26

254 57 4
                                    

Penjara bawah tanah tidak pernah menjadi destinasi terbaik bagi Cassius. Tidak hanya Cassius, tetapi yang lainnya juga. Bahkan penjaga penjara tidak terlalu menyukai situasi kelam di penjara bawah tanah.

Cassius pun merasa demikian. Perutnya yang terluka mengirim rasa perih, membuat Cassius ragu untuk memasuki penjara bawah tanah setelah satu hari dia memulihkan diri.

"Yang Mulia, apakah Anda ingin jadwal ini diundur saja?" tanya Nyvene yang menyadari bahwa raut wajah Cassius memucat.

"Tidak apa-apa," balas Cassius sambil meraba tembok bata berdebu menuju bawah tanah, langkah kakinya perlahan menjejaki satu-persatu anak tangga.

Hanya saja, suasana penjara bawah tanah memang tidak mengenakkan. Begitu gelap dan pengap, baunya yang tidak sedap menyerang penciuman dengan kuat hingga Cassius perlu menutup hidungnya dengan saputangan, serta lentera yang sengaja tidak dinyalakan meninggalkan nuansa kegelapan, seakan ruang ini telah dilahap gelapnya malam. Lantas, jeruji mungil sebesar satu kali satu meter berdiri, sengaja memberikan ruang kecil untuk menyiksa para penjahat. Lantainya yang lembap terasa basah kala dijejaki, terdapat beberapa lumut dan tanaman liar di sela-sela batu bata, lalu debu yang bertumpuk di setiap inci ruangan.

Cassius menahan napasnya. Debu yang tebal begitu mengganggunya.

"Apakah Nona Camery baik-baik saja?" tanya Cassius sambil mengulurkan tangannya pada Camery, yang baru saja memasuki area penjara bawah tanah sebanyak lima meter.

Camery menatap Cassius, tetapi memutuskan untuk menerima escort Cassius hingga keduanya berjalan berdampingan di lorong yang sempit.

"Seharusnya Nona Camery tidak mengenakan gaun yang mewah ke penjara bawah tanah ini," kata Cassius, "Sayang sekali apabila gaunmu akan berakhir rusak."

"Saya tidak menyangka bahwa penjara bawah tanah akan separah ini, Yang Mulia," ujar Camery sebagai balasan, sedikit menaikkan rok gaunnya agar tidak ternoda oleh tanaman liar atau kelembapan ruangan.

"Aku juga tidak menyangka, Nona Camery." Cassius mendengus kecil. "Aku belum pernah mengunjungi penjara bawah tanah selama enam belas tahun terakhir. Dan itu bukanlah pengalaman yang menyenangkan. Melihat pelayan yang meracuni ibuku, dia sangat tersiksa."

Camery menaikkan sebelah alisnya.

"Yang Mulia," peringat Nyvene di belakang keduanya kala Cassius malah menyebutkan memori masa lalu.

"Tidak apa, Nyvene. Tidak perlu menyembunyikannya pada Nona Camery," kata Cassius. "Akan tetapi, sayangnya kita telah tiba di tempat tujuan hingga kita akan berbincang mengenai masa lalu di kemudian hari."

Camery mendengus geli. Waktunya pas sekali, seolah Cassius memang ingin memberi tahu Camery suatu misteri, tetapi juga tak ingin memberi tahu kebenarannya. Membiarkan sang detektif ditenggelamkan dalam rasa penasaran yang membuatnya tersiksa.

Cassius melepaskan escort-nya dan maju, hanya berjarak satu jengkal saja dari jeruji besi.

"Selamat sore, Tuan Marquis," sapa Cassius dengan senyuman mengerikan di bibirnya. "Ah, aku lupa, gelar Marquis yang kamu lindungi itu telah lenyap sepenuhnya."

Antonie yang dihimpit oleh batu bata berlumut yang sempit hanya bisa memelototi Cassius. "Kau! Bajingan ini! Kau yang menghancurkan segalanya, dasar anak sialan!"

Antonie bergegas menghampiri Cassius dan mengeluarkan tangannya dari sela jeruji, hendak melukai Cassius yang begitu dekat dengannya. Hanya saja, Nyvene dengan sigap menarik tubuh Cassius mundur dan memelototi Antonie sebagai gantinya.

Tubuh Antonie bergetar hebat. Pengalamannya dengan Nyvene bukanlah hal yang baik, hingga meninggalkan trauma tersendiri dalam dirinya. Bahkan kini Nyvene bisa melihat banyak luka di sekujur tubuh Antonie, lebam, goresan, dan darah mengering di pakaiannya yang belum diganti. Nyvene seratus persen yakin bahwa luka-luka Antonie adalah tendangan yang dilayangkan olehnya.

END | Not Your Typical Protagonist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang