13

3.2K 118 2
                                    

"Sebulan lagi, acara pertunangan kamu dan Isabela akan dilaksanakan". Ujar Giorgio sembari melirik Fauzan.

"Saya tidak setuju, dan menyetujuinya". Fauzan meletakkan sendoknya, nafsu makannya hilang entah kemana.

"Kenapa saya harus menunggu persetujuan kamu? Pilihan kakek tidak akan salah, Isabela lebih baik dari wanita penghangat ranjang kamu itu".

Fauzan meneguk air putih miliknya dan meletakkannya agak keras. "Kalau begitu, kakek saja yang menikah dengan Isabela". Ujarnya lalu pegi begitu saja.

Berada di rumahnya benar-benar membuatnya darah tinggi. Ia harus berkali-kali menahan diri untuk tidak menonjok kakeknya. Lebih baik ia ke kantor.

"Ke kantor Batra". Ujar Fauzan lalu masuk ke dalam mobilnya.

Batra dengan sigap jug masuk ke dalam mobil, menjalankan mobil ke kantor. Batra yang mengerti suasa hati Fauzan ikut bersedih, pasalnya ia juga mendengar bagaimana kakeknya yang menghina Belinda habis-habisan.

Sebagian hatinya tidak terima akan hal itu. Karena ia tahu, Belinda wanita yang baik.

"Jangan katakan apapun kepada Belinda, termasuk pertunangan sialan itu, saya akan berusaha menggagalkannya". Ujar Fauzan.

"Baik". Batra tidak bisa membayangkan  bagaimana terlukanya Belinda jiwa wanita itu tahu. Argh, kenapa kisah asmara bosnya benar-benar membuatnya pusing.

___________

Belinda baru selesai mengajar, matanya tidak sengaja melihat Alan yang sedang berbincang dengan salah satu dosen senior.  Kebetulan sekali, ia juga ada perlu dengan pak Leo, selaku dekan fakultas ekonomi. 

"Alan, kamu disini?" Belinda menyapa, sebagai bentuk formalitas.

Alan mengalihkan pandangannya, melihat wanita cantik dengan setelan kerja yang sangat pas di tubuhnnya.

Alan berderhem, "Iya, ada perlu dengan om Leo".

Belinda mengernyit, "Pak Leo, om kamu? Wahh nggak nyangka ya, oh iya, pak Leo, saya mendapatkan amanah dari ibu wakil dekan, kata beliau, ada hasil rapat yang perlu di diskusikan".

Leo menepuk dahinya, "Oh iya, saya lupa, terimakasih Belinda." Leo mengedipkan sebelah matanya kepada Alan.

Tentu saja ia paham akan tatapan Alan pada Belinda. Tatapan penuh kekaguman, tapi ini bukan sekedar kagum, lebih dari itu, lebih tepatnya, tatapan penuh cinta. Ah, sekarang ia mengerti kenapa Alan menolak wanita yang dijodohkan dengannya, rupanya karena Belinda.

"Saya nggak nyangka, kamu dan pak Leo masih ada hubungan keluarga".

"Om Leo, saudara Mama. Kamu, mau pulang???"

"Iya, ini lagi pesan taksi, saya lagi nggak bawa mobil".

"Mau aku antar????" Alan menawarkan. Hatinya berdebar menunggu jawaban Belinda.

Belinda berpikir, pasalnya, ia juga mengirimi Fauzan pesan, tapi laki-laki itu sedang banyak kerjaan sehingga menyuruhnya naik taksi.

"Boleh deh".

"Ayo,". Alan mengajak Belinda menuju mobilnya, membukakan pintu untuk Belinda.

Alan mengitari mobilnya, masuk ke bagian kemudi, menghidupkan mobilnya dan menjalankannya. Ada perasaan bahagia saat ia bisa sedekat ini dengan Belinda.

"Kamu kerja dimana sekarang??" Tanya Belinda basa-basi.

"Ngurus perusahaan Papa."

"Oh iya lupa, semangat ya Alan".

Alan melirik Belinda yang  tersenyum menatapnya, aura  wanita itu benar-benar penuh daya tarik yang  tinggi, positif vibes, dan menenangkan.

"Capek nggak jadi pemimpin??"

"Lumayan".

Belinda terkikik geli, "Nggak nyangka banget, orang kaya kamu bisa juga jadi pemimpin. Saya kira, kamu bisanya cuma ngerusuh doang".

Alan tersenyum, rupanya, Belinda masih ingat sifatnya yang buruk-buruk itu.

"Saya masih ingat, kamu suka sekali ngerusuhin saya, belum lagi, kamu suka tidur di kelas, makannya saya suka duduk di depan kamu dan bangunin kamu, soalnya saya nggak suka cara orang lain bangunin kamu. Mereka jahat sekali, banguninnya kasar banget, malah usil banget ngaduin kamu ke dosen".

Ini salah satu alasan Alan mencintai Belinda, cara wanita itu memperlakukan manusia benar-benar sangat baik. Ia masih ingat betul, Belinda selalu duduk di depannya, dan saat ia tidur, Belinda akan mengelus rambutnya, membangunkannya dengan bisikan. Hatinya yang imannya setipis tisu, langsung tak karuan seketika, ia benar-benar jatuh sejatuh jatuhnya dengan Belinda.

"Kenapa kamu ingat yang buruk-buruk soal aku, sekali-kali yang baik-baik".

"Haha, saya juga ingat, kamu pernah minjemin jaket kamu sama cewe yang lagi bocor karen PMS, cewek itu keliatan malu-malu".

"Kamu lihat??"

"Iya, dan beberapa bulan kemudian, kalian pacaran,".

"Hah???? Pacaran? Nggak, aku gak pernah pacaran selama kuliah".

Belinda mengerjapkan mata, "Oh ya??"

Alan mengangguk meyakinkan, "Sumpah, aku nggak pernah pacaran, itu gosip, kan kamu tau sendiri, aku dari dulu ngejar-ngejar kamu". Ups. Ya Ampun, Alan.

Belinda menggaruk kepalanya, jadi ia salah informasi. "Maaf, saya baru tahu".

____________
Jangan lupa vote dan komennya❤. Terimakasih sudah membaca.

Have Me (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang