"Bukankah setiap keputusan memiliki konsekuensinya masing-masing?"
-Selasa, 20 Juni 2023-
***
Jam sebentar lagi menujukkan pukul dua belas malam. Pergantian hari dan tanggal hanya dalam hitungan menit, itu berarti hari peringatan ulang tahun Randy akan segera berakhir, tapi Silvia belum memberikan kado apa pun.
Silvia masih terjaga padahal orang rumah sudah terlelap. Gadis itu malah duduk sendirian di balkon kamar merasakan embusan angin malam yang dingin menyapa kulit. Namun, dia seolah tak terganggu dengan rasa dingin itu malah terlihat sangat menikmatinya.
Silvia sulit untuk tidur karena isi pikirannya yang sangat menganggu. Dia terus menebak-nebak isi kepala Shyfa dan Farhan tentang dirinya setelah komentar buruk tadi. Dia juga mulai berandai-andai bagaimana jika dia jujur soal perasaannya.
Namun, yang terlintas di pikiran lebih banyak kilasan hal-hal buruk yang mungkin terjadi jika dia mengakui semuanya. Itu membuat rasa takut di hati Silvia kian membesar. Dia takut dijauhi, dia takut ditinggal, dia takut dicap buruk, Silvia selalu ingin terlihat baik dan tak mau kehilangan siapa pun.
"Saran Friska kayaknya salah satu solusi yang tepat buat nutupin fakta biar yang lain enggak semakin curiga kalau sebenarnya gue suka sama Farhan." Silvia mulai menimbang-nimbang saran yang diberikan Friska tadi pagi. Jika dipikir-pikir itu masuk akal, jika Silvia memacari Randy orang-orang akan berpikir jika Silvia menyukai Randy bukan Farhan. Jika Silvia mempelakukan Randy seperti pacar yang baik kepercayaan orang-orang akan bertambah dan tak akan ada yang menuduhnya yang bukan-bukan lagi.
"Randy. Dia solusinya," gumam Silvia.
Silvia meraih ponsel yang sedari tadi berada di atas meja. Dia mulai membuka aplikasi perpesanan dan membuka chat dari Randy yang sedari tadi diabaikan. Dia mulai mengetik dengan lincah sambil mengatur kata di otaknya.
RG—Randy Gesrek
Terakhir dilihat pada pukul 23.03Sebelum hari ini berakhir gue mau ngasih kado ulang tahun yang lo minta
Gue nerima lo
Tepat pada pukul 23.59 WIB pesan Silvia berhasil terkirim.
Silvia tidak tahu apa ini keputusan yang benar atau tidak. Namun, keputusan itu menjadi satu-satunya solusi yang terpikirkan untuk saat ini. Bagaimanapun risikonya nanti, dia akan menerimanya. Bukankah setiap keputusan memiliki konsekuensinya masing-masing?
***
Silvia sudah mengenakan seragam sekolah dengan rapi dan lengkap. Rambut pendeknya dibiarkan terurai seperti biasa dengan poni pendeknya yang menutupi kening. Hanya tinggal sarapan saja, dia siap berangkat ke sekolah.
Gadis yang tiga bulan lagi menginjak usia tujuh belas tahun itu berjalan menuruni tangga dengan begitu pelan. Tak ada senyum di wajah, nampak tak bersemangat sama sekali.
Dia menyapa kedua orang tua dan kakak laki-lakinya yang sudah berada di meja makan lebih dulu. Kemudian, sibuk menyantap sarapan masing-masing.
Silvia menghabiskan sarapannya dengan cepat, lalu menekuk air minum. Bersamaan dengan itu suara motor yang tak asing terdengar dari luar dan disusul bel rumah berbunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEBUAH KISAH DARI HATI YANG PATAH
Ficção AdolescenteOrang-orang tahu bahwa Silvia hanya sebatas sahabat untuk Farhan tak pernah lebih. Farhan punya Shyfa di sisinya sekarang sebagai kekasih. Sementara Silvia betah dengan kesendirian karena hatinya masih tertambat pada sosok sang sahabat. Tiba-tiba R...