Malamnya keluarga Dirga datang untuk menjenguk Papa Kiara. Kiara duduk di sofa dengan yang lain, sedangkan Papanya tengah bercengkrama dengan Papa Dirga sambil bersandar di ranjangnya.
Kondisi Papa malam ini sudah membaik, dan Kiara bisa sedikit tenang karenanya. Jika memungkinkan besok Papanya sudah diizinkan untuk kembali ke rumah.
"Tante, maaf ya aku gak sempat kesana tadi." Tante Rena memegang tangan Kiara dan mengelus punggung tangannya.
"Gak papa, Tante ngerti kok pasti kamu khawatir kalau ninggalin Papa kamu pas sakit."
"Maaf udah buat Tante nunggu."
"Hei, jangan sedih Tante gak papa kok." Tante Rena menangkup wajah Kiara dengan kedua tangannya, keduanya berhadapan. Tante Rena menyunggingkan senyum setelahnya.
"Kiara." Panggilan dari Papanya membuat Kiara langsung menoleh dan menghampiri Papanya.
"Papa minta tolong belikan makan malam, bisa?"
"Bisa. Mau makan apa?" Kiara menoleh pada satu persatu orang yang ada disana. Termasuk pada seorang pria yang duduk di pojok sofa bersama dengan Rania.
"Apa aja boleh." Tante Rena yang menjawab, Kiara mengangguk dia pun mengambil tasnya dan akan bersiap untuk keluar dari kamar sebelum suara Dirga terdengar.
"Saya antar." Ucapan Dirga, menyusul Kiara yang telah berada di ambang pintu.
Dirga berjalan ke arah Kiara, dan meraih pergelangan tangannya. Setalah nya dia pun menarik Kiara keluar dari ruangan ini.
Sampai di lobby rumah sakit, Kiara menghempaskan tangannya yang menyebabkan pegangan Dirga terlepas.
"Aku bisa sendiri." Kiara mengatakan dengan datar, setelahnya dia berbalik dan berjalan tanpa Dirga disampingnya.
"Kita perlu bicara." Dirga berusaha menyamai langkah Kiara yang terburu-buru bahkan terkesan sedang berlari kecil.
"Kiara." Dirga berhasil mencekal kembali pergelangan tangan Kiara.
Kiara meronta-ronta meminta untuk dilepaskan. Tapi Dirga sepertinya benar-benar serius saat mengatakan akan berbicara.
"Ok kita bicara, tapi beli makan dulu." Dirga mengangguk, dia pun melepaskan tangan Kiara. Membiarkan perempuan itu melangkah ke sebrang jalan untuk memesan makanan.
Dirga mengikutinya dari belakang. Setelah Kiara mengatakan pesanannya pada sang penjual, Diega segera menarik tangan Kiara menuju samping warung karena tidak mungkin mereka berbicara di tengah-tengah warung yang sedang ramai pengunjungnya.
Kiara berbalik, sama sekali tidak berminat untuk bertatap mata dengan Dirga.
"Kiara, kamu sudah tau?" Kiara melirik sinis.
"Menurut Lo?" Kiara mengangkat satu alisnya, menantang.
"Jadi kamu mau?"
Kiara berdecak, dia bersedekap dada. Dan menatap Dirga serius.
"Dirga please tolak permintaan Papa. Ini cuma masalah sepele."
Kiara memberikan binar mata penuh permohonan. Dan saat ini Kiara sedang merendahkan harga dirinya untuk memohon pada Dirga agar menolak permintaan Papanya. Semua ini demi masa depannya, masa depan mereka berdua yang masih panjang.
"Tidak bisa." Jawab Dirga akhirnya, yang sukses membuat Kiara tercengang.
"Lo bisa Dirga, kalau Lo nolak pernikahan ini gak bakal terjadi, please." Kiara menghilang egonya, dia menyatukan telapak tangan sambil memberikan tatapan sesedih mungkin pada Dirga. Barang kali dengan permohonannya ini hati Dirga tergerak untuk menurutinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
RomanceKiara dipaksa tunduk pada perintah Papanya yang ingin menjodohkannya dengan anak dari seorang pejabat, Dirga namanya. Ancaman yang diberikan Papanya mampu membuatnya tidak bisa berkutik. Kiara pikir mudah untuk menjalankan perjodohan yang bisa di bi...