"Entah apa yang semesta rencanakan untuk dua insan yang sebelumnya saling mengabaikan."
-Sabtu, 10 Juni 2023-
***
"Vi!"
Langkah Silvia terhenti mendengar seseorang memanggil dari arah belakang. Namun, suaranya tak terlalu familiar membuat Silvia berpikir mungkin bukan dirinya yang tengah dipanggil oleh orang itu. Lagi pula yang disebut hanya kata 'Vi', orang dengan akhiran atau awalan nama Vi cukup banyak menjadi murid di SMA Khatulistiwa dan mungkin beberapa dari mereka tengah berada di sekitar Silvia.
Silvia melanjutkan langkah dengan tangan yang mencengkeram erat tali ranselnya. Memperhatikan kaki yang melangkah sembari menendang kerikil yang menghiasi jalanan. Terlihat tenang dan baik-baik saja, padahal perasaannya sudah bercampur aduk. Sebab, Silvia tidak suka sendirian di tempat umum dengan waktu yang cukup lama.
"Silvia!"
"Lo enggak budek 'kan?"
Motor ninja berwarna merah berhenti beberapa meter di depan Silvia. Silvia berdecak kesal melihat orang asing itu menghadang jalannya.
"Siapa lo?" tanya Silvia. Dia tidak mengenali motor tersebut, postur tubuh pemuda yang mengenakan seragam SMA Khatulistiwa itu juga masih agak asing di mata Silvia, ditambah helm yang menutupi wajah membuat Silvia semakin tidak tahu siapa gerangan yang menggangunya.
"RG," jawab pemuda itu sembari membuka helmnya. "Randy ganteng," lanjutnya sembari menampakan senyum lebar.
Silvia menatap pemuda itu dengan wajah datar. Merasa risih dan tak nyaman. Mereka tidak akrab, meskipun berada di kelas yang sama kurang lebih tujuh bulan terakhir. Namun, pemuda itu sudah dua kali mencoba sok akrab dengannya.
Silvia jadi bertanya-tanya apa yang membuat pemuda itu mencoba berinteraksi dengannya? Tujuh bulan sekelas, Randy satu-satunya yang belum pernah berbicara dengan Silvia. Saat bertemu di kelas mereka juga hanya saling melirik kemudian saling mengabaikan. Benar-benar asing, tapi mengenal nama satu sama lain. Silvia juga melihat selama ini Randy sama sekali tak berniat berteman dengannya padahal dari yang Silvia amati pemuda itu terbilang ramah dan mudah bergaul, Silvia juga tidak berminat berteman dengan tukang bolos sepertinya. Omong-omong soal mengamati, Silvia bukan hanya mengamati Randy, tapi hampir seluruh penghuni kelas, Silvia yang introver memilih mengamati teman-teman sekelasnya dibandingkan berinteraksi untuk mengetahui kepribadian mereka.
"Senyum dikit kek, muka lo datar banget kek papan tulis," canda Randy yang kini memudarkan senyumnya.
"Mau lo apa?" tanya Silvia.
"Gue mau nawarin lo buat pulang bareng gue. Ayo!" jawab Randy penuh semangat.
"Terima kasih tawarannya, tapi lo mending pulang sendiri," ketus Silvia. Dia tau niat Randy baik, tetapi dia tidak begitu mengenal pemuda itu. Dia takut.
"Motor lo ngehalangin jalan. Mending minggir!" lanjutnya.
"Niat baik jangan ditolak, dong. Pulang bareng gue aja, daripada lo di sini panas-panasan. Kalau lo nunggu taksi lewat, di sini jarang ada taksi lewat, kalau nunggu bus, busnya masih agak lama datangnya. Mending pulang bareng gue."
Randy benar-benar cerewet membuat Silvia semakin tidak nyaman. Silvia tidak suka orang yang berisikan, kecuali keluarga dan teman dekatnya.
"Kalau lo takut gue niat jahat sama lo, lo bisa pegang hp gue. Kalau gue macam-macam lo bisa buang itu hp-nya," ujar Randy yang terlihat tak menyerah membujuk Silvia.
Kening Silvia mengerut. "Gue enggak mikir soal itu. Gara-gara omongan lo tadi gue jadi mikir hal itu. Lo mau macam-macam ke gue?!" tuduh Silvia. Dia mundur selangkah dan menatap tajam ke arah Randy. Apalagi dia tidak begitu mengenal Randy, dia tidak tahu seperti apa sifat pemuda itu. Silvia hanya tahu bahwa pemuda itu suka ikut merokok di kelas dan membolos.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEBUAH KISAH DARI HATI YANG PATAH
Roman pour AdolescentsOrang-orang tahu bahwa Silvia hanya sebatas sahabat untuk Farhan tak pernah lebih. Farhan punya Shyfa di sisinya sekarang sebagai kekasih. Sementara Silvia betah dengan kesendirian karena hatinya masih tertambat pada sosok sang sahabat. Tiba-tiba R...