28

249 58 6
                                    

Cassius tersenyum kecil ketika membaca sepucuk surat yang baru saja tiba di ruang kerjanya. Isinya memang hanya menanyakan kabar dan menceritakan aktivitas keseharian, tetapi Cassius yang paling tahu apabila di dalam guratan tinta yang dibuat, terdapat ketulusan yang nyata di sana.

"Apa yang dikatakan Pierce, Yang Mulia?" tanya Nyvene yang berdiri di belakang sofa Cassius.

Cassius hanya tersenyum kecil sembari melipat kertas menjadi tiga bagian. "Hanya menanyakan kabarku dan mengatakan bahwa panti asuhannya dibangun dengan mewah, juga pengurusnya yang ramah, lalu memiliki taman bunga yang indah."

"Rinci sekali, ya, Yang Mulia," sambung Camery yang duduk di hadapan Cassius. Dia menyesap tehnya sambil tersenyum menggoda kala melihat Cassius sangat luluh pada anak-anak.

Cassius mendengus. "Aku tidak ingin mendengarkan komentar darimu."

Jeda.

"Jadi, apakah kamu memiliki sebuah rencana untuk mengungkapkan kejahatan Ryle?" sambung Cassius dengan sorot serius di wajahnya.

Camery menyelipkan anak rambut ke balik telinganya. "Mengapa Anda yakin sekali bahwa dalang di balik kasus pembunuhan merupakan Pangeran Ryle?"

Cassius mendengus. "Kupikir kamu adalah detektif andal, tetapi gelar hanya sebatas gelar, kamu tidak bisa menyimpulkan semua titiknya, Nona Camery?"

Camery mengerutkan dahinya kala Cassius mengoloknya secara tidak langsung.

"Bukankah dari pesta dansa yang kugelar saat pertama kali kita melakukan penyelidikan, kita sudah menyimpulkan bahwa kehadiran Ryle menjadi pusat seluruh tersangka pembunuhan. Bahkan memberi tahu Viscount Dorotti mengenai pelelangan budak. Budak yang dibunuh pun sepertinya memiliki informasi yang penting dalam dirinya hingga anak malang itu harus dibunuh. Belum lagi, setiap korban berlaku aneh sebelum mereka kehilangan nyawa. Bukankah mereka seakan tengah diancam sebelum dibunuh? Jika benar, siapa lagi yang akan bertanggung jawab jika bukan orang-orang yang memiliki status tinggi? Ryle, bukan?

"Lagipula Nona Camery, keluarga Belladonna jelas-jelas memberikanmu suatu petunjuk, bukan? Mengapa kamu tidak mau memberi tahuku apa isinya, Nona Camery? Apakah karena kamu juga masih ragu dalam mengartikan kode yang tertera? Terakhir, kasus mengenai transaksi ilegal. Ryle jelas mengambil setengah dari penghasilan untuk membiayai faksinya. Bukankah sudah jelas bahwa kriminalitas yang terjadi selalu berpusat pada Ryle?"

Camery menghela napasnya, lalu menatap Cassius dengan kerutan di dahi. "Bukankah itu hanyalah prasangka Anda? Lagipula, kita tidak memiliki bukti untuk menuduh Pangeran Ryle sebagai dalang di balik kasus pembunuhan."

"Karena itulah, kita tengah mendiskusikannya, Nona Camery. Kita akan memperhatikan pergerakan Ryle, lalu mengambil setiap bukti yang dimilikinya untuk menjatuhkan, tidak, menahan pergerakannya lebih jauh lagi."

"Jadi, apa yang Anda maksud adalah kita akan fokus pada Pangeran Ryle dan mengumpulkan bukti kejahatannya?"

"Ya, itu maksudku, Nona Camery."

"Jika saya boleh menyela," sela Nyvene, membuat kedua pasangan palsu itu mengalihkan pandangannya pada Nyvene. "Pangeran Ryle akan berangkat menuju wilayah timur untuk urusan diplomasi. Istana pangeran akan kosong di malam hari. Bagaimana dengan kesempatan itu?"

Cassius menyeringai. "Maksudmu adalah menyelinap?"

***

Ryle mengembuskan napasnya setelah mengunci laci meja kerjanya. Dia memastikan setiap laci dan lemari di kamar serta ruang kerjanya terkunci dengan rapat di saat Ryle sedang tidak berada di istana, melainkan melakukan pekerjaan diplomasi yang akan memakan waktu yang panjang.

END | Not Your Typical Protagonist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang