"Tadi kata bibi Dirga datang kesini ya?" Tuan Hendra, alias Papa Kiara berbasa-basi sebelum keduanya melakukan makan malam yang selalu rutin dilaksanakan di kediaman rumah ini.
Asal kalian tau saja, meskipun sikapnya keras pada Kiara tapi Papa Kiara ini tidak suka jika ditinggal makan sendirian. Pasti Papanya ini akan selalu memanggil Kiara sebelum waktu makan malam tiba.
Bahkan tidak jarang, Om Hendra memarahi Kiara jika anaknya itu sedang malas makan atau lupa untuk makan.
Kiara yang aslinya pemalas tentu saja hanya perlu membawa dirinya ke meja makan. Untuk urusan makanan itu sudah menjadi urusan bibi yang membuatnya. Atau sesekali Papanya yang masak jika sedang tidak sibuk dengan pekerjaan.
Dan untungnya sejah ini, Papa Kiara tidak pernah protes pada Kiara. Mau Kiara cuma malas-malasan seharian pun, Papanya tidak akan menegurnya. Ya, tapi itu ada syaratnya, Kiara harus menjadi anak yang penurut.
"Iya, cuma nganterin makan siang aja kok." Jawab Kiara seadanya, tidak ingin memperpanjang basa-basi keduanya. Kiara tentu saja sedang menutupi sesuatu dari Papanya, jika dia kebanyakan berbicara Kiara khawatir akan keceplosan dan malah berkahir Papanya mengetahui tentang masalah pertengkarannya dengan Dirga.
"Kamu sesekali juga datengin Dirga ke kantornya, bawain makan siang. Kasihan dia dicuekin kamu terus."
"Papa sok tau ih. Kapan coba aku cuek, orang aku sama Dirga baik-baik aja kok." Kiara menyangkal tuduhan Papanya yang seratus persen benar.
Selama dia resmi menjadi tunangan dari seorang Dirga, Kiara sama sekali belum pernah menginjakkan kakinya di kantor pria tersebut.
"Papa tau, orang Papa sering kok datang ke kantornya Dirga."
"Ih Papa ngapain kesana." Kiara menodong dengan penasaran ke arah Papanya itu.
"Ada urusan kerjaan." Kiara menghela nafas pelan mendengar itu. Bisa bernafas dengan lega karena Papanya ternyata tidak terlalu ingin mengorek informasi mengenai bagaimana hubungannya berjalan dengan Dirga.
"Kamu gak mau cepat-cepat nikah?" Pertanyaan yang sudah sekian kali Kiara dengar keluar dari mulut Papanya, dan hal itu selalu saja membuatnya muak. Rasanya mood makan Kiara menghilang seketika.
"Papa." Kiara memperingati dari nadanya, tidak ingin Papanya itu memulai topik ya biasanya selalu akan berkahir dengan perdebatan antara keduanya. Topik pembicaraan yang terlalu basi dan Kiara tidak menyukainya.
Bagaimana mau menikah? Sejauh ini saja hubungannya dengan Dirga tidak terlihat adanya kemajuan sama sekali. Tetap jalan ditempat, bahkan Kiara sendiri tidak yakin jika mereka akan berakhir di pelaminan seperti yang orang tua mereka inginkan.
"Kalau aku nikah emangnya Papa betah tinggal sendiri? Siapa yang bakal nemenin Papa makan nantinya?"
"Betah. Malah Papa senang kalau akhirnya ada laki-laki yang bisa menjaga kamu dan bertanggung jawab sepenuhnya pada kamu."
"Papa kok ngomongnya gitu sih? Kenapa uang Papa udah menipis ya? Gak bisa biayain aku lagi? Aku terlalu boros?" Kiara menanyakan serentetan pertanyaan yang bersemayam di dalam otaknya kala sang Papa mengatakan demikian.
Agaknya tie masuk akal juga sih pertanyaan Kiara ini, cuma ya dia hanya ingin mengalihkan pembicaraan saja agar tidak memegang.
Papa Kiara berdecak mendengar pertanyaan bertubi-tubi dari putrinya ini. Bisa-bisanya Kiara malah bertanya hal demikian, padahal jika anak itu meminta transferan tidak pernah sekalipun tidak dituruti.
"Sembarang. Kalau uang Papa mulai habis, gak mungkin Papa transfer kamu cuma buat beli tas yang katanya kamu idam-idamkan itu."
Kiara menyengir kuda mendengar itu, teringat kembali saat dia membujuk sang Papa agar diberi uang untuk membeli tas yang harganya cukup untuk membiayai uang makan dia selama satu bulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
RomanceKiara dipaksa tunduk pada perintah Papanya yang ingin menjodohkannya dengan anak dari seorang pejabat, Dirga namanya. Ancaman yang diberikan Papanya mampu membuatnya tidak bisa berkutik. Kiara pikir mudah untuk menjalankan perjodohan yang bisa di bi...