Suara lembar dokumen yang dibalik merupakan satu-satunya melodi yang menggema di ruang kerja Cassius. Akhir-akhir ini, Cassius sibuk, wajahnya kusut, dan kantung matanya menebal.
Beberapa hari yang lalu, berita tak mengenakan bagi kedua sosok yang tengah menggeluti sebuah kasus pembunuhan mampir ke telinga keduanya, bahwa di istana pangeran, ditemukan tubuh mati. Korban merupakan seorang pelayan pria, memiliki luka yang sama seperti sepuluh korban pembunuhan sebelumnya, serta setangkai bunga anyelir putih, yang berarti bahwa pelaku adalah orang yang sama.
Maka dari itu, Camery mampir pagi-pagi sekali ke ruang kerja Cassius, tetapi tak bicara apa pun dan hanya duduk di atas sofa.
Cassius penasaran, tetapi hanya mampu melirik sedikit-sedikit lewat lembaran dokumen sebelum memutuskan untuk benar-benar fokus pada pekerjaannya. Camery bisa mengatasi masalahnya sendiri, sementara Cassius juga akan berusaha mengatasi permasalahan kerajaan yang tengah berlangsung ini.
Kini, di kedua tangannya merupakan dokumen dari hasil panen musim ini. Musim panen telah tiba, tetapi sama seperti hasil panen sebelumnya, tingkat bahan baku tak juga meningkat, justru berkurang. Hal ini tentu saja buruk bagi rakyat Embrose. Sebab, setiap harga bahan baku akan naik karena kasus kelangkaan yang melonjak.
Kerajaan Embrose juga sudah mencoba untuk menutupi biaya kelangkaan untuk memberi makan rakyatnya, tetapi karena Embrose merupakan kerajaan yang masih berkembang, masih cukup sulit untuk menutupi seluruh biaya.
Tidak hanya itu, tindakan Ryle akhir-akhir ini juga membuat Cassius merasa resah. Setelah diputuskannya pertunangan Ryle dengan Claria, Ryle berusaha mencari dukungannya tanpa dibantu Caelan. Beberapa hari yang lalu, Ryle mengadakan acara amal yang melibatkan rakyat jelata, sehingga sebagian besar rakyat akan terus memihak Ryle di masa depan.
Jika Cassius tidak segera menemukan pelaku pembunuhan, maka citra yang dibentuknya atas penyerangan pelelangan budak akan lenyap seketika, digantikan dengan Ryle yang akan menjadi panutan banyak orang.
"Yang Mulia."
Cassius bergumam kecil atas panggilan Nyvene.
"Apakah hasil panen tetap buruk, Yang Mulia?" tanya pria yang berdiri di samping Cassius, dia bertanya setelah melihat wajah kusut sang putra mahkota.
"Ya." Cassius mengurut dahi. "Bahkan lebih berkurang dari musim sebelumnya, membuat persediaan bahan baku sepertinya tak akan mencukupi hingga musim dingin tiba. Tidak hanya itu, dengan langkanya bahan baku, harga akan semakin mahal. Jika harganya mahal, Embrose harus kembali menutupi biayanya dengan kas negara. Jika Embrose terus-menerus menutupi biaya panen, maka Embrose tidak akan bisa berkembang menjadi lebih baik. Kita akan tetap menjadi kerajaan miskin yang bahkan tak bisa menghidupi rakyatnya."
Cassius menghela napasnya. Kepalanya berputar untuk memikirkan solusi bagi permasalahan panen ini.
"Marquis Eleyya."
Cassius menolehkan kepalanya setelah Nyvene mengucapkan dua buah kata tersebut. "Apa maksudmu?"
"Marquis Eleyya adalah sosok di balik kehidupan rakyat Embrose. Dia adalah orang yang berbisnis dalam pertanian serta ladang, memiliki ribuan hektar tanah untuk memanen banyak bahan baku, terlebih gandum. Namun, apa penyebab yang sebenarnya, Yang Mulia? Penyebab bahwa ribuan hektar itu tak mencukupi kebutuhan hidup rakyat Embrose? Apakah benar hanya kegagalan panen? Lantas, mengapa kegagalan panen terus terjadi selama beberapa kali? Apakah mereka tidak memperbaiki kegagalan panen tersebut?"
Kedua bola mata Cassius melebar. "Kamu benar, Nyvene. Terima kasih sudah mengingatkanku atas kelemahanku."
"Bukan masalah, Yang Mulia." Nyvene mengulas senyuman kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
END | Not Your Typical Protagonist
Ficción histórica"Ketika asa seumur hidup yang dilalui lewat jalur iblis rupanya hanyalah tipuan manis." Putra Mahkota Cassius Embrose menghadapi teror dari serangkaian pembunuhan misterius yang mengguncang kerajaannya. Untuk memecahkan kasus ini, Cassius bekerja sa...