32

246 49 4
                                    

Usia Ryle adalah enam tahun kala melihat Cassidy jatuh dari kursinya, bunyi pecahan kaca dari cangkir teh terdengar lebih memekakkan dibandingkan teriakan Cassius, pun kala segala warna berubah abu-abu kecuali merahnya darah dari sudut bibir Cassidy yang terus menetes.

Pandangan ini begitu memedihkan mata hingga Ryle hanya bisa terdiam membeku kala melihat tubuh Cassidy digendong dan dibawa menuju dokter kerajaan. Sayangnya, racun yang diteguk Cassidy terlalu kuat sehingga sang ratu tak dapat terselamatkan. Dua hari kemudian, pemakaman yang hanya dapat dikunjungi oleh bangsawan kelas atas digelar.

Cassius menangis tanpa suara, hanya air mata yang menetesi bunga anyelir putih dalam genggaman, yakni bunga kematian yang menjadi simbol khas kematian di Kerajaan Embrose. Ryle pun menangis, hatinya turut kosong akibat kehilangan yang tiba-tiba menyapa.

Cassidy begitu baik padanya, sangat lembut pada Ryle di saat seluruh orang memperlakukan Ryle tidak pantas hanya karena dirinya adalah putra dari seorang selir. Meski begitu, hanya Cassidy saja yang dapat menatapnya dengan kesetaraan, bahwa bukanlah kesalahan bagi Ryle untuk terlahir, bahwa jiwa yang menetap dalam tubuhnya tak dapat dibandingkan dengan ratusan berlian pun emas, memberikan Ryle sebuah alasan untuk tetap hidup, memberikan Ryle sebuah pandangan baru bahwa jiwa bernama "Ryle" adalah nyawa yang berarti.

Tiba-tiba saja, sebuah adegan yang pernah Ryle bersama Cassidy bagi memasuki benaknya. Pada saat itu, walau sulit untuk dimengerti oleh otak seorang anak berusia enam tahun, Cassidy meminta tolong pada Ryle.

"Tolong aku, Ryle. Jangan biarkan Cassius menjadi seorang raja, jangan biarkan dia mendekati takhta. Rebut gelar mahkota dari Cassius untukmu, Ryle."

Untuk berjaga-jaga, Cassidy menulis permohonannya di dalam secarik kertas, beserta alasan mengapa Cassius tak boleh berada di atas takhta. Usianya yang belia membuat Ryle belum terlalu memahami permohonan Cassidy, tetapi hingga usianya tiga belas tahun, Ryle terus membaca tulisan di atas carik kertas yang sama tiap harinya.

Ryle yang telah tumbuh dewasa kini memahami apa yang Cassidy maksud, lantas merebut banyak pengaruh di Kerajaan Embrose, melakukan banyak hal demi mengagungkan namanya di hadapan para rakyat serta di kedua mata ayahnya. Ryle terus melangkah maju, meninggalkan Cassius di belakangnya walau Ryle telah mengatakan bahwa ia tak akan meninggalkan kakaknya tepat setelah acara pemakaman berakhir. Namun, demi sang kakak, Ryle akan melakukan segalanya, demi permohonan bisu dari Cassidy, Ryle akan mewujudkannya, walaupun apa yang terjadi adalah kehancuran bagi dirinya sendiri.

Karena alasan ini pula, hubungan Ryle dan Cassius mulai renggang. Entah semenjak kapan keduanya mulai menyembunyikan sorot asli di balik topeng kala berbincang, atau bersiap menerkam kala salah satu dari mereka lengah. Selama bertahun-tahun, ikatan saudara yang keduanya bagi telah lenyap, berubah menjadi persaingan berdarah menuju takhta.

Ryle tak ingin mengalah pada Cassius, begitu pula Cassius yang tak menyerah untuk meraih impiannya.

Tepat pada saat Ryle tak tahu bagaimana lagi harus merebut banyak dukungan dari para rakyat, secarik surat tiba di ruang kerjanya secara misterius tepat di usianya yang ketujuh belas, seolah carik surat tersebut merupakan hadiah ulang tahun dari surga untuk Ryle.

Kepada Yang Mulia Pangeran Ryle tersayang,

Aku akan memberimu satu cara menuju takhta. Apakah kamu bersedia mengikutiku?

Jika kamu bersedia, tuliskan jawabanmu dalam secarik kertas. Akan kukirim burung merpati di jendela ruanganmu pada tengah malam ini.

Bunga kematian

Pada akhirnya, Ryle menuruti apa yang diperintahkan sang bunga kematian padanya. Ryle mengelola pelelangan budak secara ilegal, menggunakan dana yang didapatnya untuk membayar faksi bangsawan sebagai pendukungnya dalam suksesi takhta, memberikan bantuan sosial pada rakyat demi mendengar namanya diagungkan di berbagai sudut kota.

END | Not Your Typical Protagonist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang