"Jadi, ini ruang kerja di mana Yang Mulia biasa menghabiskan waktunya?"
Cassius tetap mengulas senyuman di bibirnya walau sedikit kesal dengan perilaku seenaknya Camery. Perempuan itu duduk di atas sofa ruang kerjanya tanpa permisi, lantas menghabiskan hampir setengah kue kering di dalam toples. Kue kering yang biasa dimakannya ketika Cassius bekerja larut malam dan kelaparan, tetapi tidak mau menganggu istirahat para pelayan.
"Ya, Nona Camery. Sesuai permintaanmu, kita akan berdiskusi sedikit mengenai kasus pembunuhan yang telah terjadi di ruang kerjaku," ujar Cassius dengan sabar. Jemarinya yang lentik meraih cangkir teh yang masih mengepulkan asap tipis, lantas diseruputnya teh melati dengan etiket yang pantas. "Lagipula, mengapa harus ruang kerjaku, Nona Camery? Istanaku memiliki lebih banyak ruang yang menyenangkan dibandingkan ruang kerjaku yang dipenuhi oleh tumpukan kertas."
Camery terkekeh kecil. "Tidak ada alasan khusus. Saya hanya ingin memasuki ruang kerja Anda."
Cassius merasa sudut matanya berkedut karena kesal, tetapi senyum tak luruh dari wajahnya. Cassius bahkan harus memantapkan hati untuk mengizinkan Camery masuk ke dalam ruang kerjanya, di mana ruangan ini bukanlah ruangan yang bisa dimasuki oleh sembarang orang. Ruang kerjanya lebih penting dan dijaga dengan sangat ketat. Sebab, banyak dokumen resmi dan dokumen rahasia yang bisa saja membahayakan keselamatan kerajaan apabila disalahgunakan.
Maka dari itu, Cassius akan sebisa mungkin membatasi orang-orang untuk memasuki ruang kerjanya dengan sembarangan. Hanya saja, Camery terlalu picik sehingga mampu membujuk Cassius sehingga mereka bisa mendiskusikan kasus pembunuhan di ruang kerja Cassius.
"Yang Mulia," panggil Camery setelah menghabiskan satu toples kue kering.
"Ya, Nona Camery?" Cassius meletakkan cangkir teh di atas tatakan. "Apakah kudapannya kurang? Akan kuminta pada pelayan untuk membawa lebih."
"Itu akan sangat membantu saya," Camery dengan senyuman menyebalkan-bagi Cassius-berkata dengan ringan.
Cassius ingin tertawa renyah, tetapi memutuskan untuk memerintah Nyvene yang sedari tadi hanya berdiam di belakang kursinya untuk meminta pelayan membawakan lebih banyak kudapan.
"Jadi, Yang Mulia, mari langsung ke intinya saja." Camery menegakkan tubuhnya dan menepuk gaun cantiknya untuk menghilangkan kerutan. Kakinya yang dialasi oleh sepatu tinggi berwarna putih mulai bergerak, menuju meja kerja Cassius dan mulai mencari-cari sesuatu di dalam tumpukan kertas.
"Ah! Nona Camery!" Cassius langsung menyusul. Membiarkan orang yang tidak tergabung dalam politiknya untuk menggeledah barangnya merupakan hal yang sangat menyebalkan.
Tidak, daripada menyebalkan, Cassius akan mengatakan kalau Camery sangatlah kurang ajar.
Alasannya sendiri sudah sangat jelas.
Pertama, di hadapan Camery adalah putra mahkota kerajaan, seharusnya Camery menunjukkan sifat menghormati dan rendah hati pada raja masa depan. Kedua, menyentuh barang orang lain tanpa permisi adalah tindakan yang berbanding terbalik dengan ilmu etiket di balik lembaran buku. Jika seorang guru etiket melihat cara Camery bertindak, pasti Camery akan diceramahi semalaman dan diajari etiket hingga mahir. Dan ketiga, betapa Camery tidak sungkan untuk menggeledah mejanya seolah barang tersebut adalah miliknya, merupakan hal yang Cassius sangat benci karena telah mengganggu privasinya.
Persepsi Cassius terhadap Camery semakin buruk dan Cassius yakin akan lebih buruk lagi di masa depan apabila Camery tidak mengubah sikapnya.
"Nona Camery, tolong jangan menyentuh dokumen resmi secara sembarangan," keluh Cassius, menahan jemari Camery yang menggeledah dokumen resminya tanpa permisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
END | Not Your Typical Protagonist
Historical Fiction"Ketika asa seumur hidup yang dilalui lewat jalur iblis rupanya hanyalah tipuan manis." Putra Mahkota Cassius Embrose menghadapi teror dari serangkaian pembunuhan misterius yang mengguncang kerajaannya. Untuk memecahkan kasus ini, Cassius bekerja sa...