4

5.1K 196 1
                                    

"Sudah lama ada disini???"

Belinda berjengit kaget saat mendengar suara di belakangnya. Ia menoleh. Mendapati kakak mendiang Revano yang tinggi menjulang memperhatikan dirinya.

"Mungkin sekitar 30 menit yang lalu". Sahut Belinda.

Damar meletakkan bunga di atas gundukan tanah. Sudah agak lama ia tidak mengunjungi makam adiknya. Kesibukannya padat sekali.

"Mama dan Papa apa kabar???" Tanya Belinda.

Mama dan Papa yang dimaksud Belinda adalah, orang tua Revano dan Damar.

"Baik,".

Damar memang memiliki sikap yang dingin, irit bicara. Berbeda dengan mendiang Revano yang sangat ramah kepada semua orang.

Damar memperhatikan Belinda, wanita itu lebih berisi dari pada sebelum-sebelumnya. Nampaknya, Belinda sudah jauh lebih baik sekarang.

Setahun yang lalu

"Belinda,,,,".

Revano berusaha meraih tangan Belinda, namun Belinda menghindar. Ia tidak menyangka, ia akan melihat Revano bersama dengan wanita lain, saat ia berusaha memberinya kejutan di hari jadi mereka yang keempat tahun.

Revano melihat wanitanya menangis, menatapnya penuh kekecewaan, sangat. Ia akui, ini memang murni kesalahannya.

"Mungkin memang baiknya, kita akhiri saja hubungan kita, aku lelah. Sudah cukup, aku masih bisa terima jika kalian belum melakukan itu, tapi ini,,,,". Belinda menutup bibirnya, meredam isak tangis.

"Kalian melakukannya,". Belinda meremas dadanya, sesak.

Revano tertunduk, ia tidak ingin melepas Belinda. "Aku cinta kamu Be, aku nggak mau melepas kamu".

"Apa?? Cinta?? Kalau kamu cinta sama aku, kamu nggak akan menghianati aku Revano". Desis Belinda marah. Cinta seperti apa yang Revano maksud, sungguh Belinda tidak mengerti.

"Kita putus," Ujar Belinda akhirnya. "Maaf kalau selama ini, aku belum menjadi yang terbaik".

Malam itu, adalah akhir dari hubungannya. Belinda menjauhi Revano, mengabaikan apapun yang Revano lakukan untuk memperoleh maaf darinya dan mengembalikan hubungan mereka.

Belinda benci penghianatan, dan Revano menghianatinya. Hingga kejadian tragis terjadi begitu saja, Revano kecelakaan. Kecelakaan itu terjadi saat Revano berpamitan kepada orang rumahnya bahwa ia akan mengunjungi Belinda.

Revano sempat dilarikan ke rumah sakit, sempat pula memintaf padanya untuk yang terakhir kali. Tapi, nyawanya tak tertolong. Revano pergi, selamanya.

Kadang, Belinda berpikir, andai saja ia memaafkan Revano dan menerimanya kembali, mungkin Revano masih ada. Tapi, ia tidak sanggup kembali dengan Revano, mengingat Revano menghianatinya, ia merasa sakit hati.

Tapi, ia sudah memaafkan Revano, itu sudah masa lalu.

Belinda berdiri, hari sudah mulai sore, ia harus pulang. Ia berpamitan pada Damar.

"Berkunjunglah, temui Mama dan Papa, kematian Revano itu takdir, kamu tidak bisa mengendalian takdir soal kematian. Berhenti menyalahkan diri sendiri". Ujar Damar sebelum Belinda benar-benar pergi dari hadapannnya.

______________

Fauzan memijat pelipisnya, pusing, ia baru saja selesai mengerjakan urusan perusahaannya, dan juga baru sampai dirumahnya, duduk di meja makan. Jujur saja, sekarang ia butuh Belinda, karena biasanya, Belinda akan memijat tubuhnya, menyiapkan air hangat, makan malam dan memanjakannya.

Fauzan melirik jam tangan yang melingkar di lengannya. Sudah pukul 12 malam, pasti wanita cantiknya itu sudah tidur meringkuk memeluk guling dan boneka kesayangannya, pemberian darinya.

Mengingat Belinda, ia sangat merindukan wanita itu. Padahal, belum genap 24 jam ia tidak bertemu Belinda. Tapi, sudah kangen saja.

"Fauzan baru pulang nak??" Ujar Arin menyapa Putranya.

Fauzan mengangguk, "Mama belum tidur??"

"Kebangun, dan Mama haus. Kamu belum makan? Mau mama siapkan makanan?"

Fauzan menggeleng, "Saya sudah makan Ma".

"Jangan terlalu keras dengan diri kamu sendiri sayang, Papa nggak menekan kamu kok. Pelan-pelan aja ya, kamu juga harus fokus dengan kuliah kamu".

"Iya".

Arin meletakkan susu kotak di depan Fauzan, memberi isyarat agar Fauzan meminumnya. Fauzan menurut saja.

"Fauzan, gimana menurut kamu tentang Isabela?"

Fauzan mengendikkan bahu, "Saya tidak suka dengan wanita itu. Mama tahu kan, saya sudah punya Belinda. Belinda jauh lebih cantik dari wanita yang Mama tanyakan tadi".

Arin menghela nafas, "Perbedaan kalian sangat jauh Fauzan".

Fauzan tidak suka akan hal ini, "Perbedaan apa yang Mama maksud?? Perbedaan usia?? Fauzan sama sekali nggak masalah, lagi pula, wajah Belinda masih seperti seusia Fauzan. Soal masa lalu, Fauzan juga tidak masalah soal itu".

Arin tahu, anaknya ini keras kepala, mirip seperti Papanya, Aliandra. "Fauzan, keluarga kita akan susah menerima Belinda. Kakek, Papa, dan yang lainnya tidak setuju. Bagi Mama, sebenarnya tidak masalah soal pilihan kamu. Tapi, keluarga kita".

Ia tahu. "Saya akan tetap memperjuangkan Belinda Ma". Ujar Fauzan penuh keyakinan, lalu pergi meninggalkan Arin yang menatap putranya dengan tatapan sulit diartikan.

Fauzan memilih membersihkan diri, otak dan hatinya terasa panas. Mengapa semua orang tidak mengerti akan apa yang ia inginkan, ia hanya menginginkan Belinda. Bukan Isabela atau siapapun. Hanya Belinda. Camkan itu!.

____________
Jangan lupa vote dan komennya. Terimakasih. Salah hangat.

Have Me (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang