"Semua orang punya ketakutan, tapi tidak semua orang berani untuk melawan."
-Senin, 04 September 2023-
***
"Kamu yakin?" Aina menatap Silvia dengan perasaan khawatir.
Silvia mengangguk sambil tersenyum untuk meyakinkan ibunya. "Aku enggak bisa gini terus, Ma."
Aina mengembuskan napas berat, lalu mengangguk setuju.
Silvia kembali menarik paksa senyum untuk menunjukkan bahwa dia baik-baik saja agar sang ibu tak khawatir. Padahal kedua telapak tangannya sudah berkeringat dingin, jantung mulai berdegup lebih cepat, dia sedikit gelisah saat bayang-bayang masa lalu berontak untuk memenuhi pikiran.
Silvia melangkah pelan sedikit ragu menuju garasi. Menatap motor matic merah sedikit berdebu yang menjadi penghuni garasi rumahnya.
"Semua bakal baik-baik aja." Silvia menggenggam telunjuknya begitu erat sembari memejamkan mata. Dia berusaha menenangkan diri yang mulai diserang ketakutan yang selama ini berusaha dihindarinya. Silvia punya ketakutan berkendara sendiri karena pernah jatuh dari motor sehari setelah dia masuk SMA. Dia menabrak gerbang rumahnya sendiri. Sebab itu, selama ini dia selalu diantar-jemput ke sekolah.
Sore itu, setelah menyakinkan diri berkali-kali dan melawan segala ketakutannya, Silvia kembali berkendara mengelilingi kompleks perumahannya. Beberapa kali hampir menabrak sesuatu yang dilewati, hati Silvia berkata untuk menyerahkan saja. Namun, logika terus memaksa Silvia bertahan.
"Enggak akan ada yang berubah, kalau gue tetap diam dan pasrah," ujar Silvia.
***
"Lo masih marah ke Shyfa?" tanya Rara. Gadis bersurai cokelat itu membaringkan tubuh dengan lengan dijadikan bantal. Dia menatap langit-langit kamar Silvia dengan pikiran melayang-layang entah ke mana.
"Gue lebih marah ke diri gue sendiri, sih," balas Silvia. "Gue enggak mampu ngendaliin diri gue sendiri sampai enggak sadar kalau selama ini gue udah nyakitin Shyfa. Wajar dia ngelakuin itu ke gue."
Silvia tidak menampik jika dia turut andil atas apa yang Shyfa lakukan. Dia tahu, apa yang dia lakukan bersama Farhan di belakang Shyfa itu bukanlah hal yang pantas. Silvia merasa buruk menjadi sahabat.
"Lo percaya Shyfa ngerencanain semua itu?" tanya Rara. Dia melirik sesaat Silvia yang duduk di depan meja belajar.
"Kalau bukan dia, terus siapa? Randy?" Sebelah alis Silvia terangkat. "Randy aja dikendaliin sama dia."
"Friska," ujar Rara.
Silvia menoleh ke arah Rara dengan pandangan tak percaya. "Tau dari mana lo?"
"Shyfa sendiri yang cerita ke gue."
"Malam di mana dia putus sama Farhan dia datang ke rumah gue. Dia ceritain semuanya dan dia nyesel."
"Gue harap lo bisa maafin dia kayak dia maafin lo. Gue enggak mau kita berantakan kayak gini."
Rara menceritakan apa yang pernah Shyfa ceritakan padanya. Silvia menatapnya dengan bibir sedikit terbuka, tak percaya jika Friska ikut andil.
Rara menyudahi ceritanya, lalu memejamkan mata. "Percintaan gue udah ancur, Vi, gue enggak mau persahabatan gue amburadul kayak gini."
Silvia mengembuskan napas panjang. Dia semakin bingung harus seperti apa sekarang.
"Lupain," ujar Silvia. Dia tidak ingin membahas topik itu. Dia ingin rehat sejenak dari masalah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEBUAH KISAH DARI HATI YANG PATAH
Fiksi RemajaOrang-orang tahu bahwa Silvia hanya sebatas sahabat untuk Farhan tak pernah lebih. Farhan punya Shyfa di sisinya sekarang sebagai kekasih. Sementara Silvia betah dengan kesendirian karena hatinya masih tertambat pada sosok sang sahabat. Tiba-tiba R...