"Jadi, Yang Mulia, sebagai sosok yang cerdas dan berhati lapang, Anda pasti sudah menyadarinya, bukan?"
Cassius mendelik pada Camery, lalu mengalihkan pandang pada jendela kereta kuda yang sedang berjalan. Seringaian tak lepas dari bibirnya.
"Tentu saja, Nona Camery. Dan tolong jangan memujaku dengan berlebihan."
Camery memutar bola mata. Di kereta kuda di mana hanya ada keduanya saja, mereka tak perlu sibuk-sibuk mengenakan topeng untuk menutupi intensi asli. Kereta kuda ini berjalan menuju daerah pertanian di pinggir kota, jauh dari keramaian, sehingga kereta kuda dibutuhkan sebagai sarana transportasi.
Nyvene sendiri memilih untuk menaiki kuda dibandingkan harus bersama Cassius. Tentu saja keputusannya diambil setelah menilai bahwa Cassius dan Camery seharusnya saling bermesraan karena keduanya adalah sepasang kekasih, dan kehadiran Nyvene di dalam kereta akan menghambat imajinasi publik.
"Antonie pasti melakukan sesuatu dengan hasil panen. Meski hasil panen mengalami kegagalan dan harga bahan baku yang semakin meningkat pun, uang yang didapat tidak akan jauh berbeda karena harga sudah naik," gumam Cassius.
"Jadi, Anda mencurigai Marquis bahwa dia telah melakukan hal yang picik," ungkap Camery.
Cassius mengangguk. "Bisa dikatakan begitu. Namun, aku semakin yakin bahwa hasil panen tidaklah gagal karena kediamannya begitu megah. Aku tidak bohong saat mengatakan bahwa kediamannya hampir menyaingi istanaku, itu terlalu mewah untuk orang yang mengalami banyak kegagalan panen."
"Lagipula, gerakan tubuhnya mudah sekali dibaca," kekeh Camery. "Bagi seorang detektif, ini sangat mudah, Yang Mulia. Tangisannya palsu sekali, dia menunjukkan diri kala terkejut atau gugup. Bahkan saat Anda menyatakan untuk memeriksa tanah pertanian, wajahnya mulai kusut, seolah dia ditarik ke dalam lubang neraka."
Cassius menyeringai. "Yah, mari kita lihat terlebih dahulu bagaimana keadaan tanah pertanian."
Keheningan yang nyaman terisi, tidak ada rasa kecanggungan yang dibagi, seolah keduanya telah lama akrab. Akan tetapi, Camery memutuskan untuk mengisi keheningan ini dengan kalimatnya.
"Yang Mulia, bisakah aku bertanya sesuatu?"
Cassius yang sebelumnya mengalihkan pandangannya keluar jendela, langsung menujukan sepasang manik emas pada wanita berambut perak. "Apa itu?" tanyanya dengan tenang.
"Saya pernah menerima surat dari Anda, bukan? Mengenai pesta dansa yang pernah kami bicarakan dulu sekali?"
"Apa maksudmu dulu? Kalau tidak salah, satu bulan bahkan belum berlalu," balas Cassius, terkekeh geli.
"Ya, itu maksud saya. Sedari hari itu, saya masih bertanya-tanya mengenai hal ini. Mengapa kertas yang Anda gunakan memiliki tekstur sekasar itu? Saya jadi penasaran karena tipe kertas yang Anda gunakan berbeda dengan kertas yang saya ketahui."
"Ah, apa itu membuatmu penasaran, Nona Camery?" Cassius terkekeh kecil. "Yah, aku tidak akan menyalahkanmu. Sebab, aku juga pada awalnya sangat penasaran."
Cassius tampaknya tengah memberi jeda, membuat Camery perlu menunggu sesaat untuk membiarkan Cassius bernostalgia.
"Kamu tahu, mantan ratu sangatlah cerdas. Ibu memang cantik dan mampu memikat hati Yang Mulia Raja, tetapi Ibu juga sosok yang cerdas. Di kepalanya, banyak ide-ide menarik yang membuatku tertarik. Saat itu, Ibu mengeluh mengenai banyaknya kertas yang tak dapat digunakan lagi, menumpuk, dan menunggu disingkirkan. Namun, Ibu mendaur ulang seluruh kertasnya."
"Mendaur ulang?" Camery memiringkan kepalanya, merasa tertarik juga pada hal yang tidak pernah Camery dengar.
"Ya, Ibu mendaur ulang seluruh kertas yang sudah digunakan dengan proses yang rumit, tetapi pada akhirnya, kertas itu selesai. Kita bisa menggunakannya lagi sebagai kertas baru. Semenjak itu, aku belajar membuatnya dari Ibu, dan aku biasa membuatnya di waktu luangku, tetapi kebiasaan itu melekat hingga saat ini. Setiap kali hendak mengirim surat, tanpa sadar, aku akan mengambil kertas itu dan menulis di atasnya. Saat menyadarinya, aku telah selesai menulis surat."
KAMU SEDANG MEMBACA
END | Not Your Typical Protagonist
Historyczne"Ketika asa seumur hidup yang dilalui lewat jalur iblis rupanya hanyalah tipuan manis." Putra Mahkota Cassius Embrose menghadapi teror dari serangkaian pembunuhan misterius yang mengguncang kerajaannya. Untuk memecahkan kasus ini, Cassius bekerja sa...