Belinda sudah berhasil menjual mobilnya dan menyewa kontrakan kecil, tapi masih layak untuk ditinggali. Kontrakan ini memiliki jarak cukup jauh dari para tetangga. Belinda sengaja memilihnya, karena ia tahu, setelah ini, hidupnya mungkin penuh dengan cacian dan makian.
Belinda menata pakaiannya di lemari kecil, membersihkan tempat tidur dan menyapu. Rumah ini memiliki dua kamar, kamar mandi dan dapur yang ukurannya sangat sempit.
Belinda mengusap peluh di dahinya, melelahkan. "Capek banget ya sayang," Ujar Belinda lirih mengelus perutnya.
"Nanti kita belanja ya, kita beli susu hamil biar kamu sehat, Mama lupa beli susu hamil nak. Nanti, kita cek kandungan juga ya sayang, Mama pengen lihat sebesar apa kamu diperut Mama".
Belinda membersihkan diri dikamar mandi, kamar mandi yang sangat kecil, tanpa shower, dan bathup. Setelah selesai, Belinda bersiap-siap menggunakan dress selutut dan keluar dari rumahnya menunggu angkot.
"Wah, kamu orang baru yang tinggal di kontrakannya Bu. Haji Aminah yaa???"
Belinda tersenyum tipis, "Iya ibu". Belinda melihat ibu-ibu yang menyapanya, seketika, ia jadi ingat almarhuman Mamanya.
"Waduh, cantiknya, mau kemana?? Eh kenalin, nama ibu, Bu Ani, ibu tinggal di belakang rumah kontrakan kamu".
"Mau ke pasar ibu, nama saya Belinda ibu".
"Wah, barengan aja kalau gitu, saya juga mau ke pasar, yuk".
Belinda mengangguk, senang, Belinda dan Bu Ani menyetop angkot dan menaikinya. Belinda yang seumur hidup baru naik angkot mendadak ingin mual, ia benar-benar ingin memuntahkan isi perutnya, tapi ia berusaha menahannya.
Ani menyetop angkot saat mereka berdua sudah dekat dengan pasar. Ia mengajak Belinda untuk turun. "Kamu sakit nak??" Tanya Ani khawatir melihat wajah Belinda yang pucat.
"Ayo kita duduk dulu".
Belinda menurut saja saat Ani menggenggam tangannya membawa Belinda duduk didepan toko.
"Kamu baik-baik saja?"
Belinda mengangguk, "Maaf ibu, huekk".
"Waduh, kamu mual sayang". Ani terlihat panik mengambil kresek dan memberikannya pada Belinda. "Muntahin di kresek ini, biar mualnya reda".
Belinda benar-benar memuntahkan isi perutnya, perutnya benar-benar terasa di aduk-aduk, hingga rasanya Belinda ingin menangis, menangisi dirinya sendiri, calon anaknya dan merindukan Fauzan. Entah kenapa, saat ini ia ingin Fauzan, ia ingin Fauzan disampingnya, mengelus perutnya.
Belinda mengusap perutnya, hal itu tidak lepas dari penglihatan Ani.
Setelah Belinda memuntahkan isi perutnya, ia meminum air pemberian wanita paruh baya didepannya sembari mengucapkan terimakasih.
"Kamu tunggu disini saja ya, biar ibu yang belanja, kamu mau beli apa saja sayang?"
"Tapi Bu, sa-saya..."
"Nggak papa jangan sungkan, ibu belikan bahan yang sekiranya kamu perlukan ya, kamu tunggu disini, jangan kemana-mana". Ani tersenyum mengusap lengan Belinda lalu pergi meninggalkan Belinda.
Belinda mengusap sudut matanya yang berair, terharu karena ada orang yang baik kepada dirinya. Sejak hamil, ia gampang sekali bersedih dan menangis karena hal kecil.
____________
Ani sudah datang dengan seorang laki-laki muda membawa dua plastik berisi belanjaan ditangannya.
"Ibu jadi nelfon anak ibu, kenalin ini Bima, dan Bima, ini nak Belinda, orang yang tinggal di kontrakannya Bu. Haji Aminah". Ujarnya setelah Ani tiba di depan Belinda.
Belinda hanya mengangguk dan tersenyum tipis melihat Bima. Bima hanya mengangguk singkat.
"Kalau gitu, ayo pulang, Bima bawa mobil, Belinda bareng sama ibu".
Belinda menggeleng, "Ibu, biar saya pulang sendirian, saya masih mau ke dokter".
Ani mengernyit, "Ibu antar kalau gitu. Kamu belum tahu betul daerah sini kan? Ayo, biar ibu dan Bima yang antar, jangan sungkan sama kami".
Belinda menelan ludah, "Sa-saya, saya mau ke ru-rumah sakit, periksa k-kandungan". Ujar Belinda gugup.
Ani mengernyit, lalu tersenyum, "Ibu antar, ayo".
Ani mengenggam tangan Belinda, membawa Belinda menuju mobil anaknya. Sementara Bima mengikuti keduanya dalam diam, ia meletakkam belanjaan dan masuk ke kursi kemudi, mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit.
Setibanya di rumah sakit, Ani dan Bima menemani Belinda mengantri untuk memeriksa kandungannya. Belinda tersenyum sedih saat melihat pasangan suami yang terlihat bahagia menemani istrinya memeriksa kandungan. Sementara dirinya begitu menyedihkan. Belinda tersentak saat namanya dipanggil.
"Bima, kamu temani Belinda ke dalam ya".
Bima melebarkan matanya, "Bunda, Bima..."
"Saya bisa sendirian Bu, nggak papa". Ujar Belinda.
Ani menatap putra satu-satunya dengan tatapan memohon, Bima menghela nafas dan mengikuti langkah Belinda yang berjalan ke ruang pemeriksaan.
Setibanya didalam, Belinda berbaring di ruang pemeriksaan, sementara Bima berdiri disampingnya tanpa sepatah kata.
"Kehamilan pertama ya Bu?" Tanya sang dokter sembari memberikan gel diperut Belinda.
"I-iya dokter".
Belinda berjengit saat merasakan alat yang sedikit menekan perutnya, "Umur kandungannya tiga minggu ya Bu, kandungannya sehat, tapi ibu harus jaga kesehatan, jangan stress, banyak-banyak mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin".
Belinda tersenyum hangat, matanya berkaca-kaca melihat calon anaknya yang bentuknya belum jelas.
"Terimakasih dokter". Ujar Belinda.
"Saya akan menuliskan resep, nanti bisa ditebus di apotik ya Bu".
"Baik dokter". Ujar Belinda.
Belinda kembali merapikan pakaiannya, melirik Bima yang sedari tadi diam. Setelah selesai, Belinda dan Bima keluar dari ruangan pemeriksaan.
"Gimana dedek bayinya? Sehat?"
Belinda mengangguk, "Sehat Ibu, terimakasih sudah menemani saya".
Ani tersenyum, "Sama-sama, obatnya belum ditebus kan? Kita tebus dulu ya, habis itu kita pulang".
Belinda mengangguk, Bima hanya mengikuti kedua wanita didepannya dalam diam.
___________
Jangan lupa vote dan komennya ya. Makasih sudah membaca❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Have Me (Selesai)
RomanceWarning! 🔞 Dimata Fauzan, Belinda adalah satu-satunya wanita yang berhasil membuat dirinya mampu merasakan cinta. Dimata keluarga Fauzan, Belinda wanita yang memiliki latar belakang buruk, tidak pantas bersanding dengan Fauzan, pewaris tunggal keka...