I'm So Sorry, Adendra ... [22]

592 89 8
                                    

"... Nginap disini kan, Mbak?"

"Iya, Pak. Nginap disini kok, kan Reza nggak pulang malam ini. Sudah lama juga nggak nginap."

"Aden datang kan?"

"Harusnya Aden datang sih, tadi dia masih di toko. Nggak mungkin dia sendirian di rumah juga, Pak."

"Habisnya kalian sendiri-sendiri begini. Bapak kira sedang nggak mau ketemu satu sama lain?"

Kinan menggeleng kecil seraya menarik sedikit ujung bibirnya menampakkan senyum agak terpaksa. Pertanyaan bapak seolah menyentil perasaannya tipis. Kenyataannya nggak sebesar itu, sih, tapi mereka memang terlibat perseteruan kecil sejak pagi, hingga tadi saat di posyandu keduanya pun masih nggak banyak bicara satu sama lain. Sekembalinya dari posyandu, Kinan langsung menuju rumah bapak. Dia sudah mengemas bahan makanan dari rumah Aden karena rencana menginap malam ini memang sudah ada. Selama menikah dengan Aden, bapak kebetulan tinggal bersama salah seorang sepupu Kinan dari pihak bapak. Namanya Reza, tapi malam ini laki-laki yang berprofesi sebagai dokter magang itu sedang nggak bisa kembali ke rumah karena shiftnya. Kebetulan sudah lama sejak terakhir kali menginap, Kinan putuskan malam ini dirinya akan menghabiskan hari di rumah bapak.

Soal kemana Aden, sebenarnya Kinan tahu jika suaminya itu kembali ke toko sehabis dari posyandu, tapi entahlah apa laki-laki itu akan menyusulnya kesini juga. Kinan nggak sempat mengirim pesan. Selain lupa, setelah ingat pun dia nggak merasa Aden akan mencarinya kemanapun sebelum ke rumah bapak.

Jadi, dia putuskan tetap disini sampai Aden datang-mungkin.

"Ya sudah Mbak, bapak ke kamar dulu ya, sudah agak ngantuk."

"Ayo Pak, Kinan antar."

"Nggak usah, nggak usah, kamu tunggu suamimu datang saja. Nanti pas Aden masuk nggak ketemu istrinya, bingung dia." kelakar bapak yang dibalas Kinan dengan senyum miringnya.

"Bapak ada-ada saja kalau mikir tuh. Ya sudah, pelan-pelan pakai kruknya Pak, Kinan nggak antar ya."

Sepeninggal bapak, Kinan yang duduk di kursi meja makan sejenak memikirkan soal bagaimana dia akan melihat wajah Aden malam ini. Bukan, dia nggak membenci laki-laki itu. Bahkan jika ada yang pantas membenci, sudah pasti Aden. Seharusnya suaminya lah yang pantas membencinya atas sikap nggak konsisten dan tanpa alasan sejak pertemuan itu. Kinan bukannya nggak ingin jujur pada Gata, tapi menurutnya, saat itu bukanlah waktu yang tepat untuk memberitahukan yang sebenarnya, pun ... dia merasa masih sulit memupuk dan meyakinkan perasaan ini, walau sudah berjalan dua bulan ditambah serangkaian kegiatan fisik maupun kebiasaan yang mulai ia sesuaikan.

Bukannya dia nggak pernah berusaha. Bahkan sejak tawaran Aden hari itu, dia sudah coba melihat sosoknya sebagai satu-satunya orang yang pantas dalam hidupnya, mengisi kekosongan hati setelah semua kehidupan keras yang dilalui.

Namun, ternyata nggak semudah itu. Kinan masih sulit membaca arti seorang Aden dalam dirinya lebih dari sekadar kata 'suami.'

Membayangkan meninggalkan semua yang telah ia raih sejauh ini, kembali menjangkau kehidupan kampung yang tenang dan damai. Kinan masih belum yakin, dia masih takut menerima semuanya walau bayangan menemani hari-hari bapak sudah ada.

"... Assalamualaikum."

Suara salam berbunyi pelan berangsur terdengar kala Kinan mulai mengoleskan krim malam keatas wajahnya setelah masuk ke kamar lima menit lalu. Melirik kearah pintu dari ujung matanya, perempuan itu menemukan sosok suaminya disana. Seorang Aden yang bergerak masuk ke dalam kamar lantas membuka baju kokonya, berikut sarung yang ia kenakan. Menanggalkan dua benda tersebut, menyisakan kaos dalaman putih beserta celana bokser pendek. Laki-laki itu duduk, posisinya membelakangi Kinan, lebih tepatnya saling membelakangi. Sejenak Aden nggak terlihat akan melakukan sesuatu atau bergerak sehingga suasana cenderung sunyi hanya menyisakan bunyi-bunyi ringan dari gerakan Kinan mengusap wajahnya pun suara dari luar jendela yang datang berkala.

Saatnya Menikah! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang