Kiara merutuki dirinya sendiri akibat kebodohannya semalam. Karena kebodohan itulah yang mengubah hidupnya mulai saat ini. Kiara merenung di depan sebuah televisi yang menyala tapi tidak diliriknya sama sekali. Otak Kiara sibuk memikirkan tentang kejadian semalam. Bisa-bisanya dia terbuai dengan sentuhan-sentuhan Dirga. Dan tidak memberontak sama sekali saat Dirga meminta izin nya.
Kiara meremas rambutnya frustasi. Dia seperti tidak punya muka lagi untuk berhadapan dengan Dirga. Sungguh Kiara masih merasa malu sekali. Apalagi bayang-bayang wajah Dirga yang tersenyum sebelum jatuh tertidur masih terngiang-ngiang di otak Kiara.
"Mbak Kiara, makan dulu ya." Entah sudah yang keberapa kalinya bibi menawarkan hal serupa pada Kiara.
Kiara tadi bangun saat jam hampir menunjukkan pukul sembilan, saat Kiara keluar dari kamar setelah membersihkan dirinya bibi langsung menghampiri dan menyuruhnya untuk sarapan.
Kiara sedang tidak berselera saat itu malah menolaknya. Kiara hanya meminum air karena tenggorokannya terasa kering, setelah itu dia duduk diruang tengah sembari menyalakan televisi. Dia hanya menghabiskan waktunya dengan merenung tentang kejadian semalam.
Hingga kini jam hampir menunjukkan pukul dua belas siang, dan itu artinya Kiara telah melewatkan sarapannya. Bibi kembali menawarkan makanan untuknya, Kiara yang masih tetap tidak berselera kembali ingin menolaknya.
"Nanti aja, Bi."
"Udah waktunya makan siang dan Mbak sama sekali belum makan. Makan sekarang ya Mbak, saya takut nanti dimarahi sama Mas Dirga."
"Dirga gak akan marah Bi, tenang aja." Kiara mengibaskan tangannya di depan wajah, seolah itu bukanlah permasalahan yang besar. Hanya hal sepele yang tidak akan berdampak apa-apa.
"Mbak dari tadi Mas Dirga teleponin saya terus, nanyain Mbak udah makan apa belum. Masa saya harus bohong sih Mbak?" Kiara langsung menoleh ke arah bibi, dan menatapnya penuh selidik.
"Terus bibi jawab apa tadi?"
"Saya bilang belum, kata Mbak Kiara nanti aja." Bibi menjawab yang membuat Kiara memutar bola matanya jengah.
"Saya lagi gak pengen makan aja bi, otak saya lagi banyak pikiran."
"Makanya Mbak Kiara makan dulu ya, biar gak sakit."
"Bibi kok maksa?" Kiara dengan nada suara kesalnya. Suara dering handphone kembali terdengar dan itu berasal dari saku bibi. Bibi langsung saja mengeceknya dan sekali lagi menatap Kiara.
"Mas Dirga telepon lagi Mbak." Bibi memberitahukan sembari memperlihatkan layar handphone yang bertuliskan nama suami Kiara disana.
"Bilang udah aja bi, biar cepet selesai." Bibi menghela nafas pendek lalu mulai menjawab telepon dari Dirga.
Kiara tidak tau apa yang dikatakan Dirga di sebrang sana. Tapi yang pasti bibi saat ini terlihat bimbang dan menatap pada Kiara berulang kali.
"Belum Mas. Katanya Mbak Kiara lagi banyak pikiran makanya gak mau makan."
Kiara melotot mendengar ucapan bibi. Bibi ini kenapa tidak bisa di ajak kompromi. Tidak Kiara sangka bahwa bibi memang sejujur itu orangnya hingga pada Dirga pun tidak berbohong. Pantas saja Papa Kiara sangat percaya pada bibi.
"Mas Dirga tanya, Mbak Kiara sakit? Pusing atau mual mungkin?" Bibi bertanya ke arah Kiara, menyampaikan apa yang menjadi pertanyaan Dirga di sebrang sana.
Kiara memegang keningnya lelah. Dia menggeleng ke arah bibi agar melaporkannya pada Dirga.
"Nggak katanya Mas, Mbak Kiara gak sakit apa-apa." Kiara masih mendengarkan percakapan sepihak dari bibi dan juga sosok yang menjadi suaminya itu.
"Biasanya Mbak Kiara kalau lagi males makan, bapak selalu suruh saya beliin ayam geprek buat Mbak Kiara." Kiara semakin melotot mendengar penurutan bibi yang terlalu jujur. Kiara tetap menatap lekat lekat ke arah bibi hingga panggilan telepon dari Dirga pun berkahir.
"Bi apaan sih kok sampai ngomong gitu segala ke Dirga." Kiara memprotes tindakan bibi barusan.
"Ya saya gak ada cara lain Mbak, dari pada Mbak gak makan jadi saya ngomong kayak gitu." Kiara berdecak, dia menyilangkan tangan di depan dada tanda bahwa dia sedang kesal pada bibi.
"Katanya sebentar lagi Mas Dirga pulang bawa ayam geprek buat Mbak." Ucap bibi memberitahukan apa yang Dirga katakan terkahir kali sebelum mematikan sambungan telepon.
Kiara melotot, itu artinya dia akan bertemu Dirga sebentar lagi dong. Kiara menggeram kesal, mau ditaruh dimana mukanya ini. Kiara berjalan mondar-mandir di depan televisi. Otaknya sibuk berpikir bagaimana cara menghindari Dirga, hingga Kiara tidak sadar waktu dan suara mobil memasuki garasi membuatnya menjadi panik.
Kiara yakin itu seratus persen pasti Dirga. Kiara yang dasarnya masih belum siap untuk menghadapi Dirga kembali, malah berlari dengan cepat ke arah kamar.
Kiara menarik selimut hingga pinggang dan memejamkan matanya. Pura-pura tidur sepertinya adalah pilihan yang masuk akal saat ini, semoga saja Dirga cepat kembali ke kantor hingga Kiara bisa mengakhiri dengan cepat sandiwaranya.
Tidak lama suara ketukan pintu berbunyi yang menandakan bahwa ada seseorang dibaliknya dan Kiara yakin bahwa itu adalah Dirga. Kiara bersandiwara sebaik mungkin agar Dirga yakin bahwa kini dia memang sedang tidur.
Kasur yang ditiduri Kiara bergerak, seseorang mendudukinya. Beberapa detik dilewati hanya dengan keheningan, hingga sampai pada saat Kiara bisa merasakan sebuah jari yang mengusap pipinya. Kiara tetap bergeming, hingga tidak sadar bahwa dia menahan nafasnya. Jari tersebut menghilang sejenak dari wajah Kiara.
Dirga memperhatikan sosok Kiara yang terlelap di atas kasurnya. Entah mengapa jarinya seperti sangat ingin untuk menyentuh kelopak mata indah itu. Dirga mendaratkan jarinya disana, mengelus bulu mata lentik milik Kiara yang membuat sang empunya mengerjap. Dan dari sanalah Dirga baru tersadar bahwa Kiara saat ini sedang berpura-pura tidur.
Dirga menghela nafas, tidak mengerti dengan motif Kiara untuk pura-pura tidur saat dirinya datang.
"Bangun Kiara, saya tau kamu cuma pura-pura." Ucap Dirga setelah hampir semenit Kiara masih saja berpura-pura padahal sudah tertangkap basah. Dirga menarik tangan Kiara membuat tubuh Kiara mau tidak mau menjadi terduduk karenanya.
Kiara masih tetap melanjutkan sandiwaranya, dia mengucek matanya seperti orang yang dipaksa bangun.
"Apa sih, ngantuk banget tau. Orang mau tidur juga." Ucapnya berpura-pura kesal akibat dibangunkan. Salahkan Kiara yang aktingnya memang lah buruk.
"Cepetan bangun, makan dulu sana. Saya bawakan ayam geprek kesukaan kamu." Titah Dirga lalu menggiring Kiara untuk menuju meja makan. Kiara berdecak, dia berjalan dengan menghentakkan kakinya agar Dirga tau betapa kesalnya dia saat ini.
Melihat Dirga dan Kiara yang saat ini sudah duduk di ruang makan, Bibi segera menyajikan ayam geprek yang dibawakan Dirga tadi.
"Makan ya Mbak." Ucap bibi sebelum meninggalkan pasangan suami istri itu di meja makan.
Kiara mencibir, dengan terpaksa dia meraih ayam geprek yang sudah dipindahkan ke atas piring itu. Kiara memakannya dengan cepat berharap ayam geprek ini segera habis. Acara makannya bertambah tidak nyaman saat Dirga menatapnya begitu lekat.
"Sekarang gue udah makan, sana Lo balik kantor." Suruh Kiara yang terkesan mengusir Dirga secara terang-terangan.
"Ngomongnya harus sopan sama suami." Ucap Dirga dengan senyum yang membuat Kiara muak. Apalagi ditambah elusan lembut Dirga di rambutnya, langsung hilang selera makan Kiara.
"Iya sana kamu balik kantor. Banyak kerjaan kan." Suruh Kiara lagi kali ini dengan lebih sopan.
"Sok tau. Kerjaan saya sudah selesai jadi gak perlu balik kantor lagi."
Kiara membelalak, ini sih berita buruk baginya.
"Balik kantor aja, selesaiin kerjaan lain kek, apa kek."
Dirga menatap Kiara dengan penuh curiga. Kenapa Kiara seakan ingin mengusirnya.
"Kamu ngusir saya? Mau mengindari saya?"
To be continued
Maaf ya updatenya masih sering telat🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
RomanceKiara dipaksa tunduk pada perintah Papanya yang ingin menjodohkannya dengan anak dari seorang pejabat, Dirga namanya. Ancaman yang diberikan Papanya mampu membuatnya tidak bisa berkutik. Kiara pikir mudah untuk menjalankan perjodohan yang bisa di bi...