6

4.4K 177 2
                                    

Belinda muntah-muntah, belum lagi seluruh tubuhnya terasa remuk. Ada banyak bercak kemerahan di tubuhnya, tentu saja ia tahu ini bekas kepemilikan Fauzan yang kini berada di belakangnya, memijit tengkuknya.

Belinda mendadak takut melihat aura dingin Fauzan, apalagi, semalam, Fauzan yang menjemputnya dari Bar dan memergoki dirinya yang mabuk. Jujur, Belinda belum pernah minum alkohol, dan ia benar-benar kapok, rasanya sungguh tidak enak sama sekali.

"Sudah baikan??" Tanya Fauzan sembari memeluk tubuh Belinda yang lemas.

Belinda mengangguk, perutnya benar-benar terasa di aduk-aduk, mual. Kepalanya juga sangat sakit.

Fauzan membopong tubuh Belinda, membawanya ke ranjang, menidurkannya dengan hati-hati.

"Saya buatkan bubur, setelah itu kamu harus minum obat". Ujar Fauzan lalu pergi meninggalkan Belinda.

Belinda memijat keningnya, ingatannya tentang kejadian semalam menyeruak begiu saja. Ia merasa tidak enak hati dengan Damar, ia masih ingat saat Fauzan memberikan tonjokan disudut bibir Damar dengan keras hingga Damar tersungkur. Padahal, ia tahu, niat Damar itu baik.

Tapi, Fauzan memang sangat posesif. Ia jadi merasa bersalah.

Beberapa menit kemudian, Belinda melihat Fauzan datang membawa semangkuk bubur, air putih dan obat-obatan. Argh, jujur, ia paling malas jika harus meminum obat, rasanya pait, benar-benar tidak enak dilidah.

"Makan dulu". Fauzan meletakkan nampan di meja dekat ranjang, lalu mengambil mangkuk berisi bubur dan menyuapi Belinda dengan telaten tanpa suara.

Belinda tahu, Fauzan masih marah padanya. Ia juga tahu, ia memang salah.

"Ennek," ujar Belinda lemas, ia sudah tidak bisa lagi memasukkan bubur itu ke dalam perutnya.

Fauzan membuang nafas, ia meletakkan bubur, mengambil obat dan air minum, menyerahkannya kepada Belinda. "Minum dulu".

Dengan ogah-ogahan, Belinda meminum obat pemberian Fauzan.

"Istirahat".

Belinda merebahkan diri, sembari menatap Fauzan yang meletakkan gelas di atas meja. Fauzan ikut berbaring di ranjang, memeluk Belinda dari belakang.

"Kamu tahu apa kesalahan kamu????" Bisik Fauzan.

Belinda menelan ludah, "Maaf".

"Siapa yang ngajarin kamu jadi orang nakal begini? Hmmm??"

Siapa? Belinda menggeleng, ia juga tidak tahu, pikirannya kalut, ia butuh pelampiasan. Konon, katanya, kalau mabuk, bisa membuat pikiran menjadi tenang. Tapi, faktanya, tidak, yang ada kepalanya pusing sekali.

"Mulai sekarang, kamu tinggal di apartemen saya, biar saya bisa mengawasi kamu 24 jam".

Belinda mengerjap, apa?? "Fauzan, nggak bisa begitu, saya punya rumah, saya lebih nyaman di rumah saya".

"Iya, biar bisa berbuat seenaknya, pergi ke bar, dan bertemu laki-laki sialan itu".

Belinda semakin pusing rasanya, siapa laki-laki sialan yang Fauzan maksud. "Laki-laki sialan??"

"Saya nggak suka kamu manggil dia dengan embel-embel 'Mas'."

Belinda berbalik, menatap Fauzan. "Mas Damar??"

Astaga, Fauzan mengeram kesal, apa wanitanya ini belum paham juga? Fauzan melumat bibir Belinda, menggigit bibir bawahnya.

"Saya nggak suka kamu manggil dia dengan embel-embel begitu".

Belinda mengerucutkan bibirnya, mana bisa, itu sebagai bentuk menghormati Damar karena Damar lebih tua darinya. Jika memanggil namanya saja, kesannya tidak sopan.

"Fauzan, aku dari dulu memang sudah memanggil dia begitu, masak cuma mau manggil namanya aja? Nggak sopan".

Fauzan berdecak, "Saya nggak suka, apalagi semalam dia megang-megang tangan kamu".

Belinda tersenyum geli, ia mendekatkan tubuhnya memeluk Fauzan, "Cemburu ya???"

Pake nanya.

"Aku sayang  kamu, makin gemas kalau kamu cemburu gini".

"Be.."

"Hmm???"

"Kalau ada hal yang menganggu pikiran kamu, jangan ragu untuk cerita sama saya".

Menceritakan tentang kemarin? Belinda belum siap mengatakannya.

"Giorgio kemarin mendatangi kamu kan? Apapun yang dia katakan, jangan dengarkan".

"Kamu, kenapa bisa tahu kalau.."

"Apapun soal kamu, saya pasti tahu. Kamu nggak lupa kan, saya siapa?"

Ergg, kalau lagi mode begini, Belinda jadi sedikit kesal. Fauzan narsisnya minta ampun. "Saya taunya kamu pacar saya".

Ujung bibir Fauzan tertarik membentuk senyuman. Astaga, kenapa Belinda semenggemaskan ini. Ia jadi ingin menggigit, mengelus, dan menggagahinya kembali.

"Jangan begitu lagi".

Belinda mengangguk. Tidakkah Belinda tahu, Fauzan sangat mencintai Belinda. Sampai rasanya, ia ingin melindunginya tiap saat. Belinda tidak punya siapa-siapa lagi. Ia hanya punya dirinya, dan ia ingin melindungi belinda.

Sejujurnya, perasaannya teramat sakit saat mendengar penolakan keluarganya kepada Belinda. Wanita setulus ini, secantik ini, selembut ini mendapatkan penolakan sadis dari keluarganya.

Soal masa lalu, semua manusia di dunia ini pasti memiliki masa lalu. Fauzan tidak peduli akan hal itu, karena baginya, Belinda tetaplah Belinda, wanita yang ingin selalu dia lindungi.

"Saya sangat menyayangi kamu Be, maaf, maaf atas segala hal yang dilakukan keluarga saya, saya tau itu sangat menyakiti kamu. Tapi, bisakah saya meminta agar kamu tetap kuat untuk saya?".

"Saya, saya sangat menginginkan kamu, selalu". Lanjut  Fauzan mengecup pucuk kepala Belinda.

"Saya nggak akan kemana-mana Fauzan,"

Ya, Belinda tidak boleh pergi darinya. Dan, jika Belinda pergi, ia akan mencarinya kemanapun, kemanapun, bahkan keujung dunia sekalipun.

___________
Jangan lupa vote dan komennya. Terimakasih❤

Have Me (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang