"Yang Mulia," panggil Nyvene. Laki-laki itu mengenakan jubah berwarna gelap untuk menyembunyikan identitas serta wajahnya, begitu pula Cassius dan Camery. "Tolong tahan amarah Anda. Anda tidak boleh meledak lebih dulu."
"Benar, Yang Mulia. Jika Anda kehilangan ketenangan Anda, maka akan sia-sia saja rencana ini," keluh Camery secara terang-terangan.
Cassius mengembuskan napasnya walau kedua tangannya masih mengepal erat atas emosi yang membludak. Cassius lalu menarik napas dan mengembuskannya beberapa kali lagi hingga dia akhirnya merasa tenang.
"Baiklah, ayo masuk," ujarnya, lalu memimpin langkah.
Nyvene dan Camery mengangguk, kemudian mengikuti langkah Cassius untuk memasuki tempat pelelangan budak yang tersembunyi di daerah kumuh. Lebih tepatnya, di bawah tanah daerah kumuh. Tempat ini seolah sengaja dibangun di bawah tanah untuk menghindari kecurigaan atas tempat ilegal, juga menghindari patroli dari para ksatria.
Cassius menetapkan diri untuk lebih berhati-hati lagi untuk ke depannya. Bagaimana mungkin Cassius tidak mengetahui bahwa rupanya ada sebuah tempat yang tersembunyi di dalam kerajaannya? Sebuah tempat pelelangan budak. Tempat terkutuk yang baru saja Cassius satu kali lihat pun sudah mampu membangkitkan amarahnya.
Nyvene sendiri entah bagaimana dapat mengobservasi tempat pelelangan ini hanya dengan informasi singkat dari Viscount Dorotti—yang dapat dengan mudah disuap untuk informasi mengenai pelelangan budak, kemudian Nyvene mencari tahu bagaimana cara untuk memasuki tempat ini. Maka, di sinilah mereka, di ruangan VIP yang berada di lantai dua.
Sebuah ruangan yang tidak lebih dari lima kali lima meter, dengan satu buah sofa panjang dan meja bundar di hadapannya. Dindingnya memiliki tema berwarna merah gelap, dan lampu gantung mewah di plafon. Di atas meja bundar sudah tersaji satu botol wine atau teko teh, bahkan ada beberapa kudapan kering. Sementara itu, kala Cassius melihat dari balik tirai merah yang setengah tersibak, dia bisa menilik betapa penuhnya ruangan pengap ini.
Ruangan di bawah sana memiliki tema dinding yang sama dengan ruangan Cassius, hanya saja cahaya bersinar redup, dan plafon yang kelihatan usang karena tak dipoles.
Kursi demi kursi berjajar, dipenuhi oleh banyak orang berpakaian formal, berkumpul di bawah sana layaknya segerombolan semut, mengobrol dengan riang dan tertawa terbahak-bahak atas lelucon sampah.
Melihatnya saja sudah membuat Cassius muak. Untung saja orang-orang di bawah sana mengenakan topeng untuk menutupi identitas mereka sehingga Cassius tidak perlu sakit kepala kala mengetahui identitas mereka. Mencegah Cassius untuk mengubah sikapnya pada sosok yang bersangkutan walaupun Cassius telah andal dalam topeng emosinya.
Tak lama kemudian, seorang pembawa acara dengan topeng putih bercorak yang menutupi kedua matanya saja muncul di atas panggung dengan pakaian formal dan senyuman bahagia di bibirnya. "Selamat datang, tuan dan nyonya di tempat kami. Di sini, saya akan menjelaskan beberapa keunggulan dari budak-budak yang kami miliki."
Cassius tak mendengarkan penjelasan sang pembawa acara dengan saksama. Sebaliknya, pikiran Cassius membawanya menuju hipotesis pelik yang membuat kerutan di dahinya tampak jelas.
Rupanya, masih banyak orang-orang yang menyenangi budak, bahkan diam-diam di bawah hidungnya sendiri. Cassius tidak tahu apakah raja menyadari kehadiran tempat ini, mengecualikan Ryle yang memang telah menyebarkan tempat ini lewat Viscount Dorotti, Cassius jamin bahwa adik laki-lakinya sudah tahu. Cassius bahkan tak akan lagi merasa terkejut jika dia menemukan sosok Ryle di tempat ini.
Namun, Cassius tak habis pikir akan alasan mengapa orang-orang masih menyenangi budak. Para budak biasanya dianggap sebagai penghibur, tetapi tak jarang juga banyak yang mengalami kekerasan dengan tuan mereka. Jika mereka hanya akan dilukai, lantas mengapa mereka harus dibeli dengan harga yang mahal? Mereka begitu malang hingga Cassius merasa hatinya pedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
END | Not Your Typical Protagonist
Historical Fiction"Ketika asa seumur hidup yang dilalui lewat jalur iblis rupanya hanyalah tipuan manis." Putra Mahkota Cassius Embrose menghadapi teror dari serangkaian pembunuhan misterius yang mengguncang kerajaannya. Untuk memecahkan kasus ini, Cassius bekerja sa...