang dan bantu menemani Kinan, tapi dia menolak. Kinan nggak mau merepotkan Mbak Mun sementara kini dia udah ada di sekitar bapak. Selama di kota Kinan meminta Mbak Mun untuk bantu melihat dan memantau bapak. Kini, dia ingin memberikan semua waktu dan perhatiannya hanya untuk bapak. Kinan mengaku bisa menjaga bapak sendirian.

Aden setuju dengan pendapatnya, lantas membiarkan Kinan menikmati waktunya sendiri bersama bapak selepas kepulangan laki-laki itu. Masih dalam keadaan menggenggam tangan bapak, tiba-tiba handphonennya berdering. Nama Jannah tertera di layar ponselnya sebagai pemanggil.

Ada apa Jannah telepon pagi-pagi begini?

"Halo Jan, Assalamualaikum?"

"Waalaikumsalam! Mbak Kinan! Apa kabar? Sehat? Sudah bangun kan?! Jannah ganggu, nggak?"

Jannah ini kenapa, sih heboh banget? Tumben dia telepon Kinan?

"Nggak kok, Jan. Ada apa? Kamu kangen ya sama saya?" canda Kinan. Terdengar kikikan pelan dari Jannah disebrang.

"Iya loh Mbak! Jannah kangen sama Mbak Kinan! Jadi PA sementaranya Pak Ebe nggak enak banget! Mbak balik dong? Ini Pak Ebe kadang rese, tahu! Dia godain Jannah terus. Kapan Mbak balik, sih?"

Kinan tertawa mendengar keluhan Jannah barusan. Setelah cuti, Kinan memang digantikan oleh seseorang dari cabang lain. Walau sebagian kecil pekerjaan yang sudah terlanjur berjalan masih ia kerjakan, tapi untuk seluruh pekerjaan baru dialihkan pada Pak Ebe, laki-laki berusia kisaran tiga puluhan dan masih lajang. Jangan-jangan Pak Ebe suka sama Jannah?

"Masih lama, Jan. Baru juga seminggu saya balik ke kampung. Sabar sabarin deh itu Pak Ebe. Siapa tahu dia suka sama kamu, kan? Dibawa enjoy gitu. Masa nggak bisa, sih?" kelakar Kinan yang dibalas erangan kesal dari Jannah.

"Bapak saya kan lagi sakit, Jan. Ini juga ada musibah lagi, bapak jatuh dari kursi roda dan menabrak siku meja akhirnya kena gegar otak ringan. Untung udah tertangani sih." terang Kinan lagi.

"Eh? Serius, Mbak? Ya ampun, turut prihatin ya Mbak. Ya udah nggak apa-apa Mbak disana aja dulu ya. Rawat bapaknya Mbak Kinan sampai sembuh. Oh ya sebenarnya selain kangen Mbak, ada sesuatu yang mau aku cerita ke Mbak. Ini soal Mas Gata, Mbak," suara Jannah berubah. Terdengar nada khawatir dari caranya bicara.

"Mas Gata? Ada apa sama Mas Gata, Jan?"

"Mas Gata datang kemarin. Orang-orang sini pada senang sih Mas Gata datang, katanya sekalian kunjungan juga. Kebetulan Mas Gata di cabang kita yang lain sedang pegang proyek nggak begitu jauh dari kantor sekarang, trus dia nyariin Mbak Kinan." terang Jannah.

Untuk apa Gata mencarinya?

"Nyari gimana? Emangnya Mas Gata lupa kalau kita udah putus, ya? Aneh-aneh aja itu orang! Nggak jujur sejak awal kalau udah beristri walau istrinya beda kota. Mana ngaku sama semua orang kalau dia lajang, pula. Nggak ada yang tahu kan sampai sekarang kalau Mas Gata itu udah menikah, Jan?"

Saatnya Menikah! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang