Kiara mengabaikan laptopnya yang terbuka di atas ranjang. Dia terlentang dan menatap ke arah langit-langit kamarnya.
Hari ini entah Kenapa otaknya tiba-tiba saja tidak berjalan dengan baik. Akibatnya, pekerjaan yang harus diselesaikannya harus terbengkalai. Sudah sekitar dua jam berlalu, dan Kiara sama sekali belum menemukan inspirasi untuk merangkai kata demi kelanjutan cerita novelnya.
Kiara stress, dia menjambak rambutnya yang semula sudah bermatakan menjadi semakin berantakan. Otaknya blank, berbagai macam cara telah dia kerjakan demi mengumpulkan mood sekaligus menjadi inspirasi bagi ceritanya. Tapi yang dilakukannya adalah sia-sia, dia belum ada menyelesaikan satu bagian pun dari ceritanya.
Kiara menyerah, mood-nya sedang sangat tidak karuan. Akhirnya dia menutup laptop dan membiarkannya tergeletak diatas ranjangnya.
Sedangkan Kiara sendiri saat ini tengah ingin berjalan keluar, meskipun hanya sekedar mencari angin segar diluar rumah. Tidak segar juga sih sebenarnya, panas terik begini mana mungkin menemukan kesegaran ya kan.
Dengan hanya mengenakan kaos oblong dan celana pendeknya dilengkapi dengan sandal jepit, Kiara akhirnya memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar kompleks saja. Tidak peduli dengan panas terik yang sangat menyengat ini.
Dengan berbekal payung sebagai penyangkal sinar matahari, Kiara kini berjalan ke arah pasar buah yang terletak tidak jauh dari sana.
Dia sangat suka sekali dengan buah-buahan, apalagi yang masih fresh. Rasanya sungguh tiada duanya.
Senyum Kiara mengembang saat melihat pasar tersebut, buah-buahan disana terkenak fresh makannya bibi selalu membeli ditempat ini. Selain jaraknya yang dekat harganya juga lebih murah dari pada yang ada di supermarket.
"Cari apa neng?" Tanya ibu-ibu penjual buah tersebut.
"Mau buah yang ini bu, satu aja." Kiara menunjuk ke arah buah semangka yang terlihat sangat menggiurkan untuk disantap di siang hari ini.
"Ini aja neng?"
"Iya Bu itu aja. Berapa?"
Setelah penjual tersebut mengatakan nominal yang harus dibayar, Kiara mengeluarkan uang dari sakunya. Dengan sisa uang yang dimilikinya, Kiara berasumsi bahwa uang ini masihlah cukup untuk membeli makan siang.
Kebetulan juga ada warteg disamping pasar buah itu, jadilah Kiara mampir kesana. Karena sudah lama tidak makan langsung di warteg dan Kiara sudah kangen sekali dengan rasanya, akhirnya Kiara memutuskan untuk makan disana saja.
Kebetulan juga sedang ada beberapa orang yang juga ikut membeli. Sembari memakan makanannya, Kiara sesekali mendengarkan gosip yang beredar dari pemilik warteg dan juga anaknya.
Mayoritas yang digosipkan adalah tentang berita-berita artis yang sedang viral saat ini. Kiara juga tidak terlalu tau, karena jarang sekali dia menonton TV.
"Bu tau gak sih, katanya ada istri pejabat gitu yang ketahuan lagi ngunjungin butik." Terdengar sang anak yang memulai topik pembicaraan.
"Ya biasa aja kali. Paling juga mau shopping kan."
"Bukan Bu, ini tuh beda. Butiknya itu yang biasa jual baju-baju pengantin gitu."
"Ya terus anehnya dimana?"
Kiara mengangguk-angguk setuju dengan perkataan ibu tersebut. Memang tidak ada yang aneh dari apa yang dikatakan anaknya itu.
"Gak aneh sih, ternyata anaknya mau nikah Bu."
"Ya bagus itu." Si ibu menyela perkataan anaknya sebelum selesai. Sang anak menatap jengah karena ibunya terburu-buru menyahuti tanpa mendengarkan hingga selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
RomanceKiara dipaksa tunduk pada perintah Papanya yang ingin menjodohkannya dengan anak dari seorang pejabat, Dirga namanya. Ancaman yang diberikan Papanya mampu membuatnya tidak bisa berkutik. Kiara pikir mudah untuk menjalankan perjodohan yang bisa di bi...