22. | Pingsan

108 11 1
                                    

Rara menahan keseimbangan agar tidak tumbang, tapi tubuh mungilnya tidak bisa menahan rasa pusing yang sangat amat parah. Wajah Rara mulai berubah karena bibir nya sudah pucat. Gunawan mulai menyadari perubahan wajah Rara, "Ra ...?"

Gubrak ... Rara pingsan tepat dihadapan Gunawan. Seketika Gunawan menadah kepala Rara di tangannya.

"Rara bangun, Ra!" panik Gunawan.

Darah segar juga keluar dari hidung Rara menandakan bahwa Rara sedang tidak baik-baik saja.

"Astagfirullah Rara! Tunggu sebentar, Juli panggil anak-anak UKS dulu."

"Nggak usah, biar gue aja. Nggal bakal keburu juga." Gunawan mengangkat tubuh Rara dan ingin membawanya ke UKS, tapi Juli menghadang jalan Gunawan. "Tapi kakak harus ngelanjutin hukuman kakak."

"Lu gila, ya?! Kondisi temen lu lagi begini, masih sempet-sempet nya mentingin hukuman orang?! Nggak ada otak lu." Gunawan tidak peduli dengan arahan Juli, ia tetap membawa Rara ke UKS untuk ditangani.

***

"Minta tissue sama kayu putih. Dia pingsan sama mimisan," ucap Gunawan kepada penjaga UKS.

"Baik, Kak." Sambil menunggu penjaga UKS, Gunawan membaringkan Rara dalam posisi menyender guna menurunkan darah yang keluar dari hidung Rara.

"Kenapa kamu bisa pingsan sih?? Kalau kamu sakit seharus kamu bilang sama aku," gumam Gunawan.

"Ini, Kak. Minyak kayu putih sama tissue nya."

Secara perlahan, Gunawan membersihkan hidung Rara dari darah mimisan itu.

"di tidurin aja, Kak. Nanti dia pusing," ucap si penjaga UKS.

"Kalau dia ditidurin, nanti darah dia masuk ke lambung nya malah jadi iritasi. Lu anak UKS gimana sih?! Masa begitu doang nggak tau?!" 

"Maaf, Kak."

"Nggak pantes lu jadi penjaga UKS. Udah, Rara biar gue yang ngurus, lu mending pergi dari sini," usir Gunawan.

Si penjaga UKS pergi begitu saja. Sedangkan Gunawan masih sibuk mengurus Rara. Mengganti tissue, melepaskan sepatu Rara, sampai membuka kancing kerah Rara agar Rara bisa mendapatkan lebih banyak oksigen.

"Ayo dong, Ra, bangun. Aku nggak tega ngeliat kamu kayak gini." Gunawan mulai membangunkan Rara menggunakan minyak kayu putih yang di dekatkan ke hidung Rara.

Uhukk....

"Akhirnya kamu sadar juga."

"Aku kenapa? Kenapa-"

"Sstttt, nggak usah banyak tanya. Tadi kamu pingsan di depan aku. Kamu juga mimisan, jadinya aku bawa ke UKS," jelas Gunawan.

"Tapi kan ... kamu harus di hukum. Seharusnya kamu balik ke lapangan, bukan di sini. Lagi pula di sini juga ada yang jaga kan? Sana ke lapangan," suruh Rara.

"Dengerin gua. Penjaga UKS itu nggak bener jagain lo! Kalau lu dijagain sama dia, yang ada lu bisa iritasi pencernaan gara-gara mau tidurin lu pas lu lagi mimisan. Bukannya terima kasih malah ngomel, disuruh balik ke lapangan lagi. Nggak jelas lu," kesal Gunawan.

"Ya tapi-"

"Gua di sini karena gua sayang sama lu. Gua nggak biarin lu kenapa-kenapa apalagi setelah lu pingsan kayak gini. Kalau lu lebih mentingin hukuman gua, artinya lu mau diri lu celaka. Seandainya bu Riri tau lu pingsan kayak tadi, dia pasti nyuruh gua untuk jagain lu. Ngerti?"

"Sekarang saya sudah baik-baik saja. Artinya kamu harus pergi dari hadapan saya," usir Rara.

"Sekarang gua ngerti. Lu pasti masih salah paham sama gua soal semalem. Gua jelasin ya, dengerin. Semalem pas lu telfonan sama gue, itu anak setan tiba-tiba telfon gua. Gua reflek karena kesel, makanya gua bilang 'Anak Anjing', bukan buat lu. Mau liat? Gua kasih liat history call whatsapp gua nih."

"Nggak usah. Nggak perlu," jawab Rara singkat.

"Artinya ... lu udah percaya sama gua? Secara nggak langsung lu maafin gua dong?" tanya Gunawan.

"Iya."

"Nah ... gitu kan enak. Udah salah paham, nggak mau denger penjelasan gua dulu, sakit sendiri kan lu," ledek Gunawan.

"Apaan sih. Saya mau balik ke lapangan, ayo ikut!"

"Nggak bisa. Lu harus diem di sini. Di luar matahari lagi terik, yang ada lu mimisan dan pingsan lagi." Gunawan memegang tangan Rara agar Rara tetap berada di dekatnya.

"Saya punya tanggung jawab! Saya nggak bisa di sini terus!" 

"Tapi lu juga harus tanggung jawab sama kesehatan lu! Kalau lu sakit, gimana caranya lu jalanin semua kewajiban lu?"

Perkataan Gunawan benar. Rara harus memprioritaskan kesehatannya lebih dulu.

"Owh ... atau mungkin ini cara agar kamu tidak melanjutkan hukuman kamu? Kamu memanfaatkan saya?" tanya Rara.

"Gua cuma khawatir sama lu ... gua nggak mau lu kenapa-kenapa, ngerti nggak sih?! Udah lu di sini dulu, sampe bel jam pertama. Kalau lu tetep mau balik ke lapangan, gua nggak akan tolongin lu lagi dan gua akan bilang ke semuanya jangan ada yang berani nolongin lu." kesal Gunawan.

Rara mengiyakan permintaan Gunawan untuk tetap berada di UKS dengan menidurkan badannya lagi ke kasur. Gunawan pun mengerti akan hal itu.

***

Tring ...

Bel jam pertama sudah berbunyi. Rara bangun dari tidurnya dan langsung pergi meninggalkan Gunawan.

"Eh gila lo! Jangan jalan sendiri ngapa?" Gunawan menarik tangan Rara dengan kasar.

"Saya mau ke kelas. Jam pertama udah mau di mulai, apa kamu lupa?" 

"Gua anterin lo ke kelas. Nggak ada penolakan, ayo!"

Rara tidak peduli dengan ucapan Gunawan. Rara terus berjalan dan Gunawan harus mengikuti Rara sampai di depan kelasnya. Ternyata di kelas Rara sudah masuk seorang guru sejarah bernama Pak Gerry, tapi karena Gunawan masih mengikuti Rara, Rara langsung mengusirnya.

"Ngapain sih lu masih ngikutin gue?! Mending lu balik ke kelas lu!" ucap Rara.

"Gua cuma mastiin lu baik-baik aja. Cuma itu!" jawab Gunawan.

"Ya sekarang gua udah di depan kelas. Lu mau ikut masuk?"

Nada tinggi mereka mengundang heran pak Gerry dari dalam kelas. "Ada apa ini?" ucap pak Gerry yang baru membuka pintu.

"Eh bapak," Gunawan langsung mencium tangan Pak Gerry, diikuti oleh Rara. "Nggak ada apa-apa kok pak," lanjut Gunawan.

"Kamu ngapain di sini? Bukan nya kelas kamu di lantai 3?" tanya pak Gerry.

"Ini pak, saya mau nganterin Rara. Soalnya tadi dia pingsan pas jagain anak-anak yang di hukum karena terlambat," jawab Gunawan.

"Ngapain kamu nganterin dia? Emang Rara nggak bisa ke kelas sendiri?"

"Bapak, seandainya nih pak, kita bicara seandainya ... Rara jalan, abis itu dia pingsan lagi, nggak ada yang tau, nggak ada yang nolongin, kita telat dan nggak ke tolong gimana pak? Bapak mau tanggung jawab?" tanya Gunawan.

"Ada aja jawaban kamu. Sana balik ke kelas kamu," suruh pak Gerry.

"Kan saya jelasin pak, biar nggak salah paham ntar. Yasudah, saya balik ya pak. Assalamualaikum," pamit Gunawan.

Melihat wajah Rara yang pucat, pak Gerry memastikan perkataan Gunawan benar, "Kamu gapapa, Ra?"

"Gapapa, Pak," jawab Rara.

"Ya sudah, kamu masuk."

Rara masuk ke dalam kelasnya dan siap melanjutkan perjalanan. Putri dan Randa berusaha mendekati Rara bertujuan untuk mengetahui keadaan dari sahabatnya.

....

Untung ada ayang yang nolongin, kalau nggak kasihan Rara bisa salah penanganan. Lucu ya, yang satu nyuruh ke lapangan, yang satu nyuruh di UKS. Yang satu ngerasa dimanfaatin, yang satu alesan jagain. Apa bentuk perhatian Gunawan ke Rara yang lagi sakit? DI PART SELANJUTNYA! SEE YOU!

It Ends With UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang