24

3.8K 160 6
                                    

Belinda menatap iri saat dirinya melihat seorang wanita didampingi suaminya saat memeriksa kandungan. Sementara dirinya datang seorang diri. Seandainya ada Fauzan, apakah laki-laki itu akan menemaninya memeriksa kandungan?

Belinda menggelengkan kepalanya, menepis pemikiran tentang suatu hal yang tidak mungkin. Ia lekas pergi dari rumah sakit selepas memeriksakan kandungannya.

Belinda duduk didepan toko yang tidak ditempati. Beristirahat sejenak melihat kendaraan berlalu lalang. Sejak semalam, ia benar-benar merindukan Fauzan, hingga rasanya ia frustasi ingin menangis.

"Kamu kangen Papa sayang? Mama juga, kangen Papa kamu". Ujar Belinda lirih.

"Kayaknya Mama ngidam, pengen dipeluk Papa kamu, dimasakin Papa kamu, maafin Mama ya nak, Mama nggak bisa memenuhi keinginan kamu". Ujarnya sedih sembari memeluk perutnya.

Bima menatap Belinda dari kejauhan. Sial, ia tidak tahu bagaiman bisa ia mengikuti wanita  itu. Melihat wanita itu sedih, ia merasa tidak tega.

Bima menghela nafas lalu keluar dari mobilnya mendekati Belinda yang masih tertunduk menyembunyikan kesedihannya. "Ayo pulang". Ajaknya.

Belinda mengusap matanya, melihat laki-laki yang berdiri didepannya. "Mas Bima, kenapa disini?"

Bima memutar otak, berusaha mencari jawaban yang tepat. "Saya kebetulan lewat sini, habis beli obat di apotik. Ayo pulang".

Belinda menggeleng, "Saya masih belum mau pulang".

"Mau kemana???"

Belinda menggeleng, ia bingung mau kemana. Tapi, dia belum ingin pulang.

Bima menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya. "Ayo ikut saya, kita jalan-jalan".

_____________

Belinda merentangkan tangannya, menikmati semilir angin yang berhembus. Suasana pantai tidak begitu ramai meski sekarang hari libur.

"Terimakasih Mas sudah membawa saya kesini,"

Bima berderhem sebagai jawaban. Lalu keduanya duduk dipinggir pantai, dibawah pohon rindang, menikmati suasana pantai yang indah.

"Sudah berapa bulan?"

Belinda melirik Bima, lalu mengusap perutnya.

"Sudah memasuki bulan kelima Mas, kata dokter jenis kelaminnya laki-laki, semua anggota tubuhnya juga sudah lengkap". Ujar Belinda atusias.

Bima melihat binar kebahagiaan dimata Belinda saat menceritakan soal kehamilannya, hal itu membuat Bima ikut tersenyum tipis.

"Boleh saya pegang perut kamu???"

Belinda menoleh, melihat Bima yang juga tengah menatapnya.

"Ma-maaf saya tidak bermaksud, sa-saya..."

"Boleh Mas".

Bima terhenyak, lalu ia menyentuh perut buncit Belinda perlahan.

"Auuuu". Lenguh Belinda saat merasakan tendangan diperutnya.

Bina tersentak, sedikit kaget, astaga, bayi didalam perut Belinda menendang. "Kamu nggak papa???" Tanya Bima khawatir kembali mengelus perut Belinda.

Belinda tersenyum, "Nggak papa Mas, adek memang biasa nendang, aktif banget didalam sana".

Bima menarik tangannya, perasaannya berdebar sekaligus terharu. Ia jadi teringat dengan Ratna, mantan istrinya yang sudah meninggal karena keguguran waktu tengah hamil dua bulan.

"Makasih Mas, saya nggak tahu, kenapa Mas Bima dan Bunda sangat baik kepada saya, bahkan setelah tahu dengan kondisi saya yang seperti ini".

"Sudah tugas saya sebagai manusia, lagi pula, setiap manusia punya masa lalu."

"Terimakasih Mas".

Bima mengangguk, "Kamu tau apa yang paling  menyedihkan?" Tanyanya sembari melihat air laut yang begitu jernih menyejukkan mata.

"Apa?"

"Merindukan seseorang tapi kita nggak bisa apa-apa".

Belinda mengerjap, kenangan dirinya dan Fauzan kembali menyeruak, ia merindukannnya, sangat!. Tapi Bima benar, dia nggak bisa apa-apa.

"Mas Bima benar". Belinda tersenyum pedih.

"Kamu sedang merindukan seseorang?"

"Iya, saya sangat merindukannya sampai rasanya ingin menangis, tapi, saya nggak bisa apa-apa". Benar, Belinda tidak bisa apa-apa, dan rasanya itu sangat menyedihkan.

Sebenarnya, bisa saja ia membuka sosial media, mencari informasi soal Fauzan di kolom pencaharian dan sudah pasti sosok Fauzan akan terpampang disana. Atau, ia bisa saja membuka Instagram menggunakan akun lain. Tapi, ia tidak punya keberanian untuk melakukan itu.

Ia takut, takut terluka saat melihat Fauzan bukan lagi miliknya. Jadi, yang bisa dia lakukan hanya diam dan berusaha mengingat Fauzan dalam pikiran dan hatinya. Oleh karena itu, ketika malam terakhir ia bersama dengan Fauzan, Belinda merekam baik-baik wajah Fauzan dalam ingatan dan hatinya. Karena setelah itu, ia tidak bisa melihat Fauzan dan tidak punya keberanian untuk itu.

"Belinda, jangan sedih, anak dalam kandungan kamu akan sedih jika ibunya sedih".

Belinda terkekeh, "Saya nggak sedih Mas".

"Mata kamu nggak bisa bohong Belinda".

Belinda diam, tidak bisa mengelak, pasalnya apa yang dikatakan Bima benar.

____________
Jangan lupa vote dan komennya ya. Terimakasih sudah membaca ❤

Have Me (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang